webnovel

Bab 4 - Melamar

"Jangan memaksaku, Edward! Aku tak akan mungkin menikah dalam waktu dekat!"

Teriakan seorang pria terdengar menggema di setiap sudut ruangan. Lemparan dokumen yang berisi tentang surat wasiat, pria itu marah besar saat mengetahui isinya. Para asisten yang berada dalam ruangan hanya menundukkan kepala, karena mereka tahu bahwa sebentar lagi akan menjadi sasaran empuk tuan muda.

"Namun kau tak bisa merubahnya. Disesuaikan dengan isi, kau tak akan mendapatkan sedikitpun harta warisan." Edward, pengacara keluarga pria berpakaian serba hitam serta menjadi sahabat terdekat. 

Pria dengan setelan jas menarik kerah baju sahabatnya. Dengan tatapan bengis dia ingin meninju wajah pria itu namun ditahan.

"Terserahmu mau membunuhku sekarang. Namun, ingatlah! Kau akan masuk ke dalam penjara dan hartamu akan ludes begitu saja."

Mengurungkan niat memukul, pria tadi menurunkan tangannya. Lalu beralih ke arah kertas yang baru saja Edward keluarkan dari dalam saku jas.

"Apa ini?" tanya pria itu pada Edward.

"Lihat, itu beberapa foto wanita yang dikenal oleh kakekmu. Pilih salah satu dan menikah. Simple, kau bisa kubantu dengan kontrak."

Mendengar kata kontrak membuat kepala pria tersebut menoleh lalu menaikkan sebelah alis matanya. Menunggu penjelasan.

"Aku tahu kau akan bertanya-tanya. Maksud dari kontrak yang kukatakan adalah kau pilih satu wanita yang ada di dalam foto ini. Ajak menikah namun hanya sebuah pernikahan kontrak. Mungkin setahun atau dua tahun lalu kalian otomatis bercerai."

Pria yang mendengarnya pun tersenyum miring. Dia mengangguk-anggukkan kepala sambil menatap setiap lembaran foto. Tangannya berhenti mengganti setiap lembar, tatapannya tertuju pada foto seorang gadis berpakaian biru muda. Wajah yang familiar membuat pria tadi memejamkan mata, berpikir untuk mengingat siapa gerangan. Hingga tak berapa lama teringat akan kejadian di malam lalu. Gadis tertabrak dan menolak uang yang dia berikan. Pria itu bergumam tak jelas lalu meletakkan foto tersebut ke dada bidang Edward, sang pengacara dengan kuat.

"Aku memilihnya! Cari informasi tentang dia," ujar pria itu sambil memegang dagu yang ditumbuhi oleh sedikit bulu. 

"Dia? Bahkan aku tak menyangka kau memilih gadis biasa ini. Lihatlah! Beberapa foto masih ada yang cantik dan modis." Edward mencoba membujuk pria tersebut dengan menunjukkan beberapa gambar perempuan lain.

Sedangkan pria tersebut hanya diam lalu menepuk pundak Edward dan berkata. "Dia berbeda dari yang lain. Wanita yang kupilih sepertinya tak akan gila harta. Turuti saja keinginan yang kumau daripada tak menikah sama sekali."

••••

Adu jotos terjadi di rumah kecil milik Widya. Sekitar lima orang pria berbadan besar awalnya datang menagih hutang pada pria tua yang tak lain adalah ayah Widya. Kedatangan mereka awalnya baik-baik namun disambut dengan perlakuan buruk Dhani, ayah Widya. Membuat mereka emosi dan melayangkan pukulan demi pukulan.

Sudah babak belur namun karena kondisi Dhani sedang mabuk membuatnya terus mengoceh tiada henti. Bahkan mengeluarkan kata-kata kasar nan menjijikkan. Cahaya dari tadi sudah memohon ampun namun tak digubris sama sekali. Malah salah satu dari mereka menendang Cahaya yang sedang bermohon di ujung kaki para pria berbadan besar.

Pria lain menarik leher Dhani secara paksa, membuat sang korban merasa tercekik dan wajah memerah hampir kehilangan napas. Namun saat cengkraman semakin mengerat, suara ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka.

"Siapa dia?" tanya salah satu pria berbaju hitam sobek-sobek pada Dhani. Namun hanya gelengan kepala yang didapatkan.

"Terlihat seperti orang kaya! Kalian teman dia?" tanya pria botak itu pada tamu yang berada di depan pintu. "Kalian bayar hutang si Dhani sebanyak seratus dua puluh tiga juta, sudah ikut dengan bunga keterlambatan." Lanjut mereka lagi.

"Hei, kau menipuku!" pekik Dhani namun lehernya semakin dicengkeram oleh pria berkepala botak.

Seorang pria berpakaian setelan jas hitam serta kacamata dengan dasi yang tertata rapi, masuk ke dalam rumah kecil itu. Lantas dua pria yang tadi duluan masuk, langsung menundukkan kepala. Memberi penghormatan.

"Seratus dua puluh tiga juta?" Suara pria itu terdengar lalu telapak tangannya terbuka dan mengarah kepada asisten. 

Dengan sigap, sang asisten memberi beberapa ikat uang merah. Para orang-orang yang menyaksikan langsung membelakkan mata. Bagaimana tidak? Uang sebanyak itu berada di hadapan mata, gatal rasanya ingin mengambil, terlebih Dhani yang sedang mabuk. Meronta-ronta ingin dilepaskan dan menjerit meminta segepok uang jatuh ke dalam tangannya.

"Ambil ini dan pergi jauh." Melemparkan uang tersebut pada pria-pria berbadan besar kemudian memperbaiki jasnya sambil menatap datar ke arah Cahaya dan Dhani secara bergantian.

"Tuan, terima kasih atas bantuan yang engkau beri. Tuan terlalu baik, namun dengan cara apa aku harus membayar hutang budi?" Cahaya sujud di kaki pria itu sambil terisak.

Memundurkan langkahnya, tak ingin sepatu yang sudah bersih mengkilap harus kotor dengan air mata kemiskinan. Beginilah pria tersebut, sebenarnya terlalu ogah untuk memijakkan kaki di rumah tua seperti sekarang. Namun demi misinya, terpaksa melakukan.

"Axel!" Suara pria itu terdengar lantang memanggil asistennya.

"Siap, tuan!" jawab sang asisten sambil menatap lurus ke sumber suara.

Jarinya diangkat dan melakukan gerak depan belakang, seperti sedang menyuruh untuk mendekat. Tanpa basa-basi, sang asisten berjalan mendekati tuannya. Lalu terjadi bisik-bisik yang tak terdengar oleh siapapun. Saat selesai, sang asisten bergerak mengambil foto gadis yang ada di dalam tas. Menunjukkan secara terang-terangan.

"Maksud dan tujuan Tuan kami datang kemari bukan semata-mata untuk membayar hutang kalian. Melainkan ingin menikahi putri semata wayang yang ada dalam foto ini."

Cahaya mendengar langsung bangkit berdiri. Dia mengambil selembar foto yang terpampang wajah putrinya. Pandangan dia arahkan bergantian ke arah pria-pria berpakaian serba hitam lalu menggelengkan kepala.

"Maaf, Tuan. Akan tetapi, saya tidak bersedia menikahkan putri saya kepada siapapun untuk saat ini. Sebab umurnya masih belia dan belum terlalu dewasa."

Ucapan dari wanita itu membuat pria dengan setelan jas lengkap menggeram lalu melepaskan kacamata yang dia pakai. Tatapan tajam diperlihatkan serta berjalan selangkah ke depan.

"Kalau begitu, uang tadi harus segera dikembalikan pada hari ini juga!" tuntut pria tersebut.

Dhani yang merasa tawaran pria tadi sangat menarik, segera bangkit. Namun luka tonjokan di wajah terasa nyeri, sebab itu tangannya memegang dan berjalan secara sempoyongan. Tertawa seperti orang mabuk pada umumnya lalu memeluk pinggang sang istri dari belakang.

"Terima saja penawaran pria itu. Jangan menolak rezeki." 

Mendengarnya, Cahaya mendorong tubuh sang suami sehingga hampir terhuyung ke belakang. Dia kembali sujud pada kaki pria itu sambil berderai air mata. Tak peduli akan harga diri. Demi anak, Cahaya rela melakukan apapun. Namun seperti tak dianggap, pria tadi malah berjalan mendekati Dhani. Menyuruh asistennya melakukan sesuatu.

"Tanda tangani surat ini maka aku akan memberikan kalian uang sebesar seratus juta serta hutang kalian tadi aku anggap lunas. Namun sebagai pengganti, Widya harus menikah denganku!"