webnovel

Dark side

Malam itu, dara duduk bersandar menatap kosong keluar jendela. Gadis itu mula bosan berada disana, ditambah bau obat obatan yang menyeruak ke rongga hidungnya membuatnya agak mual. Hanya terdengar sayup sayup kendaraan dari luar jalan raya dibawah sana saling bersahutan, karena ruangan itu berada dilantai tiga.

Ponselnya masih disimpan dean, sengaja tak diberikan padanya karna khawatir lelaki itu akan menghubungi dara saat kondisinya belum sepenuhnya membaik.

Krek! Derit suara pintu dibuka, namun dara enggan menoleh. Dia merasa setengah kesal pada dean, karena belum diizinkan pulang.

Dean memperhatikan sejenak gadis itu, sembari tersenyum kecil sebelum menghampirinya.

"Gue bawain ini buat lo" ucapnya.

Dean menyodorkan sebuah sketchbook, lengkap dengan peralatan menggambar. Namun dara masih enggan melihatnya. Lelaki itu berpindah menghalangi pandangannya.

"Lo masih marah sama gue, hm?" tanya dean, mensejajarkan pandangan mereka.

Dara tertegun, terlebih saat dean mengusap perlahan puncak kepalanya.

"Gue minta maaf ya" tambahnya lagi.

Dara menelan saliva, refleks menoleh kearah lain dan membuat dean kembali menggoreskan senyum tipis melihat ekspresi gugup gadis itu.

Dean kembali menegakkan punggungnya lalu meletakkan sketchbook itu diatas meja.

"Kalo lo masih marah sama gue, yaudah gue keluar dulu ya" ucap dean.

Tak mendapat respon lagi, dean berjalan keluar kembali memberikan dara waktu, agar memaafkan dirinya.

Dean berfikir, dara pasti sangat kesal padanya saat ini karena masih menahannya tetap dirumah sakit hingga benar benar pulih. Namun, dia merasa lebih baik menahan kekesalan gadis itu padanya daripada harus melihatnya kesakitan lagi.

"Lo berdua kabarin gue kalo tuh bajingan muncul" tegas dean menatap tajam bergantian kedua lelaki dihadapannya.

"Siap bro, asal lancar tfan lo, hehe" kekeh karel.

"Ck duit aja pikiran lo" sinis aryo.

"Lo juga sama aja ya anj" balas karel.

Dean berbalik meninggalkan keduanya menuju parkiran.

Sementara jave masih gelisah didalam kamarnya. Berulang kali dia duduk dan berdiri, sambil berfikir bagaimana caranya menemui dara.

"Lo mikir apa? Mau nemuin dara lagi?"

Suara itu membuatnya agak kaget. Jeanny yang entah sejak kapan sudah berdiri didepan pintu kamarnya, melipat kedua tangan didada. Gadis itu menghampirinya dan duduk disampingnya.

"Udah lah jave, lo bisa gak sih gak egois dulu, hah? Lo pikirin dara juga dong. Kasihan dia" oceh jeanny kesal.

Jave hanya bergeming. Tak ada satupun perkataan jeanny yang menembus pikiran dan hatinya. Isi kepalanya berkecamuk, serta panas dan sesak didalama dadanya juga belum reda sejak kemarin, tiap kali teringat betapa bodohnya dirinya yang terlambat menyadari kedekatan dean dan dara.

"Anjir gue dicuekin terus" protes jeanny.

Gadis itu memilih beranjak keluar, dan jave tetap tak menoleh padanya sedikitpun.

[RS]

Kini dara tengah menggambar di sketchbook pemberian dean tadi. Namun entah kenapa dia malah menggambar wajah lelaki itu dan baru menyadarinya setelah selesai.

Dara refleks melempar asal sketchbook itu ke sampingnya lalu menyandarkan punggungnya kembali.

"Ck gue mikirin apaansih" gerutunya sambil memukul pelan kepalanya.

"Pokoknya besok gue harus keluar dari sini"

Sementara itu, diluar karel dan aryo masih duduk menunggu dean datang kembali.

"Bosen banget gue disini, mana laper banget" gerutu karel sembari memegangi perutnya.

"Kalo kita kekantin dulu, kaga apa lah" sahut aryo.

