webnovel

Dulunya Teman pt. 2

"Cilup... Ba... pagi Kak Dzeko, puing... puing...". Dzeko hampir saja terkena serangan jantung kala sosok Baby dengan bandana telinga kucingnya tiba-tiba muncul dari balik pintu. Dzeko kira tadi ondel-ondel, adik tiri Aluna itu memang kerap tebar pesona padanya. Dzeko peka kok kalau perempuan itu naksir padanya. "Oh hai, kemarin pakai bandana kodok, sekarang kucing, besok pasti monyet". Tebak Dzeko dengan nada mengejek. Baby langsung manyun, kok jadi bahas monyet sih? Padahal Baby sudah cantik paripurna begini.

"Ihhhh... Kak Dzeko, masa monyet sih. Gak boleh gitu sama calon pacar". Oceh Baby, Dzeko tersenyum lebar lalu mengacak-acak rambut perempuan di depannya ini. "Belajar yang bener dulu, anak kecil. Udah buruan panggilin Aluna-nya". Baby menghentak-hentakkan kakinya karena sebal, ia juga merapikan tatanan rambutnya yang berantakan gara-gara Dzeko. "Hisshhh... Kita cuma beda setahun ya Kak. Tunggu aja tahun depan gue bakal masuk di kampusnya Kakak, jurusan manajemen bisnis kan?". Tantang Baby penuh percaya diri. Dzeko mengibaskan tangannya acuh, duh... Cuma anak kecil ini yang lagi ngomong! Gak usah didengerin. Begitulah batin Dzeko.

"Iya... Iya... Terserah deh mau masuk manajemen bisnis, bahkan masuk PT cinta abadi pun suka-suka Lo aja Dek". Ejek Dzeko dengan senyum mengembang penuh ejekan. Sumpah deh, melihat Dzeko yang meremehkannya membuat niat Baby untuk bisa masuk universitas xxx makin besar.

"Aduh... Minggir Baby, gue mau lewat". Oceh Aluna yang kesusahan membawa dua koper ditangannya. Hari ini niat Aluna keluar dari rumah berjalan dengan lancar, akhirnya ia bisa nge-kos sendiri dan punya privasi. Dzeko pun berbaik hati membantu Aluna pindahan, lelaki itu belum ada niat untuk nge-kos sendiri. Toh jarak rumah dari kampus tidak terlalu jauh, ia bisa ke kampus naik motor atau angkutan umum. "Kak Aluna beneran mau pindah? Huhuhu... Jangan dong Kak, nanti yang dengerin aku curhat siapa? Terus aku gak bisa pinjem beha Kakak yang lucu-lucu lagi dong". Rengek Baby. Aluna pura-pura sedih sambil menepuk-nempuk punggung Baby.

"Justru ini hari yang gue tunggu-tunggu bocah nyebelin. Gak suka gue tuh koleksi daleman unyu gue dipinjem-pinjem mulu". Batin Aluna meronta. Lalu dibelakangnya nampak Papa dan Mama tiri Aluna yang memasang wajah sedih. "Gak bisa apa tinggal disini aja? Kan gak kuliah diluar kota juga, Papa siap kok antar jemput Aluna". Kata Papa dengan suara menyedihkan. Aluna pun sebenarnya tidak mau meninggalkan Papa-nya sendiri, tapi mau bagaimana lagi sumpah deh Aluna gak bisa tinggal sama orang asing.

"Pa, kuliah kan sibuk. Banyak tugas, butuh bolak-balik ke perpustakaan juga. Kalau nge-kos kan enak gak begitu memakan waktu buat perjalanan. Aluna harap Papa ngerti ya?". Jelas Aluna lembut. Ia tidak berbohong kok soal sibuk belajar itu, Aluna memang niat kuliah biar cepat lulus. "Ya udah, yang penting tetep komunikasi ya Sayang. Jangan terlalu sibuk, biar bisa nengokin rumah". Sahut mama tiri. Aluna tersenyum tipis, gak tahu deh omongan Mama tiri ini tulus apa enggak. "Iya, dadahhhhh...". Pamit Aluna. "Bye... Om...". Dzeko ikutan pamit. "Hmmm... Titip Aluna ya Ko". Pesan Papa yang masih berat melepas Aluna. Bagaimanapun juga Aluna itu putri manjanya Papa. Pipis aja masih minta dianterin, gimana jadinya kalau Aluna nge-kos? Jelas saja Papa kepikiran.

