webnovel

One. A Toy

Bau amis yang sangat menyengat tiddak membuat indra penciumannya terganggu, di balik itu, ia malalh menunjukan raut wajah senang. Ah. Orang gila.

Tapi pemandangan seperti ini sudah tidak asing untuknya, karena setiap hari pasti bau amisnya berganti dengan yang baru. Dia tidak pernah meminta semua itu dibersihkan, karena bau amis darah itu membuatnya lebih bersemangat untuk membunuh orang, lagi, dan lagi. Oh, bukan hal yang mengejutkan untuk kalian 'kan? Seharusnya tidak. Di dunia para mafia, membunuh untuk mendapatkan keuntungan adalah hal yang wajar. Dan malam ini, adalah malam yang di tunggu-tunggu olehnya dan semua anak buahnya.

Hari di mana mereka di ijinkan untuk membunuh seorang pejabat Negara, yang secara diam-diam melakukan banyak tindak kriminal. "Tuan Crytim ... persiapan eksekusinya sudah selesai. Kini yang harus kita lalakukan adalah membawa pejabat itu ke markas," ucap seorang pria yang berdiri di bibir pintu. Sang tuan yang di panggil pun menoleh, dan tersenyum. Ia berjalan keluar, meninggalkan ruangan yang dipenuhi dengan jasad manusia yang berlumuran darah. Ah, jika dibayangkan, itu sungguh mengerikan, bukan?

"Siang ini aku masih punya urusan, jadi kalian selesaikan saja sisanya. Mengerti?" katanya, yang di balas angggukan para bawahannya. Setelah mengatakannya, ia berjalan menaiki tangga, kemudian berjalan kearah garasi mobilnya. Ia menekan tombol kecil untukk membuka pintu mobilnya. Dari semua mobil yang ia miliki, ia menggukan mobil yang pasaran, tujannya tentu agar tidak terlalu menconlok.

Ah, memangnya apa yang harus di lakukan seorang bos mafia di siang hari begini? Tenang saja, bukan mau membunuh orang kok. Lagi pula, di balik setatusnya yang seorang mafia, ia hanyalah seorang mahasiswa semester 5, dan model yang di kontrak oleh brand ternama. Ah, tidak mungkin ia membocorkan identitas asllinya ke publik, 'kan? Terkecuali, tidak ada seorang pun yang mengenal dirinya. Tapi sayangnya, ia adalah salah satu anak dari konglomerat ternama dunia.

Seperti biasa, orang-orang akan menyambutnya dengan ramah begitu ia keluar dari mobilnya. Pencitraan seperti itu bukan hal yang baru, 'kan? Dan sekarang di sini ia berada, Mansion besar keluarga Critym. Yah, seorang Tuan muda harus datang ketika ada acara keluarga. Walau akan banyak penghinaan yang di lontarkan semua anggota keluarga. Tapi ia memilih untuk menutup telinganya, dan jika bisa, ia juga akan membungkam mulut mereka semua.

"Tuan muda George sudah datang! Cepat mmebungkuk dan beri sambutan!" teriak salah satu penjaga yang ada di sana. Para pelayan dan penjaga yang lain ikut membungkukan badannya, beberapa dari mereka masih enggan untuk memberi tandaa kehormatan, karena bagaimana pun, George baru di angkat menjadi tuan muda 3 tahun lalu, ketika ia kembali ke rumah setelah 17 tahun lamanya di anggap mati. Fakta George masih hidup tentunya adalah sebuah kejutan yang menyengsarakan keluarga besarnya.

Begitu George masuk, ia langsung disambut dengan tatapan tajam penuh benci. Ah, sepertinya mereka semakin berani saja, menatap George seperti hama yang mengotori Mansion ini, padahal kenyataanya malah sebaliknya. "Hey liat dia! Masih punya muka ya dia berjalan dengan penuh keangkuhan seperti itu!" bisik salah satu dari mereka. George hanya tersenyum simpul, ia bahkan tidak tertarik untuk meladeni tikus-tikus busuk itu. Tapi diantara mereka, masih ada orang yang membela dan menerima George dengan lapang dada.

