(Zenitta)
Gaffin tersenyum miring melihat ke arahku, saat aku sedang duduk di atas lantai, sembari mengikat tali sepatu. Aku mengerutkan kening, seketika menjadi was was terhadapnya.
" Apa yang sedang dia rencanakan?" bathinku penasaran, perasaanku tidak enak, karena aku tahu, dia itu orangnya licik.
" Eh....Setan..mau apa kamu?" tanyaku kemudian, sambil berteriak kepadanya.
Gaffin melangkahkan kaki menghampiriku. Anak itu kemudian duduk, dan tangan kirinya merangkulku, tetapi aku segera menghempaskan tangan itu dari pundakku.
" Aku tahu..kamu pasti merencanakan sesuatu untuk mengerjai aku khan?" celetukku kemudian.
" Kata siapa,...darimana kamu tahu aku akan mengerjai kamu..ngarang saja kamu?" sahut Gaffin , mengelaknya dan menganggapku berkata sembarangan.
" Aku tahu kok dari gelagat kamu,.." timpalku kemudian.
" Memangnya gelagatku seperti apa?" sahutnya seolah polos.
" Itu tadi...kamu tersenyum miring terhadapku..."balasku tidak mau kalah.
" Memang seperti apa senyum miringku tadi..." sahut Gaffin masih berpura pura polos.
" Seperti ini..." lanjutnya ,sambil mempraktekkan cara dia tersenyum , melebarkan bibirnya .
" Atau seperti ini, " kini bibirnya mempraktekkan senyum simpul yang sedikit memperlihatkan giginya yang putih.
" Ah..sudah ah..jangan mengacau,.." Aku menjadi kesal terhadapnya, kemudian berdiri ,lalu melangkahkan kaki, bergegas meninggalkannya.
" Tunggu.." teriak Gaffin, tapi tidak ku hiraukan. Aku tetap melangkah dengan percaya diri.
Ternyata Gaffin dengan cepat dapat menyusulku, karena mungkin langkah kakinya lebih panjang dari pada langkah kakiku. Tak kusangka, kami berpapasan dengan Helen di jalan, saat akan menuju ke lapangan. Seketika Gaffin berhenti, seakan terkena sihir dari anak cantik itu. Gaffin berdiri mematung memandang Helen di depannya. Sekilas Helen juga berhenti juga memandang Gaffin, sedangkan aku masih berdiri di antara mereka. Perasaanku merasa sakit ketika melihat mereka seperti itu. Gaffin masih belum bisa melupakan Helen begitu saja, dia masih mengharapkan cinta dari Helen.
Aku kemudian berbalik dan melanjutkan melangkahkan kaki meninggalkan mereka. Perasaanku sedikit kecewa , hatiku seolah di timpa batu besar, sehingga merasakan nyeri. Aku berhenti sejenak, memandangi tanah sambil menikmati rasa sakit di hati ini. " Aku ...apakah aku menyukai Gaffin?" aku mulai bimbang dengan perasaanku sendiri.
***
Aku sudah berada di lapangan basket, akan siap melakukan pertandiangan setelah ini. Aku sudah mengikat rambutku dengan kencang ke atas, sehingga leherku merasa nyaman bila angin berhembus.
plok..plok..plok..
Andre menepuk tangannya ,sebagai aba aba bagi kami untuk segera berkumpul. Tak lama kemudian Grup Gaffin datang. Aura pertarungan kini sudah mulai menyelimuti lapangan.
Prit..prit..
Wasit sudah meniup peluit, bola kemudian di lambungkan ke atas dan Gaffin pandai merebut bolanya, sehingga mereka memiliki kesempatan pertama untuk berusaha memasukkan bola , menperoleh angka bagi grupnya.
Gaffin dengan cekatan berlari sambil menggiring bola dengan memantulkannya. Setelah posisinya pas untuk menembak, Gaffin lalu melompat berhasil memasukan bola basket ke dalam ring, nilai berhasil di peroleh, mengawali pertandingan.
