webnovel

Psycho (18+)

"Lo cantik banget" ucap lelaki yang masih menyudutkannya di dinding itu.

Dara hanya bisa menggeleng tanpa suara. Saat lelaki itu berulangkali membisikkan kata kata yang berhasil membuat sekujur tubuhnya meremang.

Lelaki itu masih betah mengendus aroma floral di lehernya, hingga sudah beberapa kissmark dia tinggalkan disana. Meskipun kepala dara terus bergerak gelisah, dia sama sekali tak terganggu.

Dara bisa bernafas lega sejenak saat lelaki itu mendadak mundur beberapa langkah, berdiri dibawah sinar cahaya redup dari lampu kecil yang menjadi satu satunya penerang didalam tempat itu.

Lelaki itu lalu perlahan membuka pakaian atasnya dan bertelanjang dada. Dara sejenak terkesiap melihat tubuh bak atletis dan dada bidang itu, yang membuat siapapun wanita mungkin akan sangat ingin bersandar disana.

Meski mengenakan masker, dara yakin lelaki itu masih tampak muda jika hanya mendengar dari suaranya. Mungkin seusianya atau lebih beberapa tahun diatasnya.

Jantungnya kembali berdetak kencang, kala lelaki itu perlahan menghampirinya. Seperti tadi, tatapannya tak lepas memandang wajah tegang dara yang seolah membangkitkan gairahnya.

Dara kembali merasakan jemari lelaki itu bermain main pada wajahnya. Sentuhan lembut yang perlahan mengusap pipinya bergantian, dan juga bibir mungilnya yang terasa berat mengeluarkan suara.

"Ayo kita bikin baby, anak kita pasti cakep. Gue bakal tanggungjawab" ucap lelaki itu sambil menurunkan maskernya ke dagu.

Deg! Perkataan itu membuat sekujur tubuh dara kaku, menatap tak percaya pada wajah yang tak sepenuhnya bisa dia lihat dengan jelas itu. Terlebih, deru nafas lelaki itu berhembus kewajahnya lebih cepat dari sebelumnya.

"Gue udah gak tahan. Kita pemanasan dulu ya" ucapnya.

Tanpa persetujuan gadis itu, satu tangannya beralih menekan perlahan tengkuk dara dan menempelkan bibir mereka. Dan satu lagi dia letakkan dipinggang gadis itu, menarik tubuh dara agar menempel sempurna padanya.

Dara dibuat tak berkutik. Melawan pun percuma. Karena sejak tadi dia juga tak berhasil meloloskan diri, apalagi berteriak meminta tolong berharap ada seseorang diluar sana yang akan menemukan dan membawanya pergi. Nyatanya dia terjebak di tempat itu yang hanyalah sebuah gudang kosong, jauh dari pemukiman warga. Sepi.

Bahkan dia tak masalah, dara tak mau membuka mulutnya. Setelah mendiamkan bibir mereka menempel seperti itu beberapa saat, lelaki itu kembali menatapnya, dengan nafas setengah memburu. Kabut gairah yang mulai memuncak perlahan menguasai setengah dirinya.

Beralih mendekap dara cukup erat, dia bisa merasakan dua gunung kembar gadis itu menekan dada bidangnya.

"Mmhh, nyaman banget" lenguhnya sembari menggerak gerakkan pelan kepalanya dibelakang bahu dara.

Setelah cukup puas, dia kembali menatap dara sambil menangkup wajahnya.

"Jangan takut, lo bakal jadi milik gue. Setelah ini, kita bakal terikat, selamanya" ucapnya tersenyum lebar.

"T-tolong le-lepasin g-gue" pinta dara dengan suara setengah gemetar.

Dara merasa geli bercampur takut, saat jemari lelaki itu menyentuh kedua lengannya, perlahan turun menyentuh cup bra miliknya yang masih terbalut tanktop.

"Pas sama tangan gue" ucap lelaki itu.

"Atau kita lakuin sekarang aja?" tambahnya.

Dara menggeleng dengan airmata yang mulai menetes deras. Semua kemungkinan buruk yang akan terjadi terus mengisi kepalanya. Bagaimana dia bisa berfikiran positif disaat seperti ini?

"Akhhh" rintih dara memegangi dada, saat mendadak merasakan sesuatu yang seolah menekan jantungnya.