"Siap Om". Dzeko langsung hormat pada Papa mertua eh? Papa Aluna maksudnya. Lelaki itu mengambil alih koper Aluna dan memasukkannya ke dalam bagasi taksi online yang ia pesan. "Byeee...". Sekali lagi Aluna melambai kearah Papa-nya sebelum mobil taksi melaju menjauhi rumah. "Hhhh... Baby jadi pingin nge-kos". Gumam Baby sambil menatap mobil taksi yang dinaiki Aluna dan Dzeko.

"Gak usah aneh-aneh Baby, kamu itu masih kecil". Omel Mama. Baby manyun, astaga padahal ia dan Aluna saja cuma beda satu tahun. Kenapa semua orang bilang ia masih kecil? "Baby kan juga mau diperhatiin sama Kak Dzeko! Huhuhu... Kak Aluna mulu yang dilirik! Aku kapan?!". Teriak Baby frustasi hingga membuat Papa dan Mama keheranan. Tuh kan, Baby aja peka kalau Dzeko naksir Aluna. Lha Aluna kok enggak?

***

"Pelan-pelan Dzeko, didalem situ ada koleksi daleman unyu gue tahu". Omel Aluna yang sedari tadi mengomentari cara Dzeko mengangkat barang bawaannya. "Hhhh... Berisik Lo! Angkat sendiri kalo gitu!". Dengan kesal Dzeko menjatuhkan koper Aluna begitu saja. Dzeko itu sudah lelah angkat-angkat barang tapi masih saja salah dimata Aluna. "Astaga, pundungan banget sih Ko. Iya-iya maaf, mau gue traktir es gak?". Aluna memang paling tahu cara meluluhkan hati Dzeko. Tinggal dielus kepalanya langsung deh Dzeko gak jadi marah. "Hehe boleh tuh, sinian dikit elusnya". Dzeko mengarahkan tangan Aluna untuk mengelus pipinya, Aluna pun sontak menabok punggung Dzeko karena lelaki itu ngelunjak. "Ihhhh... Jijik tahu Lo keringatnya banyak gitu". Aluna mengelap keringat Dzeko yang menempel di tangannya ke kaos lelaki itu.

"Siapa ya yang kemarin bilang pingin *piiippp sama pacarnya? Padahal kalau begituan kan keringetan, hayooo...". Goda Dzeko. "Ya beda lah Koko! Huh! Udah deh jangan bahas itu, gue makin kepanasan tahu". Aluna yang salah tingkah pun beranjak keluar dari kamar dan bergegas membeli minuman dingin. Dzeko terbahak sendiri, ia geleng-geleng kepala melihat tingkah Aluna. "Una... Una Lo tuh masih polos tapi sok-sokan minta dipolosin". Gumam Dzeko.

"Siapa tuh yang dipolosin?!". "Anjir kaget gue! Lo ya Ci?! Gue kira setan!". Dzeko mengelus dadanya, astaga bisa-bisanya Cici Yeni muncul didepannya dengan wajah penuh masker. Gak Baby, gak Ci Yeni hobinya ngagetin Dzeko aja. Lebih bisa-bisanya lagi Aluna satu kos sama Ci Yeni, duh bisa rusak otak perempuan itu. Sumpah Dzeko khawatir.

"Anjir ya lo, tiap ketemu hobinya ngeledek gue! Gak gue kasih gratisan nge-warnet baru tahu rasa Lo". Yeni mencubiti lengan Dzeko. Dzeko yang lemah tentu saja kesakitan, oh kasihan Dzeko. "Aw! Ampun Ci, ampun! Gue minta maaf!". Mohon Dzeko. "Lo nih ya, udah dua kali gue mergokin Lo mikir jorok ke Aluna. Gue aduin mampus!". Ujar Yeni kesal. Dzeko pun langsung gelagapan, aduh jangan dong bisa-bisa nanti Aluna ilfiel.

"Eh? Jangan dong Ci, sumpah demi kian dan terimakasih gue gak ada niatan mikir jorok ke Aluna. Ini tuh naluri aja Ci, hnggg... Iya naluri...". Kata Dzeko takut-takut. Yeni menelisik Dzeko lalu berceletuk "Suka ya Lo sama dia?". Wajah Dzeko memerah, fix Yeni yakin Dzeko naksir Aluna.