"Berhenti mengujarakan kebencian seperti itu, Aunt. Anak mu bahkan tidak bisa sesukses George, dan hanya bersembunyi dii balik kekayaan orang tuanya," ucap salah satu gadis sebagai balasan. Siapa pun yang mendengar hal itu tentunya ingin tertawa, termasuk George. "Nona Amber! Siiapa yang mengajarkan mu untuk berkata seperti itu, hah?!" teriakan itu berasal dari seorang wanita paruh baya. Amber memutar bola matanya, kemudian ia berkata. "Ibu, tentu saja mereka yang mengajari ku untuk berkata demikian,' balasnya santai.

Sepertinya keluarga Crytim ini tidak pernah bisa harmonis. Dari pada itu, sekarang bukan kah waktu yang tepat untuk meredakan pertikaian ini? "Sudah lah, tidak bagus jika di hari penting kalian malah sibuk bersilat lidah? Dan Amber, pertahankan performa mu itu." Setelah mengatakan hal itu, George pergi meninggalkan mereka, dan berjalan menuju kursi besar yang berada di ujung aula Mansion itu. Singgahsana tuan muda yang terhormat. Ah, George memang memiliki tahkta tinggi di antara keluarganya yang lain.

Tak lama setelah itu, satu persatu acara pun di mulai, dan inti acaranya tentu saja pembagian warisan keluarga lagi. Sebenarnya George tidak membutuhkan uang sumbangan ... ekhem, maksudnya uang warisan dari keluarga. Tentu karena uang yang ia hasilkan jauh lebih banyak. Tapi untuk mengharai mereka, mau tak mau ia harus menerimanya. "Jika tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, saya pamit terlebbih dahulu," tuturnya, sembari membungkukan badan. Hanya beberapa orang yang membungkukan bada untuk membalas George, sedangkan ebagian besarnya mengangkat kepala mereka denngan angkuh. Apakah mereka tidak sayang kepala mereka lagi, ya?

Ah, orang-orang besar kepala seperti mereka kenapa harus terlahir sebagai manusia, sih? Merusak pemandangan saja. Tapi dibandingkan dengan itu, bukannya seru jika nanti mereka dijadikan sasaan empuk George untuk bermain? "Mana boleh begitu tuan! Mereka itu keluarga mu, Tahu!" ucap seorang gadis dari balik telfon. Mendengar ocehannya, Georgo terkekeh pelan sembari menggeelengkan kepala. Selama ini, George tidak taahu apa itu arti keluarga, yang ia tahu, jika ada orang yang tidak menyukainya, dan berusaha untuk melukainya, artinya mereka itu adalah musuh, bukan keluarga maupun saudara. "Oh ya, bagaimana keadan di markas, Little Angel? Apakah mainan baru ku sudah datang?" tanyanya, dengan penuh semangat.

"Justru mainan anda sudah menunggu sedari tadi, tuan." Sepertinya, George memang harus segera kembali ke markasnya. Malah sekarang ia sudah tidak sabar dengan teriakan nyaring dari mainannya. Psycho memang. "Jangan biarkan dia melarikan diri," ucapnya, kemudian George menutup saluran telfonnya secara sepihak.

George langsung menaikan kecepatan mobilnya, ia tidak peduli jika banyak pengguna kendaraan lain terus menerus mengklaksoninya. Toh semua aparat kepolisian sudah hapal dengan plat mobilnya, jadi tidak ada yang berani mmengusiknya, kecuali mereka tidak mau hidup lagi. Dan tak butuh waktu lama, George sekarang sudah berada di wilayah markasnya. Sebuah perkebunan buah, yang di ujung tanahnya ada sebuah rumah besar terbrngkalai. Yap, itu adalah markas George. Tapi, ada yang menganggu penglihatanya, "Sedang apa gadis itu mengendap-endap? Apa dia sedang mengawasi markas ku?" ucapnya dalam hati.

Bukannya turun dari mobil, George malah diam dan memeperhatikan gerak-gerik gadis itu. Tujuannya untuk memastikan, gadis itu adalah ancaman atau bukan baginya.

"Tidak perlu, sepertinya sekarang aku sudah menemukan keeberadaan senior George."