webnovel

“Iri : Akar Masalah”

🌹 Yuna Pov~

Kembali ke kasus, untuk ke sekian kalinya aku menunggu anak-anak pulang sekolah di depan gerbang. Dari sekian banyaknya siswa yang keluar, aku belum menemukan Anissa, sampai akhirnya aku lupa-lupa ingat dengan wajah teman Anissa yang sempat aku tanyai.

Dengan mata teliti, aku melihat setiap wajah siswi yang melewatiku sampai akhirnya aku temukan dia.

"Temannya Anissa ya??" tanyaku menjegal mereka tanpa menghilangkan sikap sopan.

"Iya!"

"Kok Anissa nya gak kelihatan??"

"Hari ini dia gak masuk sekolah" balas gadis itu.

Tak ingin menghilangkan kesempatan, aku mengajaknya mengobrol santai di sebuah kafe yang jaraknya tidak jauh dari sini. Dipesankan 3 Cappucino olehku kepada barista kafe ini. Tentunya aku juga mengajukan beberapa pertanyaan untuk ke dua teman Anissa ini.

"Kenapa Anissa gak masuk sekolah??" tanyaku dengan santai agar tak membebaninya.

"Sakit"

"Sakit apa??" lanjut ku bertanya

"Aku juga kurang tau, tapi.."

Barista itu datang membawa 3 cangkir Cappucino, lalu ditaruh di meja tempat kami mengobrol, kemudian pergi meninggalkan kami.

"Tapi apa??" ucap penasaranku.

"Aku rasa dia terlalu kelelahan. ayahnya terlalu menekan dia dalam belajar, mungkin bisa jadi itu penyebabnya" balas pelajar cantik ini.

"ayahnya nya selalu mengharuskan dia untuk ikut kompetisi" sahut gadis satunya lagi.

"Emang dia gak bisa nolak??" tanyaku

"Dia anak yang penurut, jadi gak mungkin deh"

"Kalo Wendy orangnya kayak gimana??"

"Dulunya dia juga orang baik, tapi semenjak dia putus sama pacarnya kelakuannya jadi makin absurd" tembal salah satu dari mereka.

"Cuma gara-gara putus sama pacar??" sahutku yang tak percaya dengan awal mula sikap keras Wendy.

"Pokoknya yang aku dengar tuh, pacarnya Wendy itu lebih memilih Anissa daripada dia"

"Dia diselingkuhi?? Tanyaku.

Aku tak mengira awal mulanya hanya dari kisah cinta monyet sampai terbawa ke ranah hukum segala. Setelah mendengar lebih lengkap dari teman Anissa itu, aku jadi menemukan titik terang dari kasus ini. Sudah sekitar satu tahun Wendy menjalin cinta dengan pria itu, dan dari sejak awal juga Wendy memang tidak suka dengan Anissa karena keduanya selalu bersaing dalam hal prestasi. Namun pada satu titik, saat itu Wendy kalah saing dalam kompetisi Sains melawan Anissa, dan saat itu pula Wendy menangkap basah pacarnya sedang mengucapkan kata-kata yang membuat Wendy tercengang.

"Selamat!!" ucap pria yang lumayan tampan itu kepada Anissa dengan memberikan buket bunga.

"Makasih" balas Anissa menerima buket itu dengan senyuman.

"Aku tahu kamu yang bakal menang!!" imbuh si pria yang statusnya masih berpacaran dengan Wendy

Tak mengira sebelumnya, pria yang seharusnya menyemangati di saat ia terpuruk justru memberikan ucapan sekaligus bunga pada saingannya itu.

"Kamu ngapain di sini??" tanya Wendy dengan tatapan tajam sekali sehingga membuat Anissa dan Pria itu menelan ludahnya sendiri.

Mungkin itu hanya cerita ringkas yang dirasakan Wendy, yang pada akhirnya membuat ia tersandung kasus. Karena Wendy tidak terlalu banyak bicara denganku, jadi aku tahu ini dari teman sekelasnya. Aku menunggu kedatangan Wendy di ruanganku, awalnya sempat was-was takut dia tidak datang lagi, namun setelah menunggu sedikit lebih lama dari jadwal, akhirnya dia datang juga walau lagi-lagi dengan tampilan wajah datar. Terlepas dari itu, aku berterima kasih karena dia sudah menyempatkan datang kali ini.

