webnovel

Crazy Love?

-- Bertemu orang yang tepat pada waktu yang tepat adalah sejenis takdir -- *** Kehidupan yang kelam, masa lalu yang ingin dilupakan, dan masalah kehidupan lainnya membuat remaja ini terus berusaha untuk menyelesaikan masalahnya. Kekuatan yang mereka butuhkan adalah uluran tangan dari orang lain disekitar. Tidak hanya orang dewasa yang mempunyai ribuan masalah, tetapi remaja ini juga mempunyai masalah di kehidupannya. Mulai dari masalah keluarga, pacar, ataupun persahabatan. Rena, gadis yang selalu baik pada semua orang, dan tanpa sengaja membuat banyak cowok yang mulai menyukainya. Rena mempunya sahabat bernama Rean, cowok itu selalu melindungi Rena dari semua cowok yang mendekat. Terutama Ryu, Ketua Osis. Cerita ini tidak hanya menceritakan masalah yang dihadapi oleh Rena. Berbagai kisah berada di dalam cerita ini. Apakah Rena dapat memilih salah satu? Atau, Rena tidak memilih sama sekali? Apakah masalah lainnya dapat diselesaikan? Apakah mereka bisa membuat hidup mereka menjadi penuh warna? Ikuti terus cerita ini ^^

Errenchan · Teen
Not enough ratings
289 Chs

Hari Pertama

Prakk! Prakkk!

Terdengar suara batu krikil yang mengenai tembok kamar gadis itu, dan gadis itu hanya mendengus dan segera memakai seragamnya dengan cepat. Setelah itu, ia membuka tirai kamarnya, dan Rena memutar bola matanya malas ketika melihat cowok yang berdiri di balkon sebrang dengan senyuman juga tatapan matanya.

"Lama bener, Ren? Abis ngapain si?"

"Abis mandi, kenapa?"

"Mau ngajakin berangkat bareng, lo mau?" tanya cowok itu dengan tersenyum menatap Rena.

Rena terdiam sejenak, ia menatap wajah cowok itu yang sangat teramat tampan. Tidak mungkin di hari pertama masuk ia menjadi pusat perhatian kakak kelas karena ia berduaan bersama cowok tampan. Rena menggeleng pelan dengan menarik bibirnya membentuk senyuman.

"Maaf ya, Rean. Bukannya enggak mau, tapi ... gue pengen naik bus. Pulangnya aja deh, gue bareng," tolak Rena halus.

Rean adalah nama sahabat cowok Rena. Lebih tepatnya Akrean Vaxlyn. Mereka berteman sudah sejak umur tujuh tahun. Rumah mereka bersebelahan, yang awalnya Rean selalu menjahili Rena, semakin lama hubungan mereka menjadi sangat dekat. Dan beruntung ketika Rena pindah rumah, ia langsung mendapatkan teman.

Pertemuan pertama mereka di balkon kamar, saat itu Rena sedang sedih karena ia mendengar kalau kedua orangtuanya akan berpisah. Dan, Rean lah yang membuat gadis itu kembali tersenyum.

Rean pun juga sering menolong Rena yang selalu ceroboh, ntah jatuh dari sepeda, jatuh ketika berlari, atau tersandung saat berjalan. Mereka selalu satu sekolah sejak di bangku sekolah dasar, tidak hanya satu sekolah, bahkan satu kelas.

"Kenapa nggak mau? Naik motor lebih cepat, Rena."

"Nggak mau tau! Lo harus bareng gue! Lo tau kan kalau gue itu enggak suka penolakan," lanjut Rean menatap gadis itu.

Rena menghela napas, selalu saja begini. Rean paling tak suka kalau ada yang menolak ajakannya, dan jika seperti ini Rena tak bisa lagi menolak.

"Iya, gue siap-siap dulu."

Belum Rean jawab, Rena sudah menutup kembali tirainya dan bersiap-siap. Karena ini hari pertamanya di kelas sepuluh, ia hanya membawa tiga buku kosong, dan tempat pensil.

Setelah itu, ia memakai tas dengan satu bahunya, dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar.

"Ren, sarapan dulu," ujar sang bunda yang melihat anaknya dari atas sana.

Rena berjalan menuruni tangga menghampiri bundanya. "Aku sarapan di jalan aja," ucap Rena mengambil sepotong roti yang sudah di isi selai kacang kesukaannya.

"Berangkat sama Rean?" tanya Maryln

"Iya, aku berangkat dulu," pamit Rena.

"Hati-hati."

Rena mengangguk dan berjalan keluar dengan cepat, karena ia yakin kalau Rean sudah berada di depan rumahnya. Saat membuka pintu, ia terkejut mendengar suara ribut dari luar. Siapa yang bertengkar di depan rumahnya? Pikir Rena.

