DEAD ZONE
Zombie Crisis
™Alice POV™
Dikala rapat penting tengah bsrlangsung di sebuah ruangan yang terdapat pada balai pertemuan, sebuah bunyi lonceng tanda bahaya tampak terdengar dari dari pintu gerbang utama benteng pertahanan.
Sebuah truck bermuatan bensin tampak meledak dan mampu menghancurkan dinding perbatasan hanya dalam sekali letusan. Para warga mulai dihantui rasa panik akan ketakutan yang sangat mendalam dikala sekumpulan zombie tampak terlihat berdatangan dari balik dinding pembatas jalan.
Logikanya, seorang zombie tak akan mampu mengendalikan mobil truck dengan kecepatan tinggi dan meledak dengan sendirinya sebelum menabrak dinding perbatasan. Aku beransumsi bahwa ada pihak lain yang berusaha untuk menghancurkan impian kami. Namun siapa? Entahlah...
Dengan jiwa dan raga, kami segera mengerahkan seluruh pasukan yang ada dengan beraneka ragam senjata api berbagai macam jenis untuk mempertahankan wilayah yang semestinya dihuni oleh pihak manusia. Naas, aku sama sekali tidak menyangkah bahwa jumlah mereka-zombie melebihi apa yang tengah kuprediksikan. Mereka tak hanya ratusan, tapi ribuan hingga tampak seperti semut dalam sangkarnya.
Para anak-anak berlarian dengan isak tangis yang tak karuan, disisi lain beberapa orang pun banyak yang terjatuh dan terinjak sesamanya.
Sungguh! Ini di luar kendali pikiran manusia, maksudku... Bagaimana cara kami mengatasinya.
Aku yang kini tengah berdiri tegak di depan jendela pada ruangan balai pertemuan hanya mampu untuk menyaksikan beberapa warga sipil yang mulai menjadi sarapan pagi bagi para zombie diluar sana.
Michael dan Helena kini telah berjuang diluar sana, namun bagaimana denganku? Apakah aku harus menyaksikan kematian teman-temanku? Tidak! Selama jantungku masih berdetak, aku harus berjuang bersama mereka.
Seorang gadis kecil yang malang kini tampak tersungkur dengan luka gores pada salah satu pergelangan kakinya. Entah ia telah terinjak orang dewasa atau memang terjatuh dengan sendirinya pada saat berlari melewati kerumunan warga yang tengah berlari ketakutan.
Sesosok zombie dengan kedua tangan yang menggapai ke udara sempat berjalan mendatanginya dalam rangka ingin menerkamnya. Mungkin tidak terlalu jauh jaraknya. Perlahan aku melangkah mundur untuk melakukan sebuah persiapan dalam rangka melakukan suatu tindakan yang tak semestika akan kulakukan pada sebelumnya. Pandangan mataku kian terpaku pada suatu titik pengelihatan, yakni pada sesosok gadis kecil yang membutuhkan bantuan. Kini aku mulai memacu langkahku lebih kencang hingga diriku melompat untuk menembus jendela berlapis kaca.
*PYAAR!
Jendela kaca terpecah menjadi serpihan kecil pada saat terhantam oleh beratnya tubuhku saat berusaha untuk menembusnya secara paksa. Aku berguling kedepan dan bangkit secara bersamaan.
Aku berlari sekuat tenaga melewati beberapa kerumunan warga sipil yang tengah berlari tak tentu arah tujuan, hingga pada akhirnya kini aku sampai pada satu tujuan. Yakni demi menolong sesosok gadis kecil yang tak mampu lagi untuk berjalan
Dikala aku hendak mengulurkan kedua tanganku pada gadis kecil tersebut, tiba-tiba saja diriku dikejutkan oleh rabahan jemari zombie yang berusaha untuk menyentuh bagian belakang tubuhku.
Lebih tepatnya pada punggungku yang beranjak hingga menyentuh bagian belakang leherku.
"Kakak! Awas!" seru gadis itu seraya mengacungkan jemari tangannya ke arahku.
Aku sadar bahwa akan ada ancaman yang tengah berusaha untuk merenggut nyawaku, bahkan dapat berakibat kefatalan apabila diriku salah dalam melangkah.
Perlahan kucoba untuk membalikan tubuh, mendapati sesosok pria dengan mulut berlumuran darah. Ketika jemari tangannya mulai menyentuh leherku, pada kala itulah ia yang kini mulai membuka lebar mulutnya untuk menggigitku yang tengah berdiri berhadapan dengannya.
"Sekarang!" pikirku seraya menggumpalkan seluruh jemari tanganku untuk bersiap melakukan sebuah perlawanan terhadapnya.
