17 Episode 16

Tergerak untuk memaksa, bertindak tak sesuai asa

Hari ini adalah hari senin, seperti biasa rutinitas wajib setiap hari Senin pagi yaitu upacara sebentar lagi akan dilaksanakan. Namun Zach yang bertugas sebagai pemimpin paskibra hari ini belum tampak batang hidungnya. Entah kemana dia tidak ada yang tau, tidak seperti biasanya Zach akan terlambat seperti ini saat akan menjalankan tugasnya.

Ternyata bukan hanya Zach saja yang belum berangkat, tapi Darren juga belum berangkat. Entah tumben sekali mereka belum berangkat sekolah. Akhirnya upacara bendera dimulai tanpa mereka berdua dan posisi mereka di Paskibra diganti oleh junior mereka.

Upacara bendera akhirnya usai, kini mereka telah kembali ke kelas masing-masing. Begitu juga dengan Luna, Dinda dan Anya yang berjalan kekelas mereka.

Tanpa diduga dan disangka didalam kelas ada Zach dan Darren yang saling berbicara satu sama lain. Obrolan yang diiringi canda tawa, terlihat dari wajah mereka yang saling tersenyum dan tertawa.

Begitu terpesona, Luna melihat Zach yang tertawa seperti itu hanya diam mengamati. Sungguh dia tidak menyangka Zach bisa tersenyum dan tertawa. Itu sungguh Zach kan.

"Waah-waah, para pemimpin paskib ternyata pada bolos upacara. " seru Anya saat sudah masuk kedalam kelas  mendekat kearah mereka berdua yang langsung diam.

Wajah Zach yang tadinya tersenyum kini kembali ke mode datar tak berekspresi.

"Minggir gue mau duduk, " ujar Luna yang sudah berada didepan mereka berdua. Ia menyuruh Zach untuk minggir.. Karna bangku yang diduduki Zach adalah tempat duduknya.

"Gue cabut dulu" ujar Zach pada Darren, ia tak menanggapi Luna sedikitpun dan langsung pergi meninggalkan kelas IPA-2

°°°

J

am sekolah padahal sebentar lagi berakhir, tapi Luna sudah disuruh buru-buru untuk pergi keruang osis mengurus laporan keuangan. Pak Hasan sungguh tidak sabaran padahal Ia harus mengikuti pembelajaran karna sebentar lagi kenaikan kelas. Jadi, ia harus belajar lebih giat lagi. Eh ini ia malah disibukan oleh urusan osis.

Saat mendekati lorong yang berdekatan dengan ruang Osis tiba-tiba saja sebuah tangan menariknya kuat dan menghempaskan Luna ketembok.

"Aargh, " suara kesakitan keluar dari mulut Luna. Bagaimana tidak sakit pinggang serta bahunya membentur tembok dengan keras.

"Mampus" lontar Maya, yang diketahui sebagai kakak kelas

Maya menarik kerah baju Luna, sehingga mereka saat ini sedikit berdekatan.

"Mau lo apa sih kak May, gue salah apa? " Ujar Luna menatap Maya

Plakk

"Lo gak tau salah lo apa? " semakin kuat Maya mencengkram kerah baju Luna.

"Memang salah gue apa" jujur Luna benar-benar tidak mengerti kenapa Maya kakak kelasnya ini sebegitu marah pada dirinya.

"JAUHIN BG GERALD"

"What? " semakin tak mengerti dengan maksud Maya

"Jangan pura-pura tidak mengerti"

"Serius kak may, gue bener-bener gak tau maksud lo apa" ujar Luna

"Kata Tiara lo tebar pesona sama bg Gerald, lo ganjen ya ternyata"

Tau sudah maksud Maya seperti ini pada dirinya. Pasti ini provokasi dari Tiara

"Pokoknya gue peringatin Lo, awas lo tebar pesona sama bg Gerald " kembali Maya mendorong Luna keras ketembok hingga Luna kesakitan.

Habis sudah kesabaran Luna menghadapi kakak kelasnya ini, padahal dia berusaha menghormati seseorang didepannya.

brukk

Luna balas mendorong Maya hingga terjatuh, tentu saja Maya tidak bisa menerimanya.

