webnovel

Penenang

Setibanya dirumah jave, dara langsung masuk kedalam dan menaiki tangga menuju kamar lelaki itu. Entah yang keberapa kali dia melihat kekacauan yang dibuat oleh lelaki yang masih duduk dengan wajah tertunduk itu. Perlahan dia melewati lantai yang berserakan pecahan kaca dengan hati hati.

Dara lalu duduk sejajar dengan lelaki itu. Dia merengkuh kedua lengan jave agar dia mengangkat wajahnya. Namun yang dilakukan lelaki itu sungguh diluar dugaannya.

Jave beranjak dan mengunci pintu kamarnya dari dalam. Dia tak peduli jean berteriak diluar sambil menggedor pintu kamarnya.

"Gue baik baik aja jean" seru dara dari dalam walaupun dia sendiri merasa was was entah apa yang akan lelaki dihadapannya kini itu, akan lakukan.

"Jave" ucapnya lirih.

Lelaki itu terus berjalan mendekatinya, membuat dara perlahan berjalan mundur dengan raut wajah setengah ketakutan. Jave menghentikan langkahnya saat gadis dihadapannya itu kini sudah tersudut di dinding.

"Jave, tenang ya. Gue udah disini" dara masih terus berusaha membujuk lelaki yang menatapnya tajam itu. Dia melirik sejenak darah segar yang masih menetes dari tangan kanan jave.

"Kita obatin tangan lo ya" tambahnya lagi tersenyum getir.

Namun jave dengan cepat menghentakkan kasar tangannya ke dinding, tepat disamping atas kepala gadis dihadapannya itu membuat dara refleks memejamkan matanya ketakutan.

"Lo itu cuma milik gue" ucapnya tersenyum smirk.

Dara menelan salivanya kasar. Dia menatap kedua netra tajam lelaki itu secara bergantian. Jave merengkuh kedua lengannya, dan mendorong tubuhnya kasar agar duduk diatas ranjang besar disamping mereka.

"Akhh" dara membatin berusaha menahan sedikit sesak didalam dadanya yang mendadak muncul. Lelaki itu perlahan membaringkan tubuhnya.

"Lo mau ngapain?" tanya dara setengah gemetar.

Dia sengaja berkata lirih agar jeanny yang berada diluar tak khawatir. Namun saat tangannya hendak mendorong dada bidang jave yang perlahan mendekat padanya, dengan cepat tangan lelaki itu mengunci celah celah jemari gadis yang berada dibawahnya dengan jemarinya juga, membuatnya tak bisa melawan.

Saat itu juga, airmata dara luruh membasahi pipi mulusnya. Dia terus memohon agar lelaki itu tak berbuat apapun padanya. Gadis itu menangis lirih. Membuat jave langsung tersadar dan merengkuh tubuh dara kembali duduk. Dia memeluk gadis itu dan berusha menenangkannya.

"Maaf, maafin gue. Gue gak bermaksud" jave terus mengusap punggungnya yang masih terisak lirih.

Namun tangisan dara tak juga berhenti. Gadis itu semakin menangis sesegukan meski dalam lirih. Jave lalu menangkup kedua pipinya dan mengusap air matanya. Tetap saja, hal itu tak bisa menghentikan air mata gadis dihadapannya itu yang semakin deras.

Dara merasakan sesak yang sangat mencengkeram didadanya. Dia kesulitan bernafas. Kepalanya terasa begitu berat dan tak bisa melihat apapun sampai akhirnya dia pingsan dipelukan lelaki itu.

"Ra, ra" jave menepuk pelan pipi gadis itu namun dia tak juga bangun.

Jave membuka pintu dan mendapati jeanny masih berdiri diluar.

"Jean tolong, dara pingsan" ucapnya panik.

"Hah?" Jeanny terbelalak dan langsung menerobos masuk.

"Lo apain jave?" Tanya jeanny setengah marah.

Jave tak menggubrisnya. Dia langsung menggendong tubuh dara keluar dari kamar dan perlahan menuruni tangga dengan hati hati.

Dean yang masih berada disana, melihat jave yang menggendong dara dan dimasukkan kedalam mobil jeanny. Kedua orang itu langsung masuk kedalam mobil dan buru buru mengendarainya pergi dari sana.

Tanpa pikir panjang lagi dean mengikuti mobil itu. Dia merasa sangat cemas pada dara yang tampak seperti orang pingsan saat digendong oleh jave tadi. Tak terbesit rasa cemburu saat ini dihatinya melihat hal itu. Dia lebih cemas pada gadis itu.