"terima kasih!!" ucapku dengan menatapnya yang sedang duduk di depanku.

"..." seperti biasa, tidak ada ekspresi yang ia keluarkan. Maka aku melanjutkan "saya akan lebih berterima kasih kalau kamu bawa orang tua kamu ke sini!"

"Dia gak akan datang!!" jawabnya dengan begitu sinis.

"Kenapa??"

Lagi-lagi dia tidak memberi alasannya sama sekali.

"kenapa??" tanyaku kembali

"Aku sudah bilang, dia gak akan datang!!" nyolot Wendy.

"Iya kenapa??" balikku yang sama-sama terbawa suasana.

Dia hanya terdiam tanpa mengatakan alasan apa pun. Setelah aku meredam emosi, "setidaknya kamu harus bilang alasannya, supaya saya juga bisa mengerti dan tidak berspekulasi apa pun tentang orang tua kamu!!".

Mengingat yang diceritakan sekilas oleh teman sekelasnya, aku juga harus mengklarifikasi dari mulut Wendy. Oleh karena itu aku beralih ke isu tersebut.

"Saya dengar, kamu berbuat seperti ini kepada Anissa karena kamu diselingkuhi??"

"Apa??" balas Wendy yang agak kaget.

"itulah alasan kamu gak mau bawa orang tua kamu datang ke sini!!"

"apa?? Heuhh" balasnya dengan wajah sinis, lalu dilanjut "tau apa kamu sama orang tua saya??" dengan begitu nyolotnya.

"Apa??" kagetku dengan ucapan yang ia lontarkan. Karena terlalu larut suasana, aku naik pitam "dari awal saya sudah tanya baik-baik, tapi balasan kamu kayak gini??"

Parahnya ia membalas "Dari awal kamu emang gak niat bantu saya!!"

Jelas saja membuat saya makin darah tinggi "saya kerja keras tapi gak kamu hargai, sakit hati saya!!".

Tiara yang awalnya hanya diam di tempat kerjanya, ikut menenangkan kami berdua. Namun saat itu juga Wendy lebih memilih pergi keluar dari ruangan ini. Aku bisa mengerti kalau sikapnya dipengaruhi oleh masa pubertas, tapi yang paling tak habis pikir ialah disaat aku bekerja keras untuk mengeluarkannya dari tuntutan ini, justru ia tidak menghargai usaha dan pengorbananku selama ini. Harus dengan cara apalagi aku mengatasinya, dikala dihalusi dia melunjak dikasari dia makin jadi.

Semakin kesini waktu persidangan semakin dekat, namun aku tidak mendapatkan sesuatu dari Wendy. Setelah dipikir-pikir ucapan yang ia lontarkan beberapa hari lalu, sedikit membuatku guncang dan berpikir untuk melepaskan kasus ini kepada orang lain.

"Aku gak mau ngelanjutin kasus ini!!" ucapku kepada Tiara ketika sedang minum kopi di waktu istirahat kerja.

"Kasus apa??" tanya Tiara menengok wajahku.

"Wendy"

"Kamu masih sakit hati sama ucapannya??" kembali tanya Tiara.

"euhh, aku masih bisa terima sama sikapnya tapi enggak sama ucapannya!!"

"pikirkan lagi!!" tutupnya yang kumudian pergi meninggalkanku sendiri.

Seberapa kerasnya pun aku berpikir, tetap saja keputusannya aku hanya ingin melepaskan kasus ini. Kasusnya memang tak seberapa jika harus dibandingkan dengan kasus pembunuhan atau kasus sadis lainnya, tapi justru yang menyebalkan dari kasus ini adalah terdakwanya sendiri.

Dua hari berlalu, Tiara mengajakku berdiskusi mengenai kelanjutan dari kasus ini di ruang kerja. Kami mengobrol di kursi tamu hanya berdua saja, karena rekan yang lain sibuk dengan kasus yang mereka tangani. Tiara membawakan seduhan teh yang ia buat sendiri, lalu duduk berdampingan denganku.

"Kamu yakin mau melemparkan kasus ini sama yang lain??" tanyanya dengan santai.