"Serius Ko? Lo naksir sama Aluna? Hahahaha muka Lo merah anjir". Ledek Yeni, perempuan itu tertawa puas sekali hingga Dzeko makin malu. "Emang kelihatan banget ya?". "Banget Ko, tapi Aluna bego sih sampai gak peka gitu. Lo ada niat buat nembak dia?". Dzeko langsung menggeleng. "Oh, bertepuk sebelah tangan?". Tebak Yeni tepat sasaran, Dzeko membulatkan matanya "Kok tahu?".

"Hhhh... Cowok kayak apa sih yang disukain Aluna? Sampai cowok baik kayak Lo gak dia lirik?". Padahal menurut Yeni, Dzeko ini super tampan baik pula. Mungkin perlu dipoles dikit sih biar lebih maskulin. Tapi anehnya Aluna yang setiap hari menempel pada Dzeko pun tak tergerak hatinya untuk merasakan cinta pada lelaki itu.

"Mario tuh katanya tipe cowok yang dia sukain". Adu Dzeko. Yeni mencoba mengingat siapa gerangan Mario, dari sekian banyak pemuda yang nongkrong di warnet tempat ia bekerja, kenapa hanya sosok ini yang muncul dibenaknya? "Oh, Mario yang kulitnya eksotis kek Jarjit itu?".

"Heh! Siapa yang kek Jarjit?!". Marah Aluna dari ambang pintu. Ditangan perempuan itu ada sekantong belanjaan berisi minuman dingin.

"Pfttt....". Dzeko tak bisa menahan tawanya kala Yeni menyebut Mario mirip Jarjit di serial Upin Ipin. Alhasil Dzeko dan Yeni tertawa ngakak, membuat Aluna kesal karena Mario cowok pujaannya dihina. "Dzekoooooo... Gak boleh ketawa, Lo berdosa banget ya dasar!". Aluna menerjang Dzeko lalu memberikan gelitikan secara membabi buta. Dzeko pun makin terbahak hingga kebelet pipis. "Hahahaha... Udah... Udah Na, gue kebelet pipis". Mohon Dzeko, ia tertawa bahkan sampai air matanya keluar. Yeni tersenyum melihat interaksi Aluna dan Dzeko. Dari dulu hubungan keduanya memang seperti ini, saling mengejek tapi sebenarnya saling sayang. Dzeko sih sudah menyadari perasaannya, tinggal Aluna aja nih.

Waktu berjalan cepat, tahun ajaran baru pun dimulai. Kegiatan orientasi di kampus telah dilalui dengan lancar oleh Aluna dan Dzeko. Tinggal memilih kegiatan ekstrakurikuler saja, Aluna bingung hendak masuk club apa. Sementara Dzeko sudah menentukan pilihannya. "Dari sekian banyak club di kampus, gue bingung deh mau masuk club apa. Lo udah ada pilihan Ko?". Tanya Aluna dengan kepala ia letakkan dimeja perpustakaan. Dzeko yang sedang serius mengisi formulir pendaftaran club dance Heart Beat pun berdeham. "Udah dong". Aluna sontak duduk dengan tegak lalu berusaha mengintip formulir yang sedang diisi Dzeko. "Ihhh... Kok cepet, sini lihat Lo milih club apa?". Dzeko menjauhkan formulirnya sebelum Aluna berhasil meraih secarik kertas itu. "Gak! Gak! Nanti Lo ngintilin gue mulu. Udah cukup Na Lo ikut-ikutan gue. Sekarang ini waktunya Lo nentuin minat dan bakat Lo. Jangan cuma gara-gara gue terus Lo nentuin pilihan". Nasehat Dzeko serius, bukannya tidak suka diikuti Aluna terus menerus. Dzeko hanya ingin Aluna mulai memikirkan mimpi perempuan itu, bukan semata-mata hanya mengikuti-nya.

"Kok Dzeko jahat gitu sih ngomong-nya? Udah bosen ya sama gue, mau coba cari temen baru terus ngebuang gue? Nyebelin!". Aluna melengos kearah lain. Dzeko menghela nafas mencoba sabar, mana tega Dzeko melihat Aluna sedih kayak gitu. Luluh lagi deh! "Gak gitu, ya udah nih boleh lihat". Aluna tersenyum lebar lalu merebut formulir ditangan Dzeko. "Club dance Heart Beat? Gue juga mau masuk club ini". Pekik Aluna, padahal perempuan itu tidak ada bakat menari. Ya, beginilah Aluna pokoknya dimanapun Dzeko berada perempuan itu akan mengikuti. Dzeko bagai kompas dan Aluna bagai orang yang tak tahu arah.