"Sumpah ya jave, lo ngapain sih? Kenapa dara bisa pingsan?" Oceh jean cemas didalam mobil sembari terus melirik dara yang berbaring dikursi penumpang.

"Lo bisa diem dulu gak? Dan satu lagi, lo jangan kasihtau tante kiana dulu. Bilang aja dara nginep rumah lo" tegas jave.

Dengan perasaan marah, jeanny terpaksa menuruti perkataan lelaki disampingnya itu sambil menoleh kembali kearah dara dengan mata berkaca kaca. Dia merasa bersalah pada gadis itu.

Mereka tiba dirumah sakit tempatnya pernah dirawat disana. Jave turun dari mobil, dan langsung kembali menggendong dara keluar lalu berjalan cepat masuk kedalam gedung rumah sakit itu. Jeanny mengikutinya dari belakang.

Dean yang juga baru tiba dibelakang, sengaja memarkirkan mobilnya agak jauh. Lalu turun dan mengikuti mereka kedalam.

Dia mengintip dari balik dinding, seperti yang dilakukannya kemarin. Kedua orang itu menunggu diluar dengan cemas, melihat dara yang sedang ditangani oleh dokter dari balik pintu dengan kaca transparan kecil.

Jave duduk dikursi, tertunduk memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Sementara jeanny hanya berdiri mondar mandir sembari menggigit satu kuku ibu jarinya. Mereka tampak sangat cemas.

"Apa yang sebenernya lo lakuin jave? Please kasih tau gue" desak jeanny.

Jeanny setengah berjongkok didepan lelaki itu, yang terus menunduk.

"Gue gak mukul dara, jean. Sumpah"

Dean mengepal erat kedua telapak tangannya. Dia hendak menghampiri kedua orang itu namun berusaha ditahannya, saat melihat seorang dokter baru saja keluar dari dalam ruangan itu, berbicara kepada mereka. Sialnya dia tak bisa mendengar percakapan mereka.

Akhirnya dean memutuskan untuk keluar dari sana dan menunggu didalam mobilnya.

"Jave, lo pulang dulu. Gue gak mau kalo nanti dara bangun, dia takut liat lo" bujuk jean.

"Tapi..." jave menoleh kedalam pada dara yang masih belum sadar.

"Please jave, jangan egois dulu" pinta jean.

Dengan berat hati, jave berbalik dan perlahan berjalan menyusuri koridor keluar dari sana.

Dean yang sedang diam berfikir didalam mobilnya, melihat jave baru saja keluar dari sana, lalu masuk ke mobil jeanny, mengendarainya pergi. Hal itu memberi peluang untuknya yang kembali turun dari mobilnya dan masuk lagi kedalam.

Jeanny yang baru saja keluar dari dalam ruangan, dan hendak melangkah pergi ke kantin, langkahnya terhenti karena dean memanggilnya sambil berjalan menghampirinya.

Gadis itu menatap lelaki yang kini berdiri dihadapannya, keheranan.

"Gue mau masuk" ucap dean.

"Lo? Kok?" Jeanny masih bingung.

"Lo pasti udah tau kan tentang gue sama dara?" tanya dean.

Jeanny menghela nafas. Dia terdiam sejenak. Namun akhirnya dia membiarkan lelaki itu menjenguk dara. Dia memperhatikan sebentar gerak gerik lelaki itu didalam sana, hingga akhirnya dia mempercayainya dan kembali melanjutkan langkahnya.

Dean duduk dikursi sisi ranjang memandangi gadis itu, yang masih terpejam. Perlahan, satu tangannya memegang punggung tangan dara yang terpasang selang infus.

"Ra, bangun dong. Gue disini" ucapnya sendu.

Melihat dara seperti itu, membuat batinnya agak sesak. Tiba tiba dara bergerak sedikit gelisah dalam tidurnya dan jemarinya mencengkeram erat tangan lelaki itu. Dean setengah berdiri mendekat pada wajah dara dan satu tangannya perlahan mengusap kening gadis itu, membuatnya tenang kembali.

Dia menatap lekat gadis itu cukup lama, dan perlahan bibirnya semakin mendekat pada wajah gadis itu, lalu mengecup lembut keningnya.

Hal itu ternyata diperhatikan jeanny sejak tadi dari luar pintu. Tanpa sadar, dia tersenyum melihatnya.