webnovel

Toxic?

Malam itu dara masih tengah disibukkan mengerjakan orderan desain. Ponselnya yang tergeletak disamping laptop, layarnya terus menyala menampilkan panggilan dari seseorang.

Sesekali dara melirik benda itu, berusaha mengabaikan hingga akhirnya dengan perasaan setengah kesal dia menjawab telepon dari jave.

Ke sekian kalinya, lelaki itu kembali membahas hal yang sama membuat dara hampir jengah.

Setelah jave mengakhiri panggilan, dara buru buru menutup laptop menyala miliknya lalu keluar kamar memakai cardigan.

Dara menaiki taxi dan tak butuh waktu lama, tiba didepan rumah jave. Dia buru buru masuk kedalam sana dan berpapasan dengan seorang wanita berusia separuh abad, yang sudah menunggunya didepan pintu.

Dia Bi Yati, pembantu yang bekerja di rumah itu.

"Bibi tenang aja ya, aku udah disini" ujarnya menenangkan wanita tua tersebut yang tampak setengah gemetar ketakutan.

Dara bergegas menaiki tangga menuju kamar jave, karena tak mendengar suara gaduh seperti biasanya.

Setibanya didepan pintu kamar jave yang terbuka lebar, dara perlahan masuk menghampiri lelaki itu tengah berdiri memandangi dirinya didepan cermin yang sudah retak setengahnya.

Jave yang menyadari kehadiran gadis itu, refleks berbalik menatap dara yang kini sudah berdiri dihadapannya.

Dara menelan salivanya kasar, kala melihat tangan kiri jave yang tengah menggenggam pecahan cermin dan terus meneteskan darah segar.

"Gue udah disini. Lepasin" titah dara.

Jave menatapnya tajam, sambil tersenyum miring lalu kembali menghadap cermin.

Dara perlahan mendekat beberapa senti, membuka satu persatu jemari jave agar melepas pecahan kaca itu. Namun, saat baru saja berhasil membuka dua jemari lelaki itu, mendadak jave menarik kasar tangannya membuat ujung pecahan itu menggores telapak tangan gadis dibelakangnya yang refleks meringis kesakitan.

"Akhh awkhh" rintih dara memegang telapak tangannya.

Jave refleks membuang benda itu dan berusaha menenangkan gadis dihadapannya.

"Maafin gue" sesal jave.

Setitik air mata lelaki itu jatuh mengenai punggung tangan dara.

Dara menatap lekat jave yang hanya bisa tertunduk lesu menyembunyikan tangis lirihnya.

"Sini gue obatin tangan lo dulu" ucap dara lembut sembari meraih tangan jave yang terluka.

[DEAN'S HOME]

"Lo kenapa lagi sih bro? Dari tadi kusut aja tuh muka" celetuk karel, melirik sejenak pada dean yang tengah duduk termenung disofa.

Dean serta kedua temannya, karel dan aryo tengah berada didalam kamarnya. Kedua lelaki itu sibuk bermain playstation miliknya sementara dirinya gelisah, berulangkali mengecek ponsel di genggamannya.

"Pasti gara gara cewek lah" sahut aryo.

Keduanya kerap menginap dirumah dean, jika tak ada kesibukan lain untuk menemani lelaki itu. Namun, kali ini bimo tak ikut bersama mereka.

Dean beranjak, memakai jaketnya keluar kamar dengan langkah tergesa membuat kedua lelaki tadi menatap heran sejenak lalu kembali mengabaikan.

Dara membalut perban pada tangan jave yang sudah dia bersihkan lukanya. Lelaki itu hanya menatapnya lekat tanpa berkata apapun.

Setelahnya, dia mengobati goresan luka ditangannya sendiri.

Jave menangkup sebelah pipi dara.

"Maafin gue, dara" ucapnya tulus.

Dara menghela nafas dan tersenyum tipis.

"Gue pulang dulu ya" ucapnya.

Saat dara beranjak, jave menariknya pelan hingga jarak tubuh mereka hampir tak bercelah. Lelaki itu menatap sepasang netra dara bergantian.

"Siapa cowok itu? Lo suka sama dia?" tanya jave serius.

Dara kembali menghela nafas, sambil membuang pandangan kearah lain dan ingin melepaskan sedikit cengkeraman tangan jave dari pergelangan tangannya namun lelaki itu semakin mempereratnya.