Keduanya pun menuju club dance setelah selesai mengisi formulir. Sebelum diterima, tentu akan ada audisi. Bukan berarti yang tidak bisa menari tidak bisa bergabung, hanya paling tidak peserta harus memiliki sedikit basic menari. Asal tidak kaku saja pasti diterima. Dzeko yang memang hobi menari dan pandai melakukan free style tentu sangat yakin akan diterima di club. Sementara Aluna sudah insecure duluan, ia kan tidak bisa menari. Bukan tidak bisa lagi tapi memang tidak pernah menari. "Lagi gak percaya diri?". Tebak Dzeko. Aluna mengangguk dengan bibir manyun, Dzeko tersenyum tipis lalu menggenggam jemari Aluna.

"Gue yakin sih Lo bakal berhasil, emang kapan Lo pernah gagal ngintilin gue?". Ledek Dzeko, Aluna terhibur berkat perkataan lelaki itu. Benar, pertama masuk SMA yang sama seperti Dzeko, kedua masuk kampus yang sama seperti Dzeko, Aluna berhasil melakukannya. Kali ini pasti berhasil juga.

"Dzeko Pramana...". Nama Dzeko dipanggil oleh Kakak senior tampan berkaca mata bulat. Dzeko langsung maju kedepan dan mulai menari, semua yang melihat langsung terpana begitu juga dengan Aluna. Tak tahu kenapa tapi jantung Aluna bereaksi ketika melihat Dzeko menari. Perempuan itu sontak menyentuh dadanya yang berdebar, ini aneh! Masa ia berdebar karena Dzeko sih? Lalu tak sengaja mata Aluna menangkap sosok Mario yang duduk di sudut tembok. "Ahhh... Pantes aja deg-degan, kan ada Mario". Gumam perempuan itu yang mencoba mengabaikan kenyataan.

"Koko, Lo keren banget. Temen gue nih!". Aluna mengajak Dzeko tos begitu lelaki itu selesai menari dan dinyatakan lolos. Aluna tak lupa menyodorkan sebotol minuman yang langsung diteguk rakus oleh Dzeko. "Thanks... Lo juga harus keren. Biar gue gak malu ngakuin Lo sebagai temen gue". Ejek Dzeko, bercanda seperti biasa. Aluna mencibir, jadi nyesel muji Dzeko. "Hhhh... Gue gak denger". Aluna pura-pura budeg.

"Aluna Lovenia....".

"Duh! Mampus!". Gumam Aluna. Cari mati sih sebenarnya nekat ikut audisi di club dance. Kayaknya bakal mempermalukan diri sendiri juga mempermalukan Dzeko. "Inget ya Na, jangan malu-maluin gue!". Bisik Dzeko sekali lagi sebelum Aluna beranjak. "Hishhh... Berisik!". Aluna mengangkat jari tengahnya kearah Dzeko hingga membuat peserta yang duduk didekat mereka menahan tawa. "Bukan temen gue kok". Ujar Dzeko sambil tersenyum garing.

"Halo Kak!". Sapa Aluna gugup, Kakak ganteng yang memiliki nama Viki itu tersenyum begitu lebar kearah perempuan imut didepannya ini.

"Halo juga, Aluna ya? Biasanya suka nari apa?". Tanya Viki ramah. "Eunggg? Gak pernah nari Kak hehehe. Tapi aku bisa loh nari yang kayak gerakan cacing gitu". Ujar Aluna polos hingga membuat semuanya tertawa geli, sementara itu Dzeko malu karena kelakuan Aluna. Viki berfikir keras mencoba menerjemahkan perkataan Aluna "Oh, maksud kamu popping ya?". Kekeh lelaki itu.

"Gak tahu namanya Kak". "Ya udah coba kamu mulai nari ya, rileks aja gak usah tegang gitu". Ujar Viki berusaha menenangkan Aluna. Aluna meringis dan mulai bergerak setelah musik diputar. Semua orang tertawa melihat Aluna menari, perempuan itu menari popping dengan percaya diri. "Tuh cewek lucu juga ya, gerakannya lumayan loh. Tinggal latihan terus aja". "Visualnya bisa buat narik anggota nih, yakin dia bakal lolos. Club butuh barang langka kayak dia". Bisik-bisik mulai terdengar. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan perkataan mereka, hanya saja Dzeko cukup kesal saat ada yang menyebut Aluna sebagai barang.