Tadinya lelaki itu berpikir dara hanya beralasan agar membuatnya iba, namun melihat gadis itu meringis tanpa jeda membuatnya setengah panik.

"Sorry, gue bikin lo takut? Gue janji bakal pelan pelan" ucapnya lembut.

Setelah sesak didadanya perlahan mereda, dara memberanikan diri menatap kembali wajah lelaki yang hampir tak berjarak itu.

"Maaf gue harus kaya gini. Gue suka sama lo, amandara. Gak ada yang boleh milikin lo selain gue, dan caranya cuma ini. Lo harus hamil anak gue" jelasnya.

Dara merasakan sesuatu seperti benda tajam menusuk ulu hatinya. Sepenuhnya bingung, mengapa lelaki itu mengenalnya. Terlebih perkataannya barusan, membuatnya seakan sulit bernafas.

"Gue cuma mau lo. Kita tinggal bareng, ngebesarin anak kita sama sama" ucapnya lagi.

Seharusnya dara merasa sangat ketakutan mendengar hal itu. Namun, anehnya ucapan lelaki itu seolah terdengar tulus dan sedikit menyentuh perasaannya. Sejenak dia merasa tenang, saat lelaki itu menggenggam kedua tangannya dibawah sana dan menatapnya lekat.

"Apa ini? Kenapa gue gak bisa benci sama cowok ini?" batinnya.

Lelaki itu kembali mendekapnya, membenamkan wajah dibelakang bahunya.

"Maaf, gue harus pake cara ini. Gue bener bener sayang sama lo, amandara"

Dara tersadar, refleks mendorong sekuat tenaga tubuh lelaki itu menjauh darinya. Hampir saja dia tersungkur jatuh kelantai jika tak berpegangan pada meja disamping mereka.

Perlakuan gadis itu, berhasil menyulut amarahnya. Lantas dia menarik tangan dara, melempar gadis itu ke sofa dan mengukungnya.

"Kalo lo mau selamat keluar dari sini, ikutin kemauan gue. Atau lo gak pernah lagi ketemu sama keluarga lo" ancamnya.

Sesaat kemudian dia kembali berdiri dan berusaha meredam emosinya sendiri. Dara yang masih setengah berbaring, perlahan beranjak menatap penuh takut punggung lelaki itu.

"Sorry, gue gak sengaja. Maaf, gue cuma mau kita punya baby"

Dia kembali berbalik menatap dara, merengkuh kedua lengan gadis itu berusaha membuatnya luluh. Lalu mengangkat kedua lengan baju dara lagi, menutup dada gadis itu yang setengah terekspos karena ulahnya.

"Gue cuma mau lo ikutin kemauan gue aja. Abis itu lo boleh keluar dari sini. Maaf kalo gue keterlaluan tadi"

Dara pasrah, meski wajahnya terus menatap penuh memohon. Rasanya dia akan sulit lolos dan membiarkan lelaki itu melakukan apa yang diinginkan. Karna saat ini, wajah dan lehernya kembali disentuh lembut oleh bibir lelaki yang berniat akan melecehkannya lebih dari ini.

Tangisnya tentu tak mereda. Airmatanya terus menetes, membasahi punggung lelaki yang kembali mendekapnya erat. Seolah tak terganggu, lelaki itu tampak sangat menikmati apa yang dilakukan. Mengecup wajah dan leher dara berulangkali, sambil mencengkeram kedua pinggang gadis itu.

Sekujur tubuh dara terasa benar benar tak bertenaga, bahkan untuk sekedar mendorong kembali lelaki itu agar menghentikan kegiatannya. Pikirannya terus menerka siapa lelaki itu, namun tak juga bisa terjawab.

"Gue udah gak tahan, kita pemanasan dulu atau langsung aja" tanya lelaki itu menatap lekat dara.

Gadis itu hanya bisa merasakan sedikit pening dikepala, dengan tubuh yang hampir ambruk jika saja lelaki itu tak menahannya. Dara terus memaksakan diri tetap sadar, agar setidaknya dia bisa mengulur waktu menunggu keajaiban datang menolongnya keluar.

"L-lo siapa? Kenapa lo tau nama gue?"

Dara memberanikan diri bertanya, meski ragu lelaki itu akan menjawabnya. Sorot tatapan tulus yang sempat dia lihat dalam gelap tadi, mendadak kembali menatapnya tajam.