"Namanya zian. Dia bantuin gue promosiin jasa desain gue ke temen temennya" jelas dara.

"Kenapa lo gak minta bantuan gue? Gue juga bisa..." Jave tak melanjutkan perkataannya.

Perlahan dia melepas cengkeramannya, dan tertunduk.

"Jave, udah ya. Gue gak mau bahas ini lagi. Lo gak usah mikir aneh aneh. Lo gak kasian sama jeanny? Dia khawatir tiap lo kaya gini"

Jave masih bergeming, enggan kembali menatap dara. Gadis itu perlahan mengangkat dagunya, mensejajarkan pandangan mereka.

"Masih banyak orang yang sayang sama lo. Gue mau lo jangan kaya gini lagi ya?"

Jave memeluk dara, mendekap gadis itu cukup erat. Dia selalu menemukan ketenangan tiap melakukan hal itu.

Dara membiarkan jave seperti itu, beberapa menit hingga akhirnya lelaki itu menuruti perkataannya untuk terpejam.

Setelah memastikan jave sudah tidur, dara kembali keluar menuruni tangga.

Dibawah sana, wanita tua tadi menunggnya diruang tamu.

"Bi. Aku pulang dulu ya. Kalo ada apa apa kabarin aja" ucap dara sembari mengusap lengan bi yati.

Wanita itu tersenyum lega, berulangkali mengucapkan terima kasih padanya.

Setelah berpamitan, dara kembali menaiki taxi, pulang kerumahnya.

Saat baru saja turun, dari jarak agak jauh dia melihat dean tengah duduk setengah bersandar di mobilnya.

"Apalagi kali ini?" batin dara.

Dean yang melihatnya, bergegas menghampiri dara yang juga tengah berjalan kearahnya.

Tiap kali berhasil menenangkan jave, tenaganya seolah terkuras habis. Dara ingin cepat masuk dan beristirahat. Namun kini, dean sudah berdiri dihadapannya.

"Lo darimana ra?" tanya dean.

Dara bergeming sesaat, menghela nafas pelan.

"Ada apa zian? Kalo lo mau bahas desain lain kali aja ya, gue ngantuk" balas dara datar.

Saat akan membuka gerbang halaman rumahnya, langkahnya terhenti.

"Itu tangan lo kenapa?" tanya dean, melirik telapak tangan kiri dara yang terbalut sedikit perban.

Dara mematung saat dean perlahan mendekat padanya. Pandangan lelaki itu masih tertuju pada telapak tangannya.

"Ini kenapa?" tanya dean serius beralih menatap wajah dara.

"Oh ini kemaren gue.." dara belum sempat melanjutkan perkataannya.

"Ini luka baru" potong dean.

"Jujur sama gue ra, lo kemana?" dean maju selangkah, membuat jarak keduanya sangat dekat.

Dara tertegun, menatap paras tegas dean yang tampak jelas dibawah sorot cahaya lampu cukup terang didepan rumahnya.

Dean sedikit membungkuk, mensejajarkan pandangan mereka.

"Dia ngelukain lo?" tanya dean sembari melirik sejenak tangan gadis itu.

Dara mematung. Paras nyaris sempurna yang lekat menatapnya itu, membuat debar kencang di dalam dadanya. Batinnya terus merutuki dirinya sendiri dengan reaksi tubuhnya yang mendadak aneh.

Dara terpaku pada netra indah milik dean yang semakin dalam menatapnya. Dia tak berkutik, kala dean memojokkan dirinya di sisi pagar, dengan tatapan tajamnya yang menurutnya berbeda dengan milik jave. Ditengah keheningan situasi malam itu, mereka tampak hanya berdua didepan sana.

Didalam sana, jantungnya berdegup semakin tak beraturan. Keduanya saling lekat menatap, hampir tak berkedip.

"Dara?" panggil dean.

Suara itu membuatnya tersadar. Dara refleks menggeleng, menjauhkan wajahnya dan mundur beberapa langkah.

"Gue kedalem dulu ya, udah ngantuk banget" dara buru buru membuka pagar, berjalan cepat masuk kedalam rumahnya.

Dean yang masih berdiri disana, kedua tangannya sudah mengepal erat.