webnovel

Bab 28 - Mertua Di luar Ekspektasi

"Aku hanya membersihkan ini saja." Widya menunjukkan ikan-ikan yang telah dia bersihkan beberapa dan tersisa sedikit lagi.

"Oma yang suruh?" tanya Kenzi dan dengan cepat Widya mengangguk. Tentu pria itu berdecak, langsung saja menarik tangan istrinya untuk berdiri.

"Wajah kamu kenapa panik begitu?"

"Bodoh!" kesal Kenzi seraya menyentil pelan jidat istrinya. "Kenapa kamu tidak bisa membedakan mana yang disuruh beneran dengan dikerjain, Widya?"

"Emangnya aku dikerjain siapa? Bukannya oma memang menyuruh untuk membersihkan ikan agar dimasak untuk sarapan?"

"Sejak kapan orang rumah sarapan dengan lauk ikan? Biasanya roti serta selai, kamu dikerjain."

"Terus, ikan sebanyak ini buat apa?"

"Ikan ini biasanya untuk camilan kucing milik oma." Diakhiri dengan menghela napas, Kenzi pun menarik tangan istrinya agar segera masuk ke dalam.

Emosinya semakin bertambah saat menyaksikan seluruh keluarga tengah berkumpul canda tawa sambil makan di atas meja. Ia benci, terlebih lagi perlakuan buruk yang diberi pada istrinya.

"Siapa yang menyuruh istriku membersihkan ikan-ikan yang akan diberikan pada kucing?" tanya Kenzi menghentikan kebisingan ruangan.

Tiga perempuan saling berpandangan satu sama lain, mereka seperti sedang ketakutan. Namun, oma bersikap seolah santai lalu meletakkan sendok dengan keras.

"Oma! Memangnya kenapa? Tak bisa lagi Oma suruh dia?"

"Tidak! Dia istriku!"

"Lalu, kalau dia istrimu kenapa?"

Keadaan semakin memanas saat oma berbicara dengan bangkit dari duduknya. Tak ada satupun yang berani menyudahi, karena sikap yang kerasa satu sama lain membuat sia-sia nantinya.

"Dia istriku dan bukan pembantu di rumah ini. Lagian kenapa yang lain tidak ikut membersihkan? Oh, satu lagi! Sejak kapan urusan makanan kucing diurusi oleh anggota keluarga?"

"Oma hanya ingin dia tahu kerja dan sadar diri."

"Urusan apa oma bila dia bisa bekerja atau tidak? Kenzi yang notabenenya sebagai suami saja tak mempermasalahkan."

"Kurang ajar kamu, ya!" kesal oma dengan menunjuk-nunjuk ke arah cucunya. "Bella! Lihat anak kamu ini! Sudah berani melawan omanya!" Kembali berteriak dengan memanggil sang putri.

Bella yang dimaksud adalah mamanya Kenzi, sontak bangkit dan berjalan menuju ke arah oma. Mengelus-elus punggung agar wanita tua itu tak emosi sambil memainkan mata ke arah anaknya untuk segera pergi. Dia tahu, bahwa saat ini tak bisa menenangkan wanita tua itu bila sang pembuat kesal masih ada dihadapan. Lebih baik mengalah saja lebih dulu.

Setelah kepergian sepasang pasutri, Bella memberikan mamanya minum. Ia pun mencoba berbicara baik-baik.

"Ma, kenapa begitu membenci istrinya Kenzi? Menurutku–" Ucapannya langsung terpotong oleh suara mamanya dengan nada galak.

"Menurutmu apa? Dia baik seperti wanita pada umumnya? Kamu mau bilang gitu, kan?"

"Aku memang merasa seperti itu, Ma. Jangan terlalu berperilaku tak masuk akal begitu pada istrinya Kenzi." Kembali Bella mencoba merayu.

"Lantas, kamu mau Mama menerima dia si gadis desa itu? Tak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan, untuk apa menikahi wanita seperti itu, Bella?!" pekik marah wanita tua dan yang lain hanya pura-pura tak melihat.

Beberapa pria dewasa telah berpamitan pergi kerja lebih dulu daripada kena imbasnya, biasa habis pikir mereka. Tersisalah Bella dan dua iparnya beserta oma.

"Kak, asalkan kamu tahu, ya. Bahwa istrinya si Kenzi itu pemalas."

"Dhea, atas dasar apa kamu berkata seperti itu?"

"Lho, aku tak berbohong. Tanya aja sama semuanya, mengapa oma menyuruh dia untuk membersihkan ikan-ikan kotor itu. Dia telat bangun dan harus diberi pelajaran dong?"

Bella menggeleng, bisa-bisa keluarganya seperti ini. Memang, ada peraturan dalam keluarga untuk tidak telat bangun, bila melanggar akan ada sanksi. Namun, menantunya baru menikah beberapa hari dan juga belum dikenalkan pada peraturan yang ada. Bisa-bisanya diberi hukuman seperti tadi. Lalu Bella pun menarik napas kemudian tersenyum tipis.

"Ma, menantuku baru saja datang dan belum tahu peraturan. Nanti akan kuberi tahu agar lain waktu tak mengulang kesalahan."

"Halahhh! Kamu ini terlalu lembek! Bagaimana menantumu akan tunduk kalau sikap kamu aja begini." Ah sudahlah, aku ingin ke atas." Wanita tua itu berjalan meninggalkan ruang makan.

"Kalian juga kenapa ikut-ikutan?" tanya Bella pada kedua iparnya yang ingin pergi, untung saja Bella lebih cepat mengeluarkan pertanyaan.

"O–oh, itu, Kak. K–kami hanya mengikuti apa kata oma. Ya, 'kan, Ra?" Dhea menyenggol tangan Ara, istri dari paman ketiga.

"Eh, iya."

"Lain kali bilangin ke mama pelan-pelan. Kasihan menantuku terlihat ketakutan, kalian paham?"

Kedua wanita itu mengangguk dengan cepat dan langsung berjalan menuju dapur. Lain hal pada Bella, dia mencoba melihat ke luar ruangan memastikan anaknya masih ada di luar atau tidak.

"Ken–" Suaranya seketika berhenti saat melihat pemandangan yang begitu menyejukkan mata dan hati. Di mana anak dan menantunya tengah duduk berdua di bangku taman, saling merangkul serta tawa bahagia yang terpancar di wajah mereka.

Meski, di hari pernikahan dia tak menghadiri namun hatinya tenang saat mengetahui istri yang dipilih dapat mengubah Kenzi untuk lebih terbuka. Jangan sampai karena kesalahan masa lalu menjadi hal utama yang membuat Kenzi terus tertutup akan sekitar.

Badannya memutar untuk masuk, namun lagi-lagi harus terhenti akibat dirinya menubruk sesuatu. Kepalanya pun mendongak karena ukuran tubuh sesuatu itu cukup tinggi.

"Papa? Duh, bikin Mama kaget aja!" Bella menggerutu, namun kembali menutup mulutnya karena tersadar suara yang keras.

"Mama sedang apa di sini?" tanya suaminya dan saat itu juga mulutnya ditutup oleh sang istri.

"Sttt, jangan kencang-kencang!" Suara Bella terdengar seperti bisik-membisik.

Percobaan suaminya untuk membuka sepertinya akan sia-sia karena tenaga Bella yang cukup kuat menahan serta mata sengaja dilebar-lebarkan dan pada akhirnya pria itu pasrah. Hingga, di tengah kericuhan yang terjadi muncullah dua orang yang tadinya sedang duduk di bangku taman rumah layaknya orang sedang berpacaran.

"Mama? Papa? Apa yang kalian lakukan?"

Seketika tangan yang penuh tenaga untuk menutup mulut jadi melemas. Dia pun memasang wajah melas dan buru-buru berbalik untuk melihat sumber suara.

"Kenzi? A–anu, itu Papa kamu–" Terputus akibat Bella yang masih memutar otaknya untuk beralibi. Namun, perlakuan yang dilakukan wanita itu sudah lebih dulu ditangkap oleh Kenzi. Ia hanya bisa pasrah kemudian menarik tangan Widya untuk segera masuk.

"Kan … kan …. Gara-gara Papa nih!" kesal Bella saat menatap kepergian anaknya.

"Lho, kok jadi Papa? Lagian tadi ditanya gak ada jawaban. Salah mulu jadi suami!" Giliran suaminya yang kesal dengan gaya seolah seperti merajuk.

"Astaga! Kenapa jadi Papa yang merajuk? Harusnya Mama dong? Duh, memang dunia ini terbalik!" ketusnya kemudian berlalu masuk ke dalam rumah meninggalkan sang suami dengan keterdiamannya.