Plakk

Satu tamparan mendarat dipipi mulus Luna "Lo berani ya sama gue, dasar gak punya sopan santun"

Plakk

Tamparan keras kembali diterima Luna dipipi kirinya, ia menatap tajam Maya seakan-akan ingin membunuh Seniornya itu

"APA? LO BERANI SAMA GUE" tantang Maya

Plakkk

Tamparan keras kembali, tapi kini bukan diwajah Luna melainkan diwajah Maya, Luna sudah tidak bisa lagi berdiam diri menerima ini. Itu sudah keterlaluan

Tangan Maya kembali terangkat dan hendak membalas tamparan Luna, namun saja tangannya terhenti karena seseorang telah mencengkram tangannya kuat sehingga hanya menggantung diudara. Matanya bertemu siletan mata Zach yang tajam. Luna juga menatap Zach yang tengah menatap Maya dengan tajam sekali ia menatap dirinya dengan tatapan yang sulit diartikan. Maya langsung diam, merasa takut dengan Zach dan langsung menghempaskan tanganya serta pergi begitu saja.

Zach menggandeng tangan Luna, menariknya agar berjalan mengikuti dirinya. Sementara Luna hanya diam merasa terkesima dengan Zach yang ternyata bisa lembut juga padanya.

...

Kini Zach dan Luna sudah berada di UKS, ia menyuruh Luna duduk disofa yang kebetulan tersedia diUKS. Luna hanya menurutinya saja entah kenapa tidak ada rasa penolakan dalam dirinya..

Zach mengelus pipi Luna dengan lembut. Otomatis itu membuat si empunya langsung menepisnya

"Lo apa-apaan sih, main pegang-pegang pipi gue" ujar Luna, jujur jantungnya berdegup kencang dengan perlakuan Zach tadi

"Merah, pasti sakit kan" tanya Zach dan kembali memegang pipi Luna. Memang benar pipi Luna yang putih serta mulus jelas terlihat kemerahan akibat tamparan tadi.

Zach kemudian duduk didepan Luna sambil memegang kantung kompres, dengan perlahan ia menempelkan kantung itu di pipi Luna. Luna langsung menatap Zach tak percaya, apa kah ia sedang mimpi saat ini melihat Zach bersikap baik seperti ini.

"Aku bisa sendiri" Luna bermaksud mengambil kantung es yang dipegang Zach

Zach hanya diam dan masih mempertahankan kegiatannya yang mengompres wajah Luna.

"Zach, " panggil Luna, ia benar-benar risih dengan posisi mereka saat ini. Yah walaupun Luna menyukainya.

"Mm-hmm " balas Zach

"Gue bisa sendiri Zach, lepasin kantung esnya" Luna hendak mengambil kantung itu lagi.

"Sudah, " ujar Zach, sambil berdiri beranjak mengembalikan kantung es itu ketempatnya.

"Makasih" ujar Luna pelan.

"Gue ke ruang Osis dulu ya, " ujar Luna lagi dan hendak pergi keluar

"Gak usah, ayo ikut gue" balas Zach dan langsung menarik Luna keluar.

"Tapi, gue mau ada perlu diruang Osis"

"Udah, selesai"

"Apanya" Luna tak mengerti dengan ucapan Zach.

"Urusan Lo disana sudah selesai. "

....

Luna berada di Halte bis menunggu jemputan atau kalau ada Angkot lewat, sepertinya ia tidak ada yang menjemput. Kini jam sudah menunjukan sore hari sedangkan Lionil kakaknya pasti sudah pulang dari kampus dan kini mungkin ia sudah tidur nyenyak susah untuk dibangunkan sementara supir pribadinya sedang ijin. Jadi terpaksa ia harus menunggu angkot lewat

"Huh jam segini mana ada angkot lewat, gara-gara Zach kenapa gue disuruh nungguin dia latihan paskib" Luna menghembuskan nafasnya kasar

Bagaimana caranya pulang sekarang, bahkan sekolah sudah mulai sepi tinggal beberapa orang saja itu pun anak-anak paskib. Mana ada anak paskib yang ia kenal kecuali Darren, Darren sendiri sudah pulang bersama gebetannya.

Apalagi saat ini cuaca tidak begitu mendukung. Cuaca mendung gelap gulita menemani dirinya di halte bus

"Naik" ujar Zach yang berdiri diatas motornya

Luna menatap Zach biasa saja tak ingin menanggapi

"Naikk" ujar Zach sedikit memaksa

"Gak, duluan aja" tolak Luna dia memalingkan wajahnya dari Zach

"Ikut gue" ujar Zach dingin sambil menarik Luna mendekat kearah motor miliknya

Keduanya saling menatap tak mau mengalah satu sama lain, sampai akhirnya Luna mengalah dan menuruti apa kata Zach.