Karel berfikir sejenak, hingga akhirnya menyetujui usul temannya itu. Lelaki itu beranjak, mengintip sejenak kedalam sana lalu mereka berjalan pergi dari sana.

Sesaat setelah keduanya pergi, jave muncul. Lelaki itu tersenyum miring, melihat dara tengah sendirian didalam sana. Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung masuk.

Dara tercekat saat melihat lelaki itu sudah berada didalam, tengah menutup pintu. Gadis itu buru buru menutup kembali sketchbook tadi, dan menyembunyikan nya dibelakang punggungnya.

Jave berjalan menghampirinya. Dara berusaha menyembunyikan rasa takutnya, karena tak ada siapapun disana selain mereka berdua.

Lelaki itu menyadari raut wajah dara yang tampak gugup dan pucat.

"Lo setakut ini ketemu gue?" ucap jave sembari mendekat ke wajah gadis itu.

Dara menggeleng pelan. Jave kembali menjauhkan wajahnya lalu memperhatikan sekelilingnya.

"Lo suka disini? Seinget gue waktu itu lo benci tempat kaya gini" ucap jave.

"Lo mau apa?" tanya dara.

Jave tersenyum smirk. Dia merasa gadis dihadapannya pasti sudah tau jawabannya. Dia lalu meraih punggung tangan dara, dan mengusapnya pelan.

"Lo tau kan, gue cuma mau lo. You're mine" ucapnya.

Dara menarik pelan tangannya. Ucapan lelaki itu mendadak membuatnya agak merinding. Dia sering melihat senyum jave yang seperti itu, namun kali ini dara merasa berbeda.

"Gue gak mau bahas itu jave" ketus dara.

Jave menatap tajam gadis itu sambil berdecih.

"Jangan deket sama dia lagi" tegasnya.

Dara bergeming. Dia menoleh kesamping, enggan menanggapi perkataan lelaki dihadapannya. Namun jave perlahan kembali mendekatkan wajahnya sambil memejam, menghirup aroma tubuh gadis itu, membuat dara refleks sedikit memundurkan tubuhnya dan membuat lelaki itu kembali membuka matanya.

"Kenapa?" tanya jave menatap netra dara secara bergantian.

"Lo biasanya gak gini" ucapnya lagi.

Kedua tangan dara mendorong perlahan dada lelaki itu agar menjauh. Namun satu tangan jave menahan tangannya sambil tersenyum miring.

"Tolong jave, gue gak nyaman kalo gini" ucap dara masih berusaha melepaskan tangannya.

Jave menatapnya tajam, dan mendekatkan mulutnya pada telinga dara.

"You're mine" bisik jave.

Satu tangan dara mencengkeram ujung selimut. Mendengar perkataan jave, membuat aliran darahnya mendadak berdesir cepat.

"Lo kenapa jadi takut sama gue gini?" tanya jave.

"G-gue gak takut, gue cuma kurang nyaman jave" jawab dara gugup.

Jave perlahan merapikan beberapa helai rambut dara dan menyelipkan ke belakang telinga gadis itu.

"Kenapa gue baru tau lo deket sama brengsek itu, ra. Gue gak suka" ucap jave perlahan berkata lembut.

Dara memberanikan diri menatap netra jave. Perasaannya mulai luluh. Dia bisa membaca ketulusan dimata jave saat menatapnya lekat seperti itu.

Saat jave seperti itu, rasa takutnya tadi berangsur menghilang. Lelaki itu masih menatap lekat wajahnya. Nafasnya juga berhembus kencang ke wajah dara. Namun tak seperti kemarin, dara tak lagi merasakan degup memburu jantungnya tiap lelaki itu berada diposisi sedekat itu dengannya.

"Gue gak bakal biarin dia bisa milikin lo"

Perkataan itu menyadarkan dara. Dia kembali memberontak melepaskan tangannya yang masih dicengkeram oleh jave. Sepasang netra yang menghilangkan rasa takutnya tadi, mendadak berubah kembali tajam menatapnya.

Dara lupa, lelaki itu memang seharusnya seperti ini. Sifatnya yang berubah ubah bukan hal yang baru lagi untuknya. Sambil berharap cemas dean akan segera muncul, dara terus berusaha memalingkan wajahnya, meski lelaki itu terus menatap lekat padanya.