webnovel

Black Mask

Dara menangis sejadi jadinya saat lelaki itu berhasil membuka satu kancing atas bajunya, saat akan membuka kancing selanjutnya pandangannya beralih kebawah.

Tangannya perlahan mengangkat ujung dress yang gadis itu kenakan hingga hampir setengah tubuhnya dan memperlihatkan dalaman bawah yang dia kenakan.

Dara terus memohon padanya sambil terisak agar dirinya dilepaskan. Namun pria itu tetap mengabaikannya.

Dara mulai merasa sekujur tubuhnya lemas, karena terus menangis dan meronta. Tenaganya seolah terkuras habis hanya untuk melawan lelaki yang bahkan tenaganya berkali lipat lebih kuat darinya itu.

Dara mengecilkan suara tangisnya saat lelaki itu kembali menatapnya tajam. Satu tangannya membungkam mulut gadis itu. Dan satu tangannya lagi mengusap perlahan paha mulusnya.

Deg! Dara kembali terbangun ditengah malam itu dengan nafas memburu dan cucuran keringat dikedua pelipisnya. Dia memegangi dadanya yang sakit. Mengatur nafasnya yang naik turun agar normal kembali. Lalu tangannya meraih remote untuk menaikkan suhu AC dikamarnya.

Dara mulai merasa putus asa. Terkadang dia merasa sangat frustasi sampai ingin bunuh diri. Tapi jika mengingat ibu dan adiknya, dia mencoba bangkit dan melupakan sejenak masa kelamnya itu.

Keesokan harinya..

Dean menunggu karel diparkiran siang itu. Dia akan mengajak karel ke cafe deluxe. Namun, yang muncul malah orang yang dia benci.

"Hai babe, gue boleh nebeng lo gak? Mobil gue lagi dibengkel nih" pinta mella memelas.

"Gak" tegas dean.

Mella mencebikkan bibirnya dan mendekat. Ujung jarinya perlahan menyentuh dada bidang lelaki dihadapannya itu yang terbalut kaos putih.

Dean menyingkirkan tangannya dengan kasar membuat gadis itu hampir saja tersungkur ke aspal.

"Lo kok kasar banget sih sama gue" protesnya kesal.

Karel pun datang menghampiri keduanya.

"Eh ada neng mella. Mau abang anterin pulang ya?" ucap karel sambil tersenyum menggoda.

Mella memutar bolanya malas sambil berdecak kesal dan pergi meninggalkan kedua lelaki itu.

Karel tertawa puas melihat mella pergi. Dia memang sengaja sering menggoda gadis itu agar berhenti mengganggu dean.

Mereka lalu masuk kedalam mobil dan mengendarainya pergi.

Sesampainya didepan cafe, tanpa berlama lagi karel buru buru masuk kedalam untuk memesan makanan, sementara dean yang berjalan santai dibelakangnya hanya geleng geleng kepala melihat tingkahnya.

Sementara karel yang kini sedang melahap nasi goreng favoritnya, dean sesekali menyesap kopinya sambil mengamati florist di seberang. Setelah hampir satu jam menunggu, dia tak melihat gadis itu sekali saja keluar dari dalam sana.

"Rel, lo tunggu sini. Gue ke depan sebentar" ucapnya beranjak dan berjalan keluar dari cafe.

Karel yang kini sudah mengerti, hanya manggut manggut saja, menikmati makanannya.

Dean masuk kedalam florist, sambil berpura pura melihat lihat bouqet yang tertata didalam almari kaca.

Dara yang kebetulan agak senggang langsung menghampiri dean.

"Gue mau cari bouqet buat nyokap" ucap dean.

"Hmm buat nyokap lo..." dara mengulum bibir sembari mengamati beberapa bouqet.

"Nah ini aja. Biasa ibu ibu itu sukanya sama mawar" tambahnya lagi sambil menunjuk sebuah bouqet berukuran cukup besar.

Bukannya memperhatikan arah telunjuk gadis itu, dean malah fokus pada wajah dara.

Lelaki itu tak menyadari sejak tadi Gian memperhatikan mereka. Senyum tipis tergores dibibirnya melihat tatapan dean pada gadis itu.

Dara lalu mengeluarkan bouqet pilihan nya, dan mengarahkan lelaki itu untuk mengikutinya kekasir.

"Nanti malem, lo sibuk gak?" tanya dean spontan.

Dara berfikir sejenak, lalu menggeleng pelan sembari menyodorkan paper bag berisi bouqrt mawar pada lelaki dihadapannya.

"Gak sih, kenapa?" tanya dara.

"Bisa keluar gak? Gue mau bahas desain sekalian" dean menyodorkan selembar uang.

Lagi, pertanyaan itu lolos dari mulutnya. Bahkan dia tak merencanakan hal ini tadinya.

"Boleh" jawab dara sembari tersenyum tipis.

Tak berapa lama, dean kembali kedalam cafe. Berjalan menghampiri karel yang masih duduk disana, dengan mata berbinar dan senyum lebar.