Atas nama suka, luka dan duka. Setiap tetes air mata bagi mereka yang telah tersayat lubuk hatinya, aku! Alice Gratmen, akan menghapus semua derita yang ada dengan seluruh kekuatan yang kumiliki meskipun diriku harus mati aku tak peduli! Meski jiwaku telah terkurung pada pahitnya kehidupan, namun aku harus berjuang demi menggapai suatu tujuan, yakni demi membela negaraku dari sekumpulan makhluk ini.
Ssecepat mungkin aku mencoba untuk menepis serangannya tersebut, diikuti oleh hantaman keras pada sebelah tangaku yang melesat kencang hingga mampu mendarat pada dagunya.
*BRUUAACK!
Sebuah pukulan upercut tak dapat ia hindarkan hingga dirinya pun tergeletak tak berdaya. Zombie itu mengaung, entah mengapa ia melakukannya. Yang jelas aku tidak cukup puas hanya dengan satu pukulan hingga kini aku kembali menyerangnya dengan sebuah injakan kaki pada wajah jeleknya.
Berkali-kali aku melakukan tindakan yang sama hingga ajal pun kini tengah menjemputnya.
Aku mencoba untuk berbalik arah, mendapati sesosok gadis kecil berambut pirang yang sedikit tersenyum lega di hadapanku.
"Bangunlah... Kakak ada disini untukmu." pintahku padanya dengan uluran tangan yang kini ia raih untuk membantunya bangkit kembali.
Segerombolan zombie semakin mendatangiku dengan jumlah yang cukup banyak. Sebagian dari mereka bertubuh kurus, ada juga yang jangkung. Wajah-wajah kelapan itu seakan menjadi lukisan atas sebuah kekalahan yang akan datang untuk membinasakan seluruh umat manusia.
Gadis itu kini mulai bersembunyi dibalik tubuhku dengan acungan tangan yang mengarah pada sekelompok zombie tersebut.
"Kakak aku takut... Coba lihat itu! Mereka menyeramkan...!"
"Tenanglah, aku pasti akan melindungimu!" ucapku kepadanya.
Pandangan mataku kian menyebar kesepenjuruh arah bagian, mendapati beberapa warga sipil beserta personil Mercenery yang kini menjadi santapan para zombie di pagi hari.
Kemana Helen... Dimana Michael...?
Kenapa halaman balai pertemuan ini tampak sepi hanya dalam hitungan menit? Apa yang telah terjadi kepada mereka? Pertanyaan itu seakan menghantui disetiap sudut pandang mataku hingga terngiang didalam ingatanku.
Ratusan zombie kini telah berhasil memasuki gerbang utama, menggempur bagian tengah hingga berada di tengah halaman tempatku berada. Melangkah mundur bukanlah suatu bentuk dari kemenangan diantara mereka yang dianggap sebagai pecundang. Karena pertempuran ini bukanlah tentang insiden peperangan antar kerajaan.
Melainkan sebuah pertarungan antara hidup dan matinya para pejuang demi kelangsungan hidup yang kian mencekam.
"Kakak..." ucapan itu terdengar lirih pada saat tertangkap oleh indra pendengaranku.
Perlahan kucoba untuk memalingkan pandanganku ke arahnya seraya kuberkata, "Pergilah!" pintahku padanya.
Gadis kecil itu mulai melangkah mundur untuk beberapa langkah, kemudian ia segera berbalik arah dan beranjak pergi meninggalkanku yang tengah berdiri di tengah halaman balai pertemuan.
Aku sempat melihat sebuah senjata serbu berjeniskan AK-47 dari salah seorang rekan keanggotaan personil Mercenery yang telah tumbang bersimbah darah. Maksud hati ingin berlari untuk mengambil senjata yang berada pada genggaman tangannya. Sesaat setelah aku memacu langkahku untuk berlari ke arahnya lebih dekat dan merebut senapan serbu tersebut dari tangannya.
Dikala aku hendak pergi untuk meninggalkannya setelah diriku berhasil merebut senjata miliknya, tiba-tiba pria itu terbangun dari kematian yang telah merenggut nyawanya. Sorot matanya yang tajam memantulkan cahaya mentari, menatap raut wajahku dengan penuh rasa lapar disetiap sudut mata memandang. Mungkinkah virus micro partikel itu telah menyebar kesepenjuruh tubuhnya hingga membuatnya bangkit dari kematian yang sudah merenggutnya? Apa mungkin dia telah berubah menjadi zombie pada saat ini? Entahlah, aku pun tidak dapat mendikripsikannya hanya dengan sekedar logika belaka.
-Bersambung-