"Kenapa aku gak yakin??" tembalku yang masih terbawa emosi.

"Kamu tau alasan selama ini dia gak bawa orang tuanya??" Lanjut Tiara.

Di satu sisi aku masih kesal dengan ucapan dia, namun di sisi lain aku juga penasaran kenapa dia juga tidak pernah ditemani orang tuanya apabila menemuiku. Rasanya mulut ini juga gengsi untuk bertanya, alhasil aku tidak mengatakan apapun kecuali menunjukkan wajah yang terkesan penasaran.

"Ayahnya sudah meninggal sekitar 5 tahun lalu, sedangkan ibunya sendiri berjualan di pasar tradisional dan dia itu anak tunggal"

"Tahu dari mana kamu??" beraniku walau agak ketus.

"Gak penting tahu dari mana, yang paling penting kamu harus mengerti kesibukan ibunya itu"

"Sesibuk apa pun ibunya, setidaknya dia harus menemani anaknya dong?? Apalagi kan sekarang dia dihadapkan dengan persidangan. Ini bukan masalah sepele loh" tembalku dengan nada yang sedikit tinggi.

"ibunya gak pernah menemani dia, bahkan di saat dia sedang berkompetisi Olimpiade pelajar sekalipun".

Tidak pernah diduga sebelumnya, begitu pembicaraan kami usai. Wendy membuka pintu dan mendekati kami, dia berdiri dengan kepala menunduk seraya berkata "maafkan aku!!". Di saat itu pula kami hanya bengong tak tahu apa yang sedang terjadi dengannya. Namun kita juga harus mengapresiasi kedatangannya yang memiliki niat meminta maaf dengan menyuruhnya duduk terlebih dahulu.

Ia duduk di depanku dengan posisi kepala yang masih menunduk. Tiara sendiri langsung mengambil inisiatif dengan membuatkannya teh. Sedangkan aku sendiri masih memperhatikannya.

"Minta maaf untuk apa??" tanyaku setelah beberapa detik memperhatikannya.

"Karena sudah berbicara lancang, aku minta maaf!!" balasnya yang masih menunduk.

"Oke, aku mau maafin!!"

Tiara yang sudah membuat teh, meletakkan di meja lalu duduk ke tempat kerjanya tanpa mencampuri urusan kami.

"tapi, kamu harus janji untuk tidak pernah mengulangi kejadian kemarin sama siapa pun!!" sambungku.

"Iya aku janji!!" dengan suara seperti malu-malu kucing dan posisi masih menunduk.

"Apa?? Aku gak denger!!" balasku yang pura-pura tidak mendengar.

"Iya, aku janji" ucap lantangnya dengan posisi sama.

"Oke, tegapkan kepala kamu!!" ujarku dengan tegas, lalu ia pun mulai berani menatapku kembali.

"Aku juga minta maaf, sudah so tahu tentang orang tua kamu" sambungku dengan tulus.

Dari sana dia mulai membuka suara dengan menceritakan semuanya. Yang dimulai dari Wendy yang selalu bersaing dengan Anissa dalam setiap kompetisi pengetahuan, peringkat kelas terkecuali soal isu yang beredar tentang kisah asmara mereka. Wendy tidak pernah memedulikan mantan pacarnya yang sekarang dekat dengan Anissa. Sikapnya yang berani mencemarkan nama baik, bermula dari rasa iri Wendy terhadap Anissa yang mendapat perlakuan yang begitu istimewa dari ibunya, apalagi pada saat kompetisi terakhir. Sikap ibu Anissa berbanding terbalik dengan sikap ibu Wendy. Setiap kali kompetisi diadakan, ibu Anissa selalu hadir menemani, menyaksikan, memberikan suport walaupun Anissa sendiri selalu mendapat peringkat di bawah Wendy, sedangkan Wendy tidak pernah diperlakukan demikian oleh ibunya. Pada satu waktu ada sebuah kompetisi, untuk pertama kalinya Anissa mendapat peringkat pertama yang otomatis melangkahi Wendy, saat itu ibunya memeluk Anissa dengan rasa haru sekaligus bangga dengan pencapaian anaknya dan saat itu pula Wendy semakin dibuat iri oleh Anissa, terlebih setelah ia melihat postingan sosial media Anissa yang sedang berlibur, sebagai bentuk hadiah dari ibunya.