Dan kini giliran kesempatan bagi grup kami , untuk memperoleh angka. Aku berada pada posisi pemain bertahan, dengan menjaga daerah pertahanan. Bola di lemparkan sebagai umpan ke pemain penyerang kami , tetapi pemain kami gagal menerima umpan, bola itu melesat ,lalu dapat tertangkap lagi oleh Gaffin. Cowok itu kemudian tersenyum senang, dan mulai menggiring bola ke daerah pertahan kami.
Aku kini berhadapan dengannya, seperti biasanya yang sering kita lakukan. Lagi lagi dia tersenyum miring, dia meremehkanku. Gaffin mencari celah, dengan sengaja mengecohku , tapi aku tidak terpengaruh, karena aku sudah bisa membaca gerak gerik tangannya. Aku membalas ,tersenyum mengejeknya pula. Aku dan Gaffin masing masing akan bertarung habis habisan, agar memenangkan pertandingan ini.
Gaffin berhasil mencari celah, dan aku langsung berusaha menghalanginya. Aku segera membatasi gerak tangan Gaffin ketika memantulkan bola dan akan memasukkannya. Aku sengaja menutupinya dengan cara mendekatkan badanku lebih dekat dengan badannya, agar gerakannya terbatas. Gaffin sedang menunduk, sepertinya sedang sibuk memikirkan cara ,sembari memantulkan bolanya.
Saat dia membawa bolanya ke atas, aku langsung menghalanginya dengan menggerakkan kepala dan badanku. Wajah Gaffin kemudian mengenai leherku , entah mengapa gerakannya sekilas berhenti. Dia menjadi terbengong sambil memandangku.
Tepat seketika itu pula, peluit di bunyikan oleh wasit. Berarti pergantian pemain, otomatis aku berganti menjadi pemain penyerang. Dalam kesempatan ini aku tidak menyia -nyiakannya, mengambil kesempatan saat Gaffin lengah.
Aku segera merebut bola dari tangan Gaffin, lalu berlari sambil memantulkam bola menuju daerah lawan. Gaffin berlari mengejarku, dan kami kembali berhadapan. Aku kemudian sengaja mempengaruhi pikirannya, dengan melontarkan kata kata yang sudah ada sejak tadi dalam benakku, sebab aku penasaran apa yang ada dalam pikiran anak itu ,sehingga dia terbengong saat pertandingan.
Dan itu membuat aku ingin tertawa ketika tadi melihatnya. Mungkin saja dia memikirkan Helen, karena tadi mereka bertemu.
" Mikir apa kamu tadi,.. kalo hanya bengong lebih baik tidak usah main, pacaran saja sana..hehhe.." Aku mengejeknya. Gaffin hanya diam, tumben sekali tidak menimpali kata kata ejekkanku. Malahan Gaffin memandangku dengan sikap serius, sepertinya marah, karena bola masih dalam kuasaku.
" Tidak akan aku biarkan kamu menang.." teriakku, sambil meloncat memasukan bola ke ring, dan aku berhasil menambah nilai bagi grup kami. Gaffin nampak lesu dan sedikit kecewa.
Kami kembali melanjutkan pertandingan, setelah sempat beristirahat 10 menit. Pertarungan kami berlangsung semakin sengit, walaupun a
pada akhirnya, berakhir dengan nilai seri.
***
Aku duduk di pinggir lapangan di bawah pohon, sambil meneguk air minum. Badanku sangat berkeringat, hingga baju dan rambutku basah. Aku bermaksud menghilangkan keringat di badan, sebelum berganti pakaian. Hari semakin sore, dan aku terpaksa berdiri dan mengayunkan kaki menuju ruang ganti untuk mengganti pakaianku. Kemudian aku keluar ,setelah selesai berganti pakaian.
Sesosok bayangan sedang bersandar di pohon, dan bayangan itu kemudian mengejutkanku. Jantungku hampir saja copot ,ketika tiba tiba, sesosok itu keluar dan kini berada di hadapanku.