"Kenapa Lo, jadi ora dingin sekaligus pemaksa banget sih" ujar Luna kesal

"Kenapa Lo nggak nungguin gue, gue tadi udah bilang" ujar Zach mengalihkan pembicaraan.

"Gak Pa-pa, " jawab Luna

Zach menghela nafas kasar dan segera melajuka motornya menyusuri jalanan, yang mulai terlihat gelap karna awan begitu hitam karna mendung ditambah waktu sudah menunjukan sore hari menjelang magrib.

°°°°°

"

Onil, bangun sayang" Sarah mencoba mengguncang badan putranya itu untuk bangun

"Iya, kenapa sih mi? " tanya Lionil saat membuka mata

"Sana jemput Luna kesekolah, ini sudah mau magrib tapi kenapa dia belum pulang" rasa khawatir menyelimuti hati Sarah, anak gadisnya belum pulang juga.

"Ngantuk mi, tadi dia juga gak kasih kabar ke aku"

"Issh, kamu nih sana jemput adik kamu. Kalau papi tau kamu bisa kena marah loh biarin adik kamu" tegur Sarah

"Ya sudah, aku ganti baju dulu" kesal Lionil, ia beranjak dari kasur kelemari pakaian sambil ngedumel tidak jelas.

Tingg tong

Terdengar suara bel rumah Yang nyaring berbunyi memenuhi setiap ruangan.

Lionil dan Sarah segera turun kebawah, Lionil sudah siap dengan jaketnya hendak menjemput Luna kesekolah. Tapi, saat dia sudah ada dibawah ia melihat adiknya sudah duduk manis di meja makan

"Tuh mi, anaknya udah pulang." Teriak Onil

"Iya, Mami tau gak usah teriak-teriak" balas Sarah sambil berjalan mendekat kearah Luna yang berada di Meja makan bersama Zach.

"Luna, kamu sudah pulang? Barusan aja Mami suruh kakak kamu yang gak jelas itu buat jemput"

"Loh, ini siapa.?" Ujar Sarah saat sudah didekat Luna dan Zach, Zach langsung mencium tangan wanita yang masih terlihat muda itu walaupun sudah memiliki cucu.

"Mi, kalau aku tidak jelas berarti mami dan papi apa dong" ujar Lionil masih tidak terima dengan ucapan maminya tadi.

"Hush, kamu diem ada tamu jangan berisik" ujar Sarah pada Lionil yang langsung cemberut.

"Tamu, tamu.. Itu cowoknya Luna " kesal Lionil dan berjalan mendekat ke meja makan menghempaskan pantatnya duduk dimeja makan.

"Kak Onil" ujar Luna menatap kakaknya kesal sekali ia menatap maminya was-was. Bagaimana tidak was-was, ia belum boleh pacaran oleh papi dan maminya.. Eh malah kakaknya yang super duper itu bicara seenak jidatnya. Yaah walaupun ia berpacaran pura-pura dengan Zach itu namanyakan sama saja dengan pacaran

"Oh pacar Luna" ujar Sarah

"Iya" Zach menjawabnya dengan tersenyum.

" Kenapa baju kamu basah, sementara Luna tidak terlalu" Sarah heran melihat kedua remaja didepannya ini.

"Ya basah mi, dia didepan terus jaket dia, dia kasihin ke aku" jawab Luna mewakili Zach

"Ya sudah sekarang suruh cowok kamu ganti baju, dikamarnya Onil. Onil pijami nak.. "

"Zach tan" ujar Zach

"Onil, pinjami nak Zach baju kamu. Cepat nak ganti baju dikamar Lionil nanti kamu sakit"

"Iya tan" balas Zach.

"Ayok bro, kekamar gue" ujar Lionil bersahabat, entah kenapa tumben sekali Lionil bisa bersahabat dengan orang yang baru dikenalnya, apalagi orang itu pacar adiknya sedangkan ia sangat menentang adiknya pacaran saat sekolah.

