webnovel

DANGELF

Sudah memiliki mate sejak dalam kandungan. Bukan mate biasa, melainkan demon penguasa kegelapan, Xavier. Bukan, ini bukan cerita tentang gadis lemah yang butuh perlindungan pasangannya melainkan ia gadis yang layak bersanding dengan sang demon. Ia adalah keturunan dari Queen of the Earth yang terakhir dan tentu saja ia juga memiliki kemampuan istimewa seperti sang ibu lalu pemberani seperti sang ayah yang merupakan alpha terkuat dari klan serigala. Zalyne, anak perempuan satu-satunya dari 4 bersaudara. Lalu memiliki mate, Xavier. Dibesarkan di akademi, lalu menjemput takdirnya sebagai pasangan sang penguasa kegelapan sekaligus mengemban tugas sebagai keturunan Queen of the Earth. Dipertemukan dengan perang besar antara Xavier dan saudaranya. Sebagai pasangan Xavier apa yang ia lakukan? Bagaimana kisahnya? Akan terjawab jika kalian membaca cerita ini. Membosankan di awal dan penuh kejutan di akhir (semoga). *** "Berhenti berbicara! Darahmu semakin keluar, bodoh!" "Berhentilah menangis. Jika aku pergi-" "Kau tidak akan pergi, aku akan berusaha untuk mengobatimu." "Jika aku pergi, jangan biarkan laki-laki dari klan manapun mendekatimu." Pria itu masih melanjutkan ucapannya. "Bodoh!" "Aku sudah membuahimu berkali-kali, aku yakin mereka akan tumbuh lalu menjagamu ketika aku pergi nanti." Tangis wanita itu semakin pecah. "Diamlah, iblis! Kau tidak berhasil, kita harus melakukannya lagi. Bertahanlah agar kau bisa membuahi ku lagi dan lagi." "Bagus, Little girl. Katakanlah lagi, aku senang mendengarnya." Reaksi perak itu semakin kuat sehingga ia memuntahkan darah terakhirnya sebelum menutup matanya. "XAVIER!" **** 100% MURNI DARI KEHALUAN SAYA.

ptrmyllln · Fantasy
Not enough ratings
5 Chs

BAB V

Dua bocah berbeda klan itu saling berpandangan. Meneguk ludah, perlahan mereka menolehkan kepalanya. Habislah mereka jika guru yang melihat mereka.

"Apa kau yang bernama Zalyne?" tanya orang itu.

Kembali Zaly dan Tara saling berpandangan, jika tidak salah orang ini ialah orang yang beberapa saat lalu memperhatikan mereka di ujian kenaikan tingkat.

"Apa kau yang bernama Zalyne?" ulangnya.

"Y-ya, aku adalah Zalyne, kau bisa memanggilku Zaly," ujar Zaly.

Orang itu tersenyum. "Baiklah, Zaly, bisakah kau ikut denganku sebentar?"

"Tidak, hanya kau, tidak dengan vampir kecil itu," ujarnya ketika Zaly menarik tangan Tara untuk mengikutinya.

"Tapi Zaly adalah temanku, aku tidak akan membiarkannya sendiri," ujar Tara.

Lagi-lagi orang itu tersenyum, ia berjongkok menyamakan tingginya dengan dua gadis kecil ini. "Aku salah satu juri dari ujian kenaikan tingkat, aku hanya ingin mengobrol dengan Zaly karena aku merasa Zaly memiliki potensi yang luar biasa."

"Tidak apa-apa Tara, aku adalah serigala betina, tidak ada yang bisa menyakitiku." Zaly menyengir menampakkan barisan giginya yang masih kecil.

"Kau bisa menggigitnya jika dia macam-macam denganmu," ujar Tara.

"Hei, Tara, aku bukan vampir." Zaly tertawa. "Tunggulah aku di kamar, Tara."

"Jangan sampai melupakan jalan menuju kamar, Zaly, aku tidak mau mendengar keluhanmu yang terus saja tersesat itu," ujar Tara.

