webnovel

Crystal Pair

Sejak kecil, Liza tahu kalau dia berbeda. Liza diberkahi sepasang mata yang memiliki kemampuan aneh, yaitu melihat kristal cahaya gaib yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia. Selama ini Liza mengira kristal cahaya itu tidak berarti apa-apa, sampai suatu ketika ia terseret dalam sebuah kejadian tak terduga. Sejak itulah Liza mendapatkan suatu fakta mencengangkan tentang kebenaran jati dirinya yang ternyata adalah seorang keturunan penyihir putih legendaris yang pernah hidup di zaman abad pertengahan bernama Adera. Konon penyihir putih legendaris itu adalah penyihir yang mampu mengendalikan tujuh cakra dalam tubuhnya untuk mengeluarkan sihir dengan fungsi tertentu. Salah satunya adalah cakra jantung, cakra yang berfungsi untuk cinta dan penyembuhan. Dan berkat kemampuan sihir yang dimilikinya, Liza mampu menyembuhkan manusia dari serangan magis dan juga menolong mereka untuk menemukan jodoh sejati hanya dengan melihat pola-pola kristal gaib yang dia lihat. Itu seperti menemukan dan menyatukan jodoh kepingan puzzle. Sampai suatu hari, Liza memiliki keinginan untuk mencari siapa pasangan jiwa menggunakan kemampuan sihirnya itu. Namun anehnya, Liza masih belum menemukannya hingga sekarang. Keberuntungan jodoh seolah tidak berpihak padanya. Alih-alih mencari pasangan, Liza malah dipertemukan terus dengan Chistone, pria misterius yang memiliki pola kristal jodoh yang tidak terbaca. Siapakah sebenarnya Christone? Bagaimana bisa kristal jodoh pria itu tidak bisa terbaca oleh Liza? Lalu apakah nanti Liza bakal menemukan jodohnya? Follow untuk info dan update cerita di : @fenlykim

Fenly_Arismaya · Fantasy
Not enough ratings
235 Chs

Denise, Si Kejam Pembantai Pria

Apa yang dihadapan Liza sekarang sungguh mengerikan. Seenggok mayat yang tertutup oleh gundukan salju dan tanah itu terlihat masih baru dan berpakaian. Juga sekujur tubuhnya sudah membiru di beberapa bagian kulit, akibat hawa dingin salju. Jenis kelamin laki-laki. Umurnya mungkin sama dengan Ayah Liza--kalau beliau masih hidup.

"Setelah dilihat lebih detail lagi, sepertinya tidak ada tanda-tanda kekerasan apapun. Kemungkinan besar dia mati karena kedinginan dan tak tahu jalan pulang," ujar Peter setelah mengecek secara keseluruhan tubuh mayat itu tanpa rasa takut ataupun jijik sama sekali.

"Lalu apa yang harus kita lakukan pada mayat ini?" tanya Liza kemudian.

"Hoi! Lihat! Anjing-anjing itu sepertinya menemukan mayat yang lain!" Tiba-tiba Yuki berseru seraya menunjuk kearah lain yang tak jauh dari sana.

Yang benar saja! Setidaknya ada lima mayat pria yang serupa dengan mayat pertama yang mereka temukan! Sebenarnya ada apa ini?

Peter segera memgambil tindakan untuk mengambil gambar lima mayat dengan ponselnya. Lalu mencocokkan data wajah dengan data pribadi kependudukan.

Tidak heran kalau Peter bisa melakukan tindakan yang cepat dan tanggap seperti itu. Sebagai anggota Universe Rescue Team, dia tentunya mempunyai wewenang akses data pribadi penduduk di negara tersebut. Apalagi mengingat organisasi rescue ini juga tentunya kerap terjun dalam misi penyelamatan manusia juga.

"Menurut data kependudukan, kelima mayat ini adalah warga asli Bernsbergh."

Ricky mengerutkan keningnya. "Ini aneh. Kalau mereka betulan warga Bernsbergh, harusnya mereka sudah paham betul soal transportasi menuju Bernsbergh itu memerlukan kendaraan pemecah es atau hewan pemecah es, kan? Tapi nyatanya tidak satupun dari mereka yang menggunakan transportasi."

Yang dikatakan Ricky benar. Semua warga Bernsbergh tahu, jika mereka membutuhkan transportasi untuk menjangkau kota tersebut. Bahkan Liza yang sudah lama tidak tinggal disana pun juga tahu.

"Apa mungkin ... mereka terbunuh disini?" tebak Yuki seraya menatap ngeri mayat-mayat yang sudah dikumpulkan itu.

DEG!

"Ti-tidak mungkin, Yuki ... Aku sudah betul-betul memeriksa kalau tidak ada bekas kekerasan atau gigitan hewan di tubuh mereka."