"Oke... Oke... Aluna. Gak buruk sih, kamu cukup luwes. Tinggal latihan terus aja, selamat ya kamu lolos". Kata Viki sambil menahan tawa. Ia masih ingat betul tarian lucu Aluna tadi. "Hah? Aku lolos Kak?! Kokoooo... Kita satu club!". Teriak Aluna heboh seperti biasa. Dzeko menarik topinya kebawah agar menutupi wajahnya. Ia malu mengakui Aluna sebagai teman. "Bukan temen gue, sumpah deh?!". Ujar Dzeko berkali-kali. Aluna... Aluna... Kapan sih bisa bertingkah normal?

***

Hari-hari berlalu, semua berjalan normal hingga suatu hari Aluna berubah dimata Dzeko. "Asyik bekal buat gue ya?". Dzeko hendak mengambil kotak bekal ditangan Aluna namun perempuan itu langsung menjauhkannya. "Eitsssss... Kali ini bukan buat Lo". "Terus buat siapa?". Dzeko memasang wajah sedih. Aluna mesam-mesem persis seperti orang yang sedang kasmaran. "Buat Mas gebetan dong. Hari ini Lo jajan sendiri ya Ko, gue cabut dulu. Bye... Bye...". Pamit Aluna sembari meletakkan uang duapuluh ribu ke tangan Dzeko. Dzeko menatap uang ditangannya lalu menatap Aluna yang mulai menjauh.

Esok harinya tidak ada bekal untuknya...

Esok-nya lagi tetap tidak ada bekal untuknya...

Esok, esok, esoknya lagi hanya ada bekal untuk Mario.

Dzeko mulai sedih, Aluna mengabaikannya. Biasanya Aluna sedikit-sedikit mencarinya tapi akhir-akhir ini perempuan itu sulit dihubungi. Dzeko pun jadi sering nongkrong di warnet karena kesepian, lelaki itu nge-games tapi kerap mengecek notifikasi di ponselnya. Tanpa sadar Dzeko pun tak punya teman main selain Aluna, itu sebabnya ia jomblo sampai sekarang. Boro-boro pacaran, orang setiap hari juga ditempeli Aluna. Orang yang tak tahu mereka pasti mengira keduanya pacaran.

"Tuh kan, Lo kayaknya kalah start deh. Nih yakin banget Aluna jadian sama Mario, makannya lo dilupain". Kata Yeni, ia prihatin dengan nasib Dzeko. Bisa-bisanya Dzeko yang PDKT selama lima tahun kalah sama yang PDKT cuma beberapa hari aja. "Una kalau jadian pasti cerita ke gue, sampai detik ini dia belum ada ngomong apa-apa berarti belum jadian dong". Oceh Dzeko cepat seperti kereta api. "Nah! Itu artinya lo kudu gercep nembak dia sebelum keduluan Mario". Kata Yeni menggebu, ia gemas dengan Koko yang lembek kek seblak.

"Harus benget nih? Tapi gue gak bisa bayangin reaksi Una nantinya. Gimana kalau ditolak terus hubungan gue sama dia jadi canggung?". Dzeko begitu takut tidak bisa berinteraksi secara wajar dengan Aluna kalau seandainya pernyataan cintanya tidak berjalan mulus. "Udah deh Ko, lo gak usah mikirin hal yang belum tentu terjadi. Yang paling penting Lo jujur sama Aluna soal perasaan Lo. Toh kalian udah sama-sama gedhe, gak bisa nih hubungan kalian stuck disini aja. Meskipun gak sama Aluna, Lo juga pingin pacaran kan? Nah, sekarang waktunya lo memperjelas hubungan kalian berdua". Nasehat Yeni panjang lebar.

Dzeko benar-benar memikirkan nasehat Yeni semalaman. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk mengajak Aluna bertemu dan membicarakan soal perasaannya. Dzeko nekat hendak menembak Aluna hari ini juga.

To: Aluna

Na, bisa ngobrol bentar gak?

Lo dimana?