Rena membuka pintu, dan terlonjak kaget melihat cowok yang se-umuran dengannya memakai seragam yang sama juga. "Josen? Ngapain ke sini? Nggak langsung ke sekolah aja? Bukannya lo mau cari kelas dulu?" tanya Rena pada Josen.

Josen adalah teman dekat Rena di SMP, cowok tampan, berkulit putih, dan tubuh yang sedikit mempunyai otot itu selalu menempel pada Rena saat di sekolah, bahkan banyak yang berpikir kalau mereka itu adalah pacaran. Rean memang tak pernah kenal Josen, karena Rean tipikal orang yang cuek, bahkan saat itu, yang ia kenal di kelas hanya Rena, dan Akbar. Selain itu ia tak tau teman sekelasnya. Aneh bukan? Tanpa mereka sadari, mereka sudah bersaing mendapatkan Rena.

"Gue mau ajak lo berangkat bareng, Rena."

"Nggak! Rena itu bereng gue! Lo siapa si? Jangan sok kenal gitu deh," ujar Rean dengan tatapan tak suka.

"Gue Josen, kita satu kelas pas SMP. Lo nggak kenal gue?" tanya Josen yang tak percaya karena Rean tak mengenalinya.

"Hah, kita satu kelas? Sejak kapan? Jangan sok kenal deh lo. Ayo, Ren. Bareng gue aja," ucap Rean menatap Rena.

"Eh, nggak bisa gitu dong. Yang sampe sini duluan siapa? Gue kan?! Jadi Rena bareng gue!"

"Gue yang ajak dia dari tadi di balkon kamar! Mending lo pergi jauh-jauh deh," ucap Rean.

Rena yang mendengar kedua cowok itu yang terus beradu mulut hanya menghela napas dengan menatapnya malas. "Udah, udah, jangan ribut. Masih pagi juga, malu sama tetangga," lerai Rena.

"Sekarang pilih deh, Ren. Lo pilih berangkat bareng gue atau Rean?" tanya Josen menatap Rena.

Rena melihat keduanya secara bergantian, dan beberapa dia terdiam sejenak. Ia takut kalau salah satu dari mereka yang ia tolak akan marah, dan mungkin kedua orang itu akan terus ribut terus menerus. Telinga Rena tiba-tiba mendengar suara mobil bundanya yang sedang dipanasi, itu berarti bundanya akan berangkat ke kantor.

"Gue sama … bunda aja deh. Mending sekarang lo berangkat. Oh iya, satu lagi. Gue enggak akan berangkat atau pulang bareng kalian sebelum kalian saling damai! Ngerti?" Rena langsung kembali berjalan masuk dengan melahap roti yang masih ia pegang.

Mereka berdua menatap Rena yang masuk kembali ke dalam rumahnya. Rean berdecak kesal dan menatap Josen."Lo sih! Gara-gara lo—"

"Apa? Jangan suka salahin orang!" ucap Josen yang menatapnya dengan tatapan datar.

"Jangan berantem! Sana berangkat ke sekolah!" teriak Rena dari dalam rumahnya itu. Kedua cowok itu langsung menutup mulutnya rapat-rapat dengan menagngguk-angguk pelan.

"Emang kita beneran satu kelas pas SMP? Kelas berapa? Sejak kapan? Kok gue nggak pernah liat lo?" tanya Rean membuka suara sambil memakai helmnya.

"Lo beneran lupa, atau emang pikun sih? Kita kelas delapan satu kelas, bambang! Jelas lo nggak pernah liat gue, kan gue duduk di depan, lo di belakang!"

"Jadi maksud lo gue bodoh gitu?!"

"Emang seperti—"

"Kurang ajar lo!"

***

Rena mengamati bangunan sekolah yang sangat besar dan bertingkat empat. Gadis itu mengembangkan senyumnya, ia membalikkan badannya melihat bundanya yang tengah tersenyum pada anaknya itu.

"Kamu hebat loh, Ren."

Ucapan bundanya itu membuat Rena menyernit bingung. "Maksud bunda?"

"Kamu jadi bahan rebutan dua cowok tampan, siapa ya yang bakal jadi pacar atau suami mu nanti?" tanya bunda dengan tersenyum jahil. Rena pun hanya berdecak pelan.

"Bundaaa, mereka itu temen aku bund. Enggak ada yang jadi pacar atau suami bunda," jawab Rena yang hanya di tertawakan oleh Maryln. Ia menghentikan mobilnya di depan pagar, dan Rena melepas sabuk pengamannya.

"Bun, aku masuk dulu ya!"

"Iya, belajar yang bener! Oh iya, nanti bunda ada rapat. Kalo bunda belum jemput, kamu bisa langsung ke kantor bunda," ujar bunda memberikan uang saku.

"Siap, Bunda! Daaaa." Rena melambaikan tangannya dan langsung berjalan masuk ke dalam sekolah. Pertama-tama ia berjalan ke papan mading untuk melihat kelasnya.