Liza menyerngit. Makin merasa aneh dan penasaran. Maka tidak heran kalau ia kemudian bergerak. Kembali meneliti tiap detail kulit salah satu mayat. Mencoba iseng-iseng melihat kristal cakra jantung di dada mereka. Tapi herannya kristal itu tidak ada sama sekali. Pertama kalinya Liza mengamati kasus seperti ini, karena sebelumnya Liza hanya melihat kristal cakra manusia yang masih hidup.

'Apa mungkin kristal cakra itu lenyap setelah roh manusia lepas?'

Dugaan Liza mungkin saja benar. Karena kalau dipikir lagi, kristal cakra itu adalah bentukan dari energi manusia. Kalau rohnya hilang, itu berarti energinya juga mestinya hilang. Maka tidak heran kalau kristal cakra itu juga sudah tidak ada di tubuh orang yang sudah meninggal.

"Baiklah. Sebaiknya kita pindahkan dan kumpulkan mayat-mayat ini dulu. Setelah ini aku akan menghubungi polisi agar menangani mayat ini," ucap Peter kemudian.

Karena tidak ingin menganggu kegiatan rescue mereka, Liza lantas melipir agak menjauh. Sebenarnya Liza ingin menolong, tapi dia tidak bisa menyembunyikan rasaa gelinya saat menatap mayat-mayat. Dan tampaknya Peter pun paham dan sepertinya dia tidak mempermasalahkan Liza yang tidak membantu. Toh rescue memang seharusnya dilakukan oleh tim Universe Rescue Team dan Liza sebagai warga sipil tidak dituntut untuk membantu.

Namun pada saat satu mayat itu hendak digotong oleh Peter ke pinggir, Liza tidak sengaja menengok ke leher belakang mayat tersebut.

"Tunggu sebentar! Bukankah ini bekas suntikan?" Liza menunjuk ke belakang leher mayat yang hampir tertutup rambut. Rambutnya panjang, jadi Peter tidak begitu kelihatan dengan bekas suntikan itu saat memeriksa mayat tersebut.

Peter pun lantas melakukan pengecekan ulang ke belakang leher para mayat lain. Dan ternyata benar, kalau mereka semua memiliki bekas suntikan kecil.

Yuki juga ikut melakukan pengecekan. Dan sekarang, dia sedang menotol-notol bekas suntikan itu dengan kapas berisi cairan tertentu yang dijepit oleh pinset.

"Apa yang hendak dilakukan Yuki?" tanya Liza penasaran, sembari mengamati lekat-lekat pergerakan tangan Yuki yang cekatan.

"Yuki ini si ahli identifikasi bahan kimia, dan dia juga merupakan murid Nona Tabib Hijau. Sekarang dia sedang melakukan prosedur untuk pengecekan bahan kimia di bekas suntikan itu," terang Peter kepada Liza.

Dan benar saja. Memang ada racun di bekas suntikan itu. Terbukti warna kapas itu berubah menjadi ungu tua.

"Racun jenis toxin. Sangat berbahaya. Dan hanya satu orang yang mungkin memakai ini," ucap Yuki dengan waja ngeri.

"Ya ..." Peter langsung menunjukkan wajah seriusnya. "Ini pasti Denise. Dia memang selalu berbuat seenaknya."

DEG!

"De-denise?" Liza ingat dengan nama itu. Kalau tidak salah, dia adalah saudara perempuan Aisha, alias si Nona Tabib Hijau. "Tu-tunggu ... Kenapa Denise melakukan ini?"

Peter, Yuki, dan Ricky lantas saling melempar pandang. Dari sorot mata mereka, sepertinya mereka bingung apakah harus mereka menjelaskan soal Denise.

Sejenak saling beradu kode mata, akhirnya mereka mencapai titik kesepakatan. Ditandai dengan satu anggukan kepala. Dan ketika Ricky dan Yuki sama-sama mengarahkan pandangan ke Peter, barulah Peter menghelakan napasnya. Dia tahu maksud pandangan mereka. Peter yang disuruh bicara untuk menjelaskan kepada Liza.

"Denise itu memang saudaranya Aisha. Tapi dia sangat diluar kendali. Kalau Aisha adalah anak pendiam dan suka menolong, justru Denise sebaliknya ..."

Menghela napas sejenak, Peter seperti agak berat menceritakan ini. Dia sampai menjeda ceritanya hanya untuk mengatur napas. Liza menyadari itu, tapi ia hanya diam saja.

Karena Peter agak lama melanjutkan ceritanya, Yuki lah yang kemudian bercerita.

"Denise itu sebenarnya seorang tabib yang hebat. Sangat hebat bahkan melebihi nona tabib hijau, Aisha. Entah karena alasan apa, dia kemudian pergi. Beredar berita juga kalau dialah biang kekacauan yang banyak menelan korban jiwa."

Dahi Liza menyerngit. 'Tunggu. Kekacauan?' batinnya.

Ini aneh. Entah mengapa Liza merasakan kalau berita itu seperti aneh. Karena Liza sangat tahu, kalau orang yang belakangan ini mengacau di Negeri ini adalah Christ. Apa ini berarti ada orang lain yang mengacau selain Christ? Dan itu ... Denise?