Setelah beberapa menit Zach akhirnya turun bersama Lionil, terlihat ia sudah berganti pakaian bebas begitu juga dengan Luna yang sudah duduk di meja makan bersama Mami, Papi, Liam, serta istrinya dan Jovan. Luis, dan Liam begitu juga istriny sudah kembali dari luar kota. Sedangkan Jovan memang masih menghabiskan liburannya di Jakarta.

"Ayok, kesini nak Zach kita makan bersama" ajak Sarah pada Zach yang masih berdiri tidak jauh dari meja makan

"Sini Zach" ajak Luna sambil melambaikan tanganya, agar Zach duduk disebelahnya. Jouvan yang duduk didepan Luna hanya memperhatikan nanar.

"Iya tan, "jawab Zach pada Sarah, mengabaikan ajakan Luna. Ia sudah tau jika Luna seperti itu karna ada seorang laki-laki yang ingin ia hindari. Zach awalnya terkejut dengan adanya Jouvan laki-laki yang pernah ia lihat waktu itu saat bersama Luna. Kenapa laki-laki itu bisa ada dirumah pacar pura-puranya.

"Sini nak Zach, duduk disebelah Luna. Kita makan bersama" ujar tuan Luis ramah.

Akhirnya Zach mengiyakan dan berjalan mendekat kemeja makan menuju tempat duduk disebelah Luna.

"Tidak usah sungkan dengan kita semua, biasa saja" Liam membuka obrolan.

"Rumah kamu dimana? " mulai sudah kekepoan Luis pada pacar putrinya. Iya, dia sudah tau jika putri kesayanganya pulang dengan seorang pria.

"Palm Residents om, " jawab Zach singkat

"Oh, di Palm residents. Anak siapa kamu? Maaf kalau om tidak sopan kebetulan om punya teman disitu dan wajah kamu sedikit mirip dengan teman om" tanya Luis penasaran

"Papi nih, kepo banget sama keluarga orang" ujar Lionil tanpa pikir panjang

"Augh, sakit bego" keluh Lionil saat pukulan kecil mendarat dikepalanya. Tentu saja yang memukul itu Liam.

"Onil tidak sopan, kau berkata kasar seperti itu sama kakakmu" tegur Sarah

"Kak Liam duluan yang mulai" kesal Lionil

"Kakak-kakakku, kaya anak kecil banget sih" Luna gemas sendiri melihat kakak-kakaknya yang saling bertikai.

"Enak saja kamu yang anak kecil" ujar Lionil tidak terima

Sementara yang lain hanya tersenyum melihat tingkah Lionil.

"Sudah-sudah, kalian ini. Ada tamu dirumah kita tolong sikap kalian dikondisikan" Luis memperingatkan anak-anaknya.

"Tolong di maklumi ya Zach dan juga Jouvan. Maklum anak-anak om agak sengklek otaknya" ujar Luis sedikit bercanda.

Zach dan Jouvan menanggapi nya dengan senyuman. Zach merasa damai ditengah-tengah keluarga Luna. Sungguh keluarga ini penuh kedamaian dan kekeluargaan. Belum pernah ia merasakan damai ditengah keluarganya sendiri.

"Oh iya, nak Zach kamu anak dari siapa tadi? " tanya Luis

"Saya putra kedua dari Arsen wireman pradipta om" jawab Zach datar.

"Pantas muka kamu mirip Arsen, gimana kabar daddy kamu? Apa masih sering kerja diluar negeri. "

"Masih om" jawab Zach singkat

"Dia itu adik kelas Om, dua tahun dibawah om" Luis menjelaskan. Luis dan Arsen dulu adalah Senior dan Junior di High School. Tapi, luis tidak melanjutkan sekolahnya di Indonesia ia lebih memilih untuk meneruskan SMA nya di luar negeri.

"Oh"

"Makan yang banyak Zach," ujar Sarah.

Zach hanya tersenyum menanggapinya.

"Kamu menginap saja disini, ini masih hujan. Kamu naik motorkan? " Luis telah selesai makan dan hendak meninggalkan meja makan.

"Iya om" jawab Zach.

"Luna, buatkan Zach minum" suruh Sarah pada putrinya.

"Apa mi? " bingung Luna

"Buatkan Zach minum, dia mau ngobrol-ngobrol sama papi kak liam dan juga Jouvan di ruang tv"

"Iya"

"Lionil, antarkan Zach dulu kekamar tamu yang ada disebelah kamar Jouvan " suruh Sarah pada putranya.

°°°

T. B. C

avataravatar
Next chapter