Melihat itu, karel sudah tak heran lagi. Semua rasa penasarannya sudah terjawab kemarin. Dia turut senang jika temannya itu bahagia.

Sore ini dara menepati janjinya untuk datang ke rumah sakit menjenguk jave lagi.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, dia langsung masuk kedalam taksi yang sudah tiba didepan florist.

Saat menyusuri lorong menuju ruangan tempat jave dirawat, tak sengaja dia menabrak seseorang yang sedang berjalan terburu buru.

Tubuhnya akan jatuh, namun orang itu dengan cepat merengkuhnya. Matanya yang sempat terpejam tadi kini dibukanya perlahan. Dia lalu mendongak.

Glekkk! Seorang lelaki yang berhadapan dengannya saat ini, memakai masker hitam dan topi. Posisi mereka sangat dekat, hingga dara bisa melihat dengan jelas kedua sorot matanya.

Dara refleks menarik tangannya, dan bergegas melanjutkan langkahnya. Beberapa langkah lagi dia akan tiba diruangan jave, namun dia memilih berhenti sejenak. Mengatur nafasnya yang tersengal karena menghindari lelaki tadi.

Dengan nafas masih setengah memburu gadis itu perlahan melanjutkan langkahnya menuju ruangan jave.

Sesampainya didepan ruangan jave, dara menghela nafas beberapa kali sebelum akhirnya masuk kedalam.

Dara buru buru duduk di sofa, di samping jeanny membuat kedua orang itu memandangnya heran.

"Lo kenapa ra? Sakit?" tanya jean setengah cemas, melihat wajah dara yang tampak agak pucat.

Dara tak bisa menjawabnya. Saat ini rasanya tak ada udara segar disekitarnya. Dadanya masih terasa sedikit sakit. Jave yang ingin beranjak dari ranjangnya dan menghampirinya, ditahan oleh jeanny.

"Nih minum dulu" Jeanny menyodorkan segelas air putih dan dara langsung menenggaknya sampai habis.

Setelah cukup tenang, dara perlahan berdiri dan menghampiri jave yang sejak tadi cemas dengan dirinya.

"Gue gapapa jave" ucapnya mencoba menenangkan lelaki itu yang kini tangannya menangkup wajah dara.

"Lo pucet gini. Lo abis ngapain?" tanya jave.

Dara menggeleng sembari tersenyum agar lelaki itu berhenti mencemaskannya. Namun dia berbohong. Karena saat ini jantungnya berdebar kencang karena masih setengah takut.

Jave langsung memeluk gadis itu, membuat dara tertegun. Dia bisa merasakan debar didalam dada gadis itu seolah takut akan sesuatu.

Jave mengeratkan pelukannya sembari mengusap punggung dara. Gadis itu membiarkan lelaki itu melakukannya, karena ternyata bisa sedikit membuatnya tenang.

Setelah melepas pelukannya, jave menatap lekat wajah dara. Wajah pucatnya hilang. Dia ingin gadis itu terbuka padanya, namun juga tak ingin egois memaksanya. Jave merasa dara sangat tertekan saat ini, entah apa penyebabnya.

Tak berapa lama dara berpamitan. Awalnya jave menahannya agar tetap tinggal. Melihat keadaan gadis itu, dia tak bisa membiarkannya pergi. Namun setelah ditengahi oleh jean, akhirnya dia terpaksa membiarkannya pergi.

Jean keluar mengantar dara. Setelah taksi yang dipesannya datang, gadis itu hendak masuk kedalam.

"Ra lo yakin gapapa? Kalo ada apa apa kabarin gue ya?" pinta jean.

"Iya jean, lo jangan khawatir. Gue duluan ya" dara lalu masuk kedalam taksi.

Jeanny masih penasaran. Sejujurnya dia merasa sangat cemas saat ini. Dia sudah berteman lama dengan gadis itu, dia merasa dara tengah menyembunyikan sesuatu yang membuatnya tampak seperti tadi.

Sesampainya dirumah, dara langsung mencari obat penenangnya didalam laci dan menelannya bersama segelas air putih.

Setelah beberapa menit terdiam dipinggir ranjang gadis itu mandi dan bersiap siap untuk pergi bersama dean satu jam lagi.

Setelah satu jam berlalu, sebuah mobil terdengar berhenti didepan rumahnya. Gadis itu mengintip dari balkon kamarnya dan benar saja lelaki itu kini sudah dibawah menjemputnya.

Dara bergegas menghampiri lelaki itu. Dean memandang gadis yang berjalan kearahnya itu tanpa berkedip. Dengan memakai cardigan crop dengan dalaman kaos putih dan bawahan rok bronze selutut membuatnya tampak sangat cantik ditambah rambutnya yang ikal digerai dan ditata rapi kebelakang.

"Kita mau kemana" Suara itu menyadarkan dean. Gadis itu kini sudah berdiri dihadapannya.

"Gimana kalo cafe?" tanya dean.

"Oke boleh"

Mereka masuk kedalam mobil dan pergi.