13 Episode 13

Jangan pernah menjadi sok tahu kalau tidak benar-benar tahu

Begitu indah jika pagi hari diwarnai dengan sinar mentari yang menyinari hampir sudut bumi. Sayangnya pagi yang indah penuh pengharapan akan indahnya mentari harus tergantikan dengan hujan yang begitu derasnya membuat malas untuk melakukan aktivitas. Karena lebih baik tidur dalam kehangatan selimut ketimbang harus beranjak untuk beraktivitas

Begitulah sekiranya yang saat ini ingin dilakukan oleh Luna badanya begitu lemah untuk beranjak dari tempat tidur, bukannya lemah karena saki tapi lemah karena malas untuk bergerak dari ranjang. Hawa dingin pagi hari semakin dingin saat ini jadi jika segera bergegas kekamar mandi bisa-bisa badannya membeku seperti es.

"Luna sayang, bangun dek, hampir jam enam pagi ini." suara lembut penuh kasih sayang membangunkan sang putri satu-satunya yang masih bergelung dalam selimut.

"Dek bangun, kamu nanti kesiangan loh" lagi Mommy dari Luna kembali berusaha membangunkan anak bungsunya sambil sedikit mengelus rambut putrinya dengan lembut.

"Iya Mom, tapi ini dingin banget jadinya Luna males buat bangun" ujar Luna dengan suara khas orang bangun tidur.

"Jangan males ah, anak gadis gk boleh males" ujar Sarah sambil menarik pelan lengan anaknya.

"cepetan bangun, nanti kakak kamu Onil marah loh nungguin kamu. Mau diomelin sama kakakmu itu"

" memang kak Onil sudah bangun mom?" tanya Luna sambil bangun dari tidurnya.

"Kakak kamu sudah bangun dari tadi, katanya ada kelas pagi. Cepetan mandi mumpung dia lagi adu argumen sama Daddy"

"Ya" ujar Luna singkat sambil berjalan kekamar mandi.

Benar saja dilantai bawah tepatnya diruang keluarga Lionil sedang berdebat ringan dengan Daddy nya. Biasalah dua orang itu selalu berdebat manja,

"Daddy lah, kenapa harus aku yang hadir di acara itu. Males mending nyuruh kak Liam aja sono" ujar Lionil yang sedikit kesal dengan Daddynya pasti dia yang disuruh untuk menghadiri acara-acara tidak penting contohnya sekarang ini masa dia disuruh untuk menghadiri acara nikahan anak dari rekan bisnisnya.

"Kakak kamu gak bisa hadir, dia aja niatnya mau nitip daddy. Tapi, daddy juga gak bisa daddy ada pekerjaan diluar kota. Kamu aja ya yang datang,masa gak ada yang datang kan nggak enak. Ajak adik kamu kalau kamu malu datang sendiri gimana?"  ujar Luis dan langsung mendapatkan tatapan kesal dari putra keduanya itu.

"Issh, males ah dad. Udah gak usah hadir aja, kenapa harus merasa tidak enak pada orang belum tentu juga orang itu mikirin kita juga" ujar Lionil enteng sambil menikmati keripik kentang kesukaannya