" Bangsat kamu Fin...ngagetin tau.." pekikku karena sangat terkejut, sambil meletakkan tanganku di dada. Gaffin terlihat berbeda dari biasanya , yang biasanya akan menaggapi dengan sikap slengekannya, tapi kini ,cowok itu terlihat serius menatapku.
" Zenitta...." panggilnya, memanggilku dengan suara berat.
Aku sekilas terperangga akan cara dia menatap dan memanggilku kali ini. " Apa yang terjadi padanya?" bathinku merasa aneh. Dia kemudian memajukan langkahnya mendekatiku, fokus matanya tetap fokus menatapku. Aku mundur karena aku merasa sikap Gaffin menakutkan sekarang.
Bibirku seakan kaku, bahkan yang biasanya aku bisa cepat mengelak , tetapi hal itu saat ini tidak mampu aku lakukan. Gaffin terus maju, akhirnya berhasil membuatku melangkah mundur, hingga terpojok , tidak ada lagi celah untuk terus berjalan.
Terpaksa aku berhenti, karena punggungku sudah membentur tembok.
" Ka..kamu kenapa Fin..." ucapku kemudian, sedikit gagap. Gaffin sepertinya tidak menghiraukanku, dia kini seakan sedang kesurupan. Entah setan apa yang merasukinya, sehingga aku mulai merasa takut kepadanya.
Aku hanya bisa tercengang, ketika jemari Gaffin menyentuh bibirku, seolah tanganku terkunci rapat oleh mantra, tidak menghempaskan tangannya atau bergerak menghindarinya .Aku tidak menolak sama sekali.
***
Gaffin tersenyum pasrah, sembari berujar yang tidak aku mengerti maksudnya.
" Sayang sekali..aku tidak bisa menghukummu" , jemarinya membelai lembut bibirku. Untunglah aku sadar dan langsung membuang tangannya dari bibirku itu, kemudian mendorongnya.
" Apaan sih kamu..pegang pegang bibir aku,..dasar mesum,.." kataku sambil berlalu darinya. Gaffin mengejarku, lalu seketika menautkan jemarinya ke jemariku. Aku tersentak, dan langsung memandangnya. Dia tersenyum padaku, dan aku seperti tersihir oleh senyumannya. Aku hanya diam sambil memandangnya ,mengikuti saja tangannya membimbingku. " Apakah aku sudah gila, kenapa aku tidak menolak apa yang sedang Gaffin ini lakukan?"
***
(Gaffin)
Sayang sekali..pertandingan kami seri, aku tidak bisa menciumnya. Aku kecewa dengan hasil pertandingan, rencanaku gagal.
" Sialan..".aku harus menunggu lagi , dimana aku bisa membuatnya mau menciumku.
Aku memejamkan mataku, sambil bersandar di pohon, menunggunya keluar dari ruang ganti. Aku masih bisa merasakan aroma tubuh Zenita, dan mengingat bagaimana kulit leher halus dan putihnya itu. Dia terlihat seksi ,membuat aku semakin tergoda untuk selalu menempel pada kulit itu.
"Aku gila...aku memang sudah gila...dan kau Nita..yang sudah membuat aku menjadi gila...."
***
Pintu terbuka ,dan dia keluar dari ruangan itu. Wangi parfum yang dia pakai, menyeretku sehinggan mendekatinya dan seketika langsung membuatku mabuk kepayang. Dia terlihat menggemaskan dengan bibir yang di olesi liptin. Tanganku terulur begitu saja, dan dia tidak menolakku. " Ah...setan apa yang berhasil merasuki kami,..."
Tidak..aku tidak mau menciumnya di sini, masih ada anak anak yang lain di belakang , aku tidak mau membuat kami tercemar dengan melakukan ciuman di sini. Nanti..ya..suatu saat nanti ...kami akan melakukannya di tempat yang aman dan dengan puas,...ya...aku yakin hal itu akan terjadi.
***