Kebetulan banget gue mau ajak Lo makan siang.

Gue ada di perpus, jemput gue dwong :3

Oke👌

"Hhhh... Semangat Ko". Kata Dzeko menyemangati dirinya sendiri. Lelaki itu berjalan keluar gedung fakultas-nya menuju gedung perpustakaan. Disepanjang jalan lelaki itu mendengar riuh obrolan soal rutinitas club dance Heart Beat yang kembali menggelar games cupid atau apalah itu, Dzeko tidak paham. Dan tidak tertarik mengikutinya. Dibenaknya saat ini hanya ada rangkaian kata-kata yang telah ia siapkan untuk menembak Aluna. Namun ketika ia melewati sebuah ruangan, ia tak sengaja mendengar obrolan Mario dengan teman-temannya.

"Gue baru kemarin jadian sama Aluna, dia lucu banget sumpah. Rasanya pingin gue kantongin kemana-mana hahaha". "Wah, beruntung banget lo Yo. Eh, tapi bukannya Aluna punya pawang? Udah ijin belom Lo ke pawangnya Aluna?". Canda teman Mario. "Hahaha, kemarin gue sih udah mau ijin ke Dzeko, tapi kata Aluna gak usah. Dzeko cuma temen aja, gak lebih". Entah kenapa hati Dzeko sakit ketika mendengar perkataan Mario barusan. Cuma temen? Gak lebih? Hahaha... Sakit anjir!

"Koko...". Pekik Aluna, tangan nakalnya meremas bokong Dzeko. Dzeko melotot lalu buru-buru berbalik untuk menatap Aluna yang terkikik tanpa dosa. "Lo! Jangan lakuin hal kayak gini ke orang lain". Kata Dzeko serius, bahaya banget emang Aluna. Untung ini Dzeko yang diremas bokongnya, coba kalau lelaki lain? Bisa-bisa Aluna diserang terus dipolosin beneran. "Hahahaha, serius banget sih Lo Ko, kan biasanya gue juga bercanda kayak gini". Tiba-tiba suasana sunyi, Aluna menyadari ada yang berbeda dari sikap Dzeko. "Eum... Katanya ada yang mau Lo omongin Ko? Apaan?". Ujar Aluna memecah keheningan. "Lo sendiri, gak ada yang mau diomongin?". Tanya Dzeko balik. Lelaki itu sengaja memancing Aluna agar menceritakan kabar jadiannya dengan Mario.

"Eung... Gue... Gue... Jadian sama Mario". Lirih Aluna dengan wajah merona. Jantung Dzeko rasanya berhenti berdetak kala Aluna mengatakan sendiri dengan mulutnya kalau perempuan itu pacaran dengan Mario. Kini sudah jelas alasan kenapa Aluna tak lagi mencarinya dan mengikutinya, Aluna sudah tak membutuhkan-nya.

"Oh? Congrats. Kalau gue cuma mau bilang, gue bakal ikut Papa pindah. Gue mau pamit sama Lo Aluna, bye...". Setelah mengucapkan kalimat itu dengan suara bergetar, Dzeko berlari begitu saja hingga membuat Aluna kebingungan. "Koko, Lo marah sama gue? Lo mau ninggalin gue?". Lirih Aluna dengan mata berkaca-kaca. Sebetulnya semua ini bukan salah Aluna kan? Aluna mana tahu kalau Dzeko menyukai-nya? Lelaki itu tak pernah mengungkapkan perasaannya. Wajar Aluna bingung dengan sikap Dzeko saat ini.

Sementara itu Dzeko terus berlari dari kampus hingga rumahnya. "Sial, cinta pertama emang gak akan berhasil". Gumam lelaki itu. Dengan nafas memburu dan keringat yang mengucur di seluruh tubuhnya, Dzeko berhasil sampai di rumah sebelum Papa-nya pergi ke bandara. "Pa, Dzeko mau ikut pindah hhhhh...". Ujar Dzeko putus-putus. "Terus kuliah kamu?". "Dzeko bakal ajuin cuti Pa, please ajak Dzeko ya". Pinta Dzeko putus asa. Papa menghela nafas panjang, ia mengamati putranya yang beberapa hari lalu menolak ikut pindah. "Kamu nangis?". Tanya Papa. Dzeko mengusap air mata yang mengalir di pipinya, ia tersenyum lebar. "Enggak Pa, ini keringat".

***