webnovel

Dandelion (Found You)

“Areeeeeee…..” “kakaaaaaaaaaaaaaa..k….” DOOOOORRRRRRRRRRRRRR!!!! *** Aku akan terus mengingatmu, aku akan mengingatmu. Aku harus menemukanmu kembali bagaimanapun caranya. Aku tidak akan melepaskanmu lagi. Tidak apa jika kamu sudah melupakanku. Aku akan mengingatkanmu kembali. Mengingatkanmu akan janji kita, hanya antara kita.

Alwayssunrise · Fantasy
Not enough ratings
9 Chs

Malam

GleegaaaAAARRRRR...

Kilat putih mengakar, merambat panjang di langit kelabu. Rintik gerimis mulai membasahi jalanan dan gang-gang kecil disekitarnya.

Dua orang asing berdiri berhadapan.

"Kau melihat ke arah mana? Lihat kemari kita masih memiliki urusan yang perlu diselesaikan Callie."

Callie berhenti melihat kepergian Radley kemudian beralih melihat Ricky. Ricky mengangkat kedua alisnya, mengisyaratkan tanda tanya. Tidak ada tanggapan. Pria itu berjalan melewati Callie.

Ia mengusap rambutnya yang mulai basah oleh gerimis. Ekor matanya menangkap wanita itu mulai mengikutinya. Ricky tersenyum.

Keduanya melangkah beriringan di bawah gerimis dan pekatnya malam. Dalam kediaman yang meresahkan. Terlalu banyak pertanyaan dikepalanya dan hanya pria di depannya yang bisa memberikan petunjuk.

Ricky berbelok ke kiri. Tampak penginapan kecil dihadapan mereka. Callie terkesiap dan berhenti.

"Kenapa? Takut?" tanya Ricky dengan nada mengejek. Callie langsung mendahului Ricky masuk ke penginapan itu. Ricky tertawa kecil. Keras kepala. Dia melangkah masuk.

*

Mereka sampai di sebuah ruang kamar dekat dengan pekarangan kecil. Callie melihat sekeliling sementara Ricky menuang air ke dalam gelas. "duduklah!" Callie menurut.

Ricky meletakkan segelas air di meja.

"Kebanyakan orang akan berlari atau bersembunyi jika menemui peristiwa seperti tadi. Kenapa kau tidak begitu saja? Kau menambah pekerjaanku."

Hening.

Lalu... "Pria yang menemui Shifani...apakah itu dia?"

Ricky menatap wanita itu. Berusaha mengetahui apa yang ada di dalam pikirannya.

"Kenapa kamu sangat suka ikut campur? Shifani memiliki kehidupannya sendiri."

"Mungkin di tempat kalian tidak, tetapi di sini terdapat hubungan kasih sayang dan saling peduli antar-manusia."

"Kau sangat pintar berdebat sekarang. Kenapa kau tidak mendebat tuan tadi? malah berdiri seperti orang bodoh."

Callie mengalihkan pandangannya, "lebih mudah berdebat denganmu." gumamnya acuh. Tentu saja Ricky masih bisa mendengarnya.

"Kau percaya aku bisa menghabisi dirimu sekarang?" Ricky menjadi kesal.

"Kamu tidak akan melakukannya."

"Jangan terlalu percaya diri, kau bisa menjadi mayat dengan keangkuhan mu itu."

"Kamu hanya anak buah, tuanmu mempertimbangkan untuk tidak membunuhku. Bagaimana kamu sanggup untuk membunuhku?"

Duaaarrrr...ssssshhhhhh. Hujan mulai turun dengan deras. Hawa dingin di luar sampai pada ruangan itu.

"Kau tahu, pria tidak menyukai wanita yang terlalu pintar."

"Hanya pria bodoh yang mengatakan itu."

Ricky mulai merasa frustasi. Tapi dia tidak bisa membiarkan wanita itu melihatnya. Baiklah, ia harus menyudahi pertemuan ini.

"Beri aku alasan kenapa aku tidak seharusnya membunuhmu?"

"Karena kalian bukan pembunuh. Tuanmu hanya membela diri..."

Ssssshhhhhhaa...

Callie memaksa kakinya melangkah hingga ke jalan raya. Tubuhnya kedinginan, tapi seperti tak dirasakannya. Ia berhenti di trotoar, kemudian terduduk seakan seluruh energinya terserap keluar. Apa yang baru saja ia alami?

Ia memeluk kedua lututnya dan membenamkan kepalanya. Suasana sepi karena hujan. Sesekali mobil melewati jalan raya. Bulir air hujan yang jatuh bagaikan tusukan jarum yang menghujam tubuhnya. Callie mengabaikannya.

***

Radley keluar dari kamar mandi mengenakan piyama dan dengan rambut yang basah. Dia mengambil segelas wine dan berdiri menghadap kaca besar di kamar hotelnya. Ia memandang langit gelap sedangkan pikirannya melayang lebih jauh.

.

.

.

"Liontin yang kamu kenakan, kamu tidak pernah melepaskannya meski dalam busana dan perhiasan apapun. Tidak ada yang berani melepaskannya darimu."

"Lupakan," shivani berbalik, "Semua orang bisa jelas melihat itu, kamu bukan satu-satunya fans ku. Katakan apa yang kamu mau, lalu akhiri pertemuan ini."

"Apa yang kamu katakan memang benar tetapi tidak semua fans bisa mengundangmu datang menemuinya."