Wah, makin berbahaya saja Negeri ini! Liza jadi khawatir apakah seterusnya dia bisa terus hidup ditengah teror para penjahat penyihir seperti ini. Christ saja sudah cukup membuatnya kerepotan. Apalagi sekarang ada ... Denise? Yang benar saja!

"Walau kelakuannya mengerikan, Denise itu sangat cantik. Banyak pria yang mengejarnya dari dulu. Tapi sayang semuanya berakhir tragis. Dan anehnya dia hanya membabat nyawa para pria. Baik pria yang mengejarnya atau yang bukan," imbuh Yuki kemudian.

Ricky pun mengangguk membenarkan. "Itu benar. Denise membunuh para pria dengan menyuntikkan racun langka--yang bahkan dokter manapun tidak akan memilikinya. Dan hanya kami yang tahu indikator untuk mengenali racun langka itu. Nona tabib hijau yang memberitahu kami formulanya. Maka dari itu kami bisa mengetahui racun tersebut."

Ngeri sekali mendengar betapa kejam dan tidak berperikemanusiaannya seorang Denise. Bulu kuduk Liza saja sampai merinding.

Tapi selain ngeri, ada satu hal yang cukup mengganggu pikiran Liza setelah ia mendengar cerita itu. Dia baru menyadari kalau pertanyaannya masih belum terjawab. Yaitu ...

"Dari tadi kalian hanya menceritakan kejahatan Denise. Tapi kalian tidak mengatakan mengapa Denise melakukan semua kejahatan itu?" tanya Liza dengan pandangan mata memicing.

Peter menggeleng lemah. "Sampai saat ini kami tidak tahu apa motifnya melakukan itu, bahkan Aisha mengaku tidak tahu. Tapi aku yakin, dia pasti punya alasan ... Entah itu alasan untuk kebaikan atau malah untuk keburukan."

Yuki terlihat membuang napas. "Kalau sudah begini, aku sarankan kita harus waspada mulai sekarang. Karena aku khawatir kalau Denise ada disekitar sini."

Ricky lantas mengangguk setuju. "Ya. Denise mungkin memang tidak akan menyerang kita. Tapi karena kita membawa Liza, aku khawatir dia bakal menyasar kepada Liza."

Mereka pun lantas melanjutkan perjalanan setelah para polisi datang mengevakuasi mayat.

Dan sepanjang perjalanan itu, entah mengapa Liza jadi kepikiran terus dengan Denise. Bagaimana mungkin Liza terus menaruh rasa penasaran tinggi kepada perempuan kejam itu?

Liza mungkin penasaran dengan alasan mengapa Denise melakukan tindak kejahatan itu (walau belum terbukti jelas kebenarannya). Tapi ada yang membuat Liza berlipat kali lebih penasaran tentang sosok si Denise. Sebuah fakta bahwa Denise adalah saudara perempuan dari Aisha, Si Nona Tabib Hijau.

Dan Liza juga ingat, kalau kemampuan Denise lebih baik dibanding Aisha. Dari situlah Liza berpikir kalau jangan-jangan ...

'Apakah Denise itu juga penyihir bermata hijau sama seperti Aisha? Atau keturunan penyihir bermata hijau?' gumam Liza membatin.

Jika memang benar Denise penyihir bermata hijau dan dia sangat kuat, ada kemungkinan Liza bisa memintanya untuk mengajari pelajaran sihir dengan baik. Demi mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu Liza bertemu dan bakal bertempur dengan Christ.

Apalagi Liza juga ingat, kalau penyihir bermata hijau hanya bisa mengontrol kekuatan cakra jantung (bersimbolkan warna hijau). Ada kemungkinan kalau Denise tahu potensi kekuatan cakra jantung, sehingga nantinya Liza berharap Denise bisa menjelaskan lebih detail tentang pola kristal cahaya pada cakra jantung tiap-tiap manusia.

Sungguh, naluri Liza berkata kalau dia ingin bertemu Denise. Tidak peduli seberbahaya apa perempuan itu. Demi mendapatkan jawaban yang selama ini Liza cari.

Apa makna pola kristal pada cakra jantung manusia? Dan mengapa ada pola kristal yang tidak terbaca seperti milik Christ? Demi apapun Liza sangat penasaran.

Dan alasan lain mengapa Liza ingin bertemu Denise, adalah karena ucapan Yuki tadi.

Saat bercerita tentang Denise, Yuki sempat mengatakan kalau Denise hanya membabat nyawa pria-pria saja. Karena Liza perempuan, dia sedikit merasa berani. Walaupun sebenarnya dia juga masih takut dan khawatir kalau Denise bakal menyasar ke perempuan juga.

Tapi, ini juga bisa menguntungkan untuk Liza. Kalau Denise memang suka membantai para pria, itu mungkin berita bagus. Liza mungkin bakal meminta tolong dan pelindungan pada Denise untuk menghalau Christ.

Semoga saja apa yang diharapkan Liza bisa terwujud. Semoga.

**

To Be Continued.