Zalyne menyatukan jari telunjuk dan jempolnya membentuk tanda OK. Ia pun berlalu bersama orang yang merupakan salah satu juri kenaikan tingkat tadi.

Menghela napasnya tara kembali ke kamar sembari menunggu Zaly.

***

"Eum, apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Zaly.

"Apa kau tidak diajarkan sopan santun oleh orang tuamu?" tanya orang itu.

Zaly mengerutkan keningnya. "Aku tidak mengerti maksudmu," ujarnya.

"Panggil aku Queen, Queen Alexa," ujarnya.

Zaly hanya menatap Alexa dengan netra hitamnya tak mengerti. Sepertinya orang ini tidak baik, terbukti dengan rasa tidak aman yang dirasakan Zalyne.

"Ibuku adalah Queen yang sebenarnya, aku tidak akan memberikan gelar ibuku untuk orang lain," ujar Zaly.

Dengan mata berkilat, Alexa menepiskan jubah merahnya sehingga membuat Zaly terpental. Gadis kecil yang malang karena wanita dewasa ini.

Zaly merintih kala punggung kecilnya terhantam oleh tembok akademi.

"Akh, sakit sekali," rintihnya. "Ke-kenapa kau menyerang anak kecil? Kau tidak punya sopan santun ya?" tanya Zaly yang menahan rasa sakitnya. Tidak ada tangis yang ia keluarkan, karena ia tau air mata hanya membuatnya lemah.

Mendengar ucapan Zaly membuat Alexa mengepalkan tangannya, ucapannya dibalikkan oleh anak kecil, benar-benar tidak masuk akal.

"Anak kecil yang sangat kuat," ujarnya.

Ia menatap Zaly, senyumnya berubah menjadi amarah ketika ia melihat Zaly berubah menjadi gadis dewasa yang amat sangat cantik. Alexa mendekat, kuku runcingnya mencuat layaknya cakar elang yang siap merobek apapun yang ada di hadapannya.

"Melenyapkanmu adalah urusanku, akan lebih baik kau tidak mengetahui siapa mate-mu!" Alexa tertawa menyeramkan, wanita itu berubah wujud menjadi makhluk yang mengerikan yang mana kaki dan tangannya seperti burung purba, gigi tajamnya bak jarum raksasa itu meneteskan air liur menambah kesan menyeramkan yang melekat padanya.

Zaly ketakutan, tidak pernah ia melihat makhluk yang sangat menyeramkan seperti ini. Bulir keringat membasahi rambut perak miliknya. Jika ini paman jelek yang sering mengganggunya maka Zaly akan berani untuk menyentil telinganya tetapi saat ini di hadapannya ialah monster yang sangat menyeramkan.

Wajah Zaly benar-benar pucat kala kuku runcing itu mulai menggores pipi putihnya. Air matanya pun menetes, meskipun Zaly bukanlah gadis kecil yang manja tetap saja ia akan menangis jika dihadapkan dengan situasi seperti ini.

Rrrrraaaaaahhhggggggg!!!

"AAAA!" Zaly berteriak kala monster itu mengaum di hadapannya. Air mata yang menetes ke lantai sudah berwarna merah karena darah dari goresan yang tercipta­­­. Tidak tau mengapa Zalyne hanya memikirkan paman jelek saat ini.

"Hiks! PAMAN—Arghh!!!"

Shraakkk

Cipratan darah langsung menempel pada tembok-tembok yang berada di sana, sosok monster besar itu kini berubah menjadi dua.

"Pa-paman Jelek, tt—tolong aku ...."

***

Wajah yang selalu datar tidak pernah sedikitpun senyum terukir di wajah yang tertutupi oleh jambang itu. Sedari kecil ia ditempa agar menjadi ksatria oleh ayahnya, sayang sekali sang ayah telah pergi karena perbuatan istrinya sendiri. Demon wanita itu menyerahkan nyawa sang ayah yang bergelar duke untuk kecantikan abadinya.

Jika sang penyelamat tidak datang maka ia akan bernasib sama seperti ayahnya. Xavier, demon itu yang menyelamatkan hidupnya dan merubahnya menjadi salah satu guardian Xavier dengan melakukan perjanjian darah dengan sang emperor.

Mata Kristof terbuka, radarnya mendeteksi adanya kekacauan yang terjadi. Mengambil jubahnya ia langsung melesat menemui sang emperor.

"Aku yang akan menyelesaikannya," ujar Xavier.

Kristof hanya mengangguk mendengar ucapan Xavier. Ia tau Xavier juga merasakan sinyal itu karena radar miliknya merupakan radar Xavier.

Ia melihat arah menghilangnya Xavier, hidup selama ratusan tahun menjadi kaki tangan Xavier membuat Kristof ikut bahagia mengetahui Xavier telah menemukan mate-nya.

Mengibaskan jubahnya, Kristof menghilang di balik kepulan asap hitam.

***

Memimpin sebuah klan sangat berat apalagi hingga menyandang gelar emperor. Xavier baru saja memusnahkan rumput liar, pulang dengan keadaan berlumuran darah ialah hal yang biasa baginya.

Sebuah sinyal dari radar miliknya menunjukkan seseuatu yang terjadi pada mate, radar miliknya sama seperti milik Kristof karena dalam tubuh pria itu terdapat darah Xavier oleh sebab itu mereka akan selalu terhubung.

Beberapa saat kemudian Kristof datang dengan wajah datarnya, Xavier sudah tau maksud kedatangan kaki tangannya itu. "Aku yang akan menyelesaikannya," ujar Xavier. Ia langsung membuka portal kemudian menghilang dari sana.

***

Rahang Xavier mengeras kala ia mencium aroma mate bercampur dengan aroma iblis. Makhluk yang berani mengganggu mate akan berhadapan dengannya. Mata Xavier berkilat, iblis dalam tubuhnya meronta seketika itu sang iblis menguasai tubunya.

"Iblis," geramnya. Menghancurkan tembok yang menghalanginya, Xavier langsung menghempaskan makhluk itu.

Terpentalnya makhluk tersebut diiringi suara jeritan Zaly. Gadis kecil itu benar-benar ketakutan, badannya bergetar dengan air mata yang mengucur deras dan jangan lupakan wajah berdarahnya itu. Pemandangan yang sangat mengerikan di mana seorang gadis kecil berlumuran darah bersama dua monster yang saling melayangkan tatapan tajam.

"Xavier," desis makhluk itu.

"Ingin membunuh mate-ku, heh?"

Monster tadi berangsur-angsur menjadi wanita berjubah merah itu. "Apa aku terlihat ingin membunuh mate-mu?" tanyanya balik.

Xavier tidak menjawab, ia menatap dingin wanita itu. Ia mendekati Zaly kecil yang meringkuk ketakutan.

"Aku di sini, Little Girl," bisiknya. Xavier menyentuh pipi Zaly yang terdapat goresan itu, diusapnya luka tersebut lalu muncul cahaya putih kemudian menghilang diikuti hilangnya luka Zaly.

"Aku tidak akan membiarkanmu menyentuh milikku lagi," ujar Xavier menekan kata 'milikku'. Ia tidak tau apakah pengamanan mate masih kurang kuat atau makhluk satu ini terlalu kuat hingga pengamanannya bocor.

"Aku hanya menyapa mate-mu, Xavier," ujarnya.

"Jangan menyapanya lagi," jawab Xavier.

Xavier mengangkat tubuh kecil Zaly, tidak ada reaksi dari gadis kecil itu selain getaran tubuhnya yang masih kentara. Perasaan Zaly saat ini seperti ia sedang berada di dekat sang ayah, aman.

Setelah kepergian Xavier, wanita itu tersenyum miring. "Aku adalah Alexa, tidak akan mungkin membiarkan siapapun merebut milikku sekalipun mate-nya sendiri."

***

Bersambung ...

___

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI!!!

With love @ptrmyllln