"kamu tidak spesial, aku datang kemari dengan kemauan sendiri, jangan terlalu percaya diri."

"aku tahu, kamu bersedia untuk datang sendiri, atau mungkin kau bisa sedikit terluka." Kata Radley dengan sedikit berbisik di telinga Shifani. Wanita itu mulai merona dan merasakan udara hangat menelusup rongga dadanya.

"Lupakan semua omong kosong ini. Aku tidak ingin menunda show mu malam ini." Radley mengangkat sebelah tangannya. Isfan mendekatinya dan memberikan sebuah kartu. Shifani berbalik ke arah mereka sambil memicingkan mata.

"Aku ingin makan malam denganmu besok malam. Hubungi nomor ini jika kamu bersedia."

Radle menyerahkan kartu itu kepada Shifani. Lihat saja, dia yang mengatakan bahwa dia seorang fans tapi sekarang bertindak sebagai atasan. Shifani menerima dengan kasar kartu itu dari tangan Radley.

"Ini kartu namamu?" Shifani memeriksa kartu itu,

"Kartu itu milik Isfan."

Shifani menoleh pria itu dengan tatapan tidak percaya. Apakah ini sikap seorang fans? Ia beralih melihat wajah Isfan yang tanpa ekspresi. Shifani membuang kartu itu ke lantai. Ia melipat kedua tangannya dengan angkuh.

"Lupakan saja, aku tidak akan datang."

Radley melihat kartu nama yang telah jatuh di lantai kemudian melihat Shifani.

"Aku tidak bisa memberimu kartu namaku."

"Aku tidak ingin kartu namamu atau siapapun. Berhenti bermimpi mendekatiku. Panggil para batu itu dan antar aku ke galeri sekarang."

"Batu?"

"Para pengawal bodoh ituuu!" Shifani marah.

.

.

Tok tok tok,

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Radley. Isfan memasuki ruangan itu.

"Kau menemukan sesuatu?"

Isfan mengangguk, "Pria itu berhubungan dengan kaki tangan Arkana beberapa bukan terakhir. Dia memiliki banyak hutang di mana-mana."

"Jadi memang benar."

"Apa yang akan kita lakukan dengan pria itu?"

"Sembunyikan keberadaan anak dan istrinya sampai ia berhasil melunasi hutangnya. Lihat apakah dia akan bertahan atau mengakhiri hidupnya.

"baik, tuan."

"Satu lagi..."

Radley menoleh,

"Nyonya besar terus menanyakan keberadaan anda. Beliau terlihat sangat khawatir."

Radley tersenyum kecut.

"Putranya berusaha membunuhku dan Ibundanya selalu berakting didepanku. Ironi bukan?" Radley memijat puncak hidungnya.

"Katakan saja aku berada di pegunungan Utara. Dia akan berhenti bertanya setelah mengetahui itu."

"Saya mengerti,"

"Kau boleh pergi."

Kreekk, pintu ruangan tertutup dari luar. Hanya lampu tidur yang menerangi ruangan.

.

.

.

"Lepaskan...aku ingin bersama ibunda. Kalian, bawa aku kepada ibunda...!!!"

Seorang wanita bergaun panjang mendekati Radley kecil dan mendekatkan wajahnya pada anak itu.

"Kau, teruslah menangis dan merengek...aku pastikan tidak lama lagi kau akan disingkirkan dari istana ini." bisiknya dingin.

Radley melihat ke arah wanita itu, airmata meleleh dipipinya yang memerah kedinginan.

.

.

.

Ia menenggak segelas wine yang ada ditangannya sampai habis. Ia ingin meluruhkan semua frustasi, ia ingin menghilangkan resah dijiwanya. Ia ingin mengeluarkan onak duri di rongga dadanya. Namun yang keluar hanya erangan kesakitan. Bagaimana ia bisa bertahan?

.

.

.

"Karena kalian bukan pembunuh. Tuanmu hanya membela diri..."

Ricky tertegun, tapi ia tertawa kecil... "Jangan bersikap seperti kau mengerti segalanya."

"Dunia dimana kalian tinggali mungkin lebih besar dari duniaku, tapi bukan berarti disana lebih aman...ada alasan kenapa kalian harus selalu membawa senjata. Dan ada alasan kenapa orang besar sepertinya harus datang ke tempat yang damai ini hanya untuk menemui seorang wanita."

Sssshhhhh, Callie membuka pintu penginapan itu dan titik-titik air masuk bersama angin. Wanita itu menoleh ke arah Ricky yang masih tertegun di sofa ruangan.

"Aku tidak akan lapor kepada polisi, juga tidak ingin mengganggu kalian. Aku hanya tidak ingin sahabatku berada dalam bahaya. Aku harap tuanmu juga mempertimbangkan hal itu."

Callie keluar dari ruangan itu ketika hujan mulai deras. Menekuni kelokan gang-gang kecil yang sepi. "Radley...itukah namanya?"

Pangeran juga seorang manusia. Dia juga bisa terluka dan berdarah. Dia juga terkadang merasa lemah. Tetapi dia tidak ingin terlihat tidak berdaya di depan wanita yang ia cintai.

Andai saja dia terlahir sebagai petani,

akan dia habiskan sisa hidupnya bertani dan hidup bahagia bersama istri yang dicintainya

Andai saja dia lahir sebagai nelayan,

akan hangat hatinya menatap wanita yang menantinya di tepian pantai

Andai saja...sesuatu sedikit lebih mudah untuknya

Selamat membaca!

Alwayssunrisecreators' thoughts