Sempat mendatangi rumah Anissa ketika masih berteman, Wendy melihat dinding-dinding yang dihiasi piagam serta lemari yang diisi tropi kemenangan runner-up, bukti bahwa ibunya tetap mengapresiasi apa yang diperoleh anaknya, lain hal dengan rumah Wendy, piagam, plakat juara pertama yang diperoleh Wendy hanya disimpan di laci saja. Ibunya Wendy tidak mengetahui prestasi apa yang sudah diraih Wendy karena kesibukannya itu. Itulah yang membuat Wendy marah dan berani menjelek-jelekkan Anissa di sosial media. Alih-alih marah karena itu, Wendy melemparkan kepada masalah pacarnya yang di rebut Anissa. Itulah awal mula terbentuknya kasus pencemaran nama baik ini.

"Terima kasih!!" ucapku mengapresiasi Wendy yang berani menceritakan semuanya.

Sekedar memberi arahan padanya, karena yang ia lakukan ini jelas-jelas salah dan menyakiti hati Anissa jadi aku menyuruhnya untuk meminta maaf kepada Anissa terlebih dahulu, syukur-syukur Anissa mau memaafkannya sekaligus mencabut tuntutan terhadapnya. Sebelum mengucapkan itu, Wendy sudah lebih dulu berkata "aku ingin meminta maaf kepada Anissa!" dengan begitu berarti ia sadar atas apa yang sudah dilakukannya.

Kami pun segera menuju rumah Anissa, sampai di sana ternyata rumah itu sepi sekali sampai-sampai mengucapkan salam pun tidak ada yang menjawab. Tak henti sampai di sana, Wendy pun menelepon nomor Anissa namun tidak ada jawaban sama sekali. Spekulasi akhirnya bermunculan di benak Wendy dan mengarah ke 'mungkin sengaja gak diangkat, karena terlalu marah sama Wendy'. Akhirnya spekulasi itu aku patahkan ketika mendengar kabar dari Temannya bahwa Anissa dirawat di rumah sakit.

"Haruskah aku tunggu dia pulih dulu??" tanya ragu-ragu Wendy kepadaku.

"Enggak, kita ke sana sekarang!!" balasku, terlihat rasa gelisah di wajahnya "enggak apa-apa, aku akan temani kamu!!"

Kita menjegal taksi yang lewat di jalan untuk menuju rumah sakit tersebut, dan segera masuk ke dalam taksi itu. Pada saat perjalanan, ponselku berbunyi nada panggilan telepon, setelah ku ambil ponsel dari tasku, tertulis nama Tiara di sana.

Aku menjawabnya "ada apa??"

"Kamu sekarang di mana??"

"Menuju rumah sakit" jawabku

"Rumah sakit? Bukannya mau nemuin Anissa, kenapa malah ke rumah sakit??"

"Anissa sekarang sedang dirawat, makanya mau ke sana!!" balasku

"Rumah sakit mana?? Bisa kirim alamatnya via sms??"

Percakapan di telepon hanya sampai sana, tak lupa aku mengirimkan alamat rumah sakit tersebut dan juga kamar inap Anissa kepada Tiara lewat pesan singkat.

"Kenapa juga dia nanya alamatnya??" gumamku setelah mengirimkan pesan itu.

Sesampainya di rumah sakit, kami mencari ruangan atas nama Anissa ke bagian informasi. Begitu mereka memberi tahukan, kami bergegas menuju ruangan itu. Wendy melangkah dengan ragu ketika berada di pintu ruangan tempat Anissa dirawat, aku melihat wajahnya untuk meyakinkan dia.

'tok tok tok' bunyi pintu yang diketuk oleh Wendy

Kami pun masuk, di ruangan itu Anissa yang sedang terbaring lemas dengan infusan yang ada di tangannya. Melihat kedatangan kami, Anissa bergegas hendak duduk, kemudian aku segera membantunya karena merasa ia seperti tak sanggup bangun sendirian dengan keadaan lemas. Wendy justru berdiam dekat pintu dengan kepala nunduk merasa malu terhadap Anissa.

"ada apa?" tanya Anissa kepada Wendy

Wendy pun masuk, ia mendekat kemudian menggenggam tangan Anissa, sambil menangis ia berkata "maafin aku, aku udah ngatain kamu yang enggak enggak, aku udah fitnah kamu. Maafin aku!!" ucapnya

Aku hanya diam berdiri, karena ini adalah urusan mereka berdua.

Anissa melepaskan tangan Wendy seraya berucap "kamu tahu, berapa banyak orang yang ngomongin aku tentang hal yang bahkan aku lakuin aja belum pernah?" dengan intonasi kesal

"terus, setelah kamu minta maaf, apa semuanya selesai?" lanjut Anissa, dengan menangis ia pun melanjutkan "semuanya gak akan selesai, mereka hanya akan mencap ku sebagai perusak hubungan orang" sambil teriak meringas.

Melihat situasi yang makin runyam, aku harus menjadi pemisah antara keduanya "Anissa, memang semuanya gak akan sama seperti semula, tapi kamu tahu Wendy masih punya masa depan panjang, kamu gak akan membiarkan dia masuk penjara kan??"

"terus bagaimana denganku? Aku juga masih punya masa depan yang panjang, tapi apa? semuanya dihancurkan oleh dia!!" tembal Anissa padaku, kemudian melanjutkan "dia pantas masuk penjara"

"iya aku memang pantas masuk penjara!. aku kesini bukan untuk meminta kamu mencabut tuntutan, aku datang kesini untuk meminta maaf dengan tulus" tembal Wendy yang terdengar keren, ia menutup "kalau begitu, aku pamit. Semoga kamu cepat sembuh" lalu pergi mendahuluiku.

Aku mengejar Wendy, selagi hendak keluar dari ruangan itu, ibu Anissa masuk. Aku sendiri bingung antara harus menjelaskan terlebih dahulu kepada ibu Anissa atau mengejar Wendy. Terserah deh dengan tanggapan ibu Anissa, yang terpenting aku harus membela Wendy bagaimanapun situasinya. Padahal dia pergi beberapa detik lebih dulu dariku, tapi kenapa jejaknya tidak terlihat sama sekali. Tibanya di lobi, aku melihat Wendy sedang berhadapan dengan seorang ibu-ibu yang ditemani Tiara, mata ibu itu terlihat berkaca memandangi Wendy, tak lama ia pun langsung memeluk Wendy dan membisikkan "mama minta maaf nak!!"

Wendy juga membalas "enggak, mama gak salah apa-apa" disertai tangisan yang pecah.

Kami berempat duduk di kursi kantin rumah sakit, suasana begitu canggung mengingat ini pertemuan pertama ku dengan ibu dari Wendy.

"saya Yuna, pengacara yang menangani kasus Wendy" mulaiku memperkenalkan diri

"iya" singkat ibu Wendy

"saya sudah mendengar semuanya dari mba Tiara, sebelumnya saya minta maaf karena baru mengetahui hal ini sekarang" lanjut ibu Wendy sembari menggenggam tangan anaknya

"tidak apa-apa, saya memahaminya" balasku.

Begitulah cerita pertemuanku dengan ibu Wendy. Tidak banyak yang harus aku sampaikan kepada beliau, yang aku harapkan hanya kehadirannya sebagai bentuk dukungan moril terhadap anaknya. Mendengar bahwa Wendy siap menerima konsekuensi atas tindakannya, itu berarti aku harus siap membelanya di pengadilan dan juga harus siap melawan Faza'.

Kami sekarang baik-baik saja dan siap menghadapi sidang pertama. setelah apa yang terjadi sebelumnya, kini Wendy terlihat lebih dewasa. Ia tidak pernah lagi berbicara tak sopan pada ku maupun rekan kerja ku.

Selagi menunggu Wendy di ruang kantor ku, iseng-iseng aku membuka aplikasi insta lewat komputer kerja. Tertulis disana sebuah akun yang bernama @anissa_fdl, aku klik lah akunnya, ku lihat feed foto yang ia bagikan dan ternyata 'waaaww', semua foto yang diunggah itu foto-foto liburan dia diberbagai tempat wisata. Terlintas dibenakku 'pantas saja Wendy iri, ternyata feed instanya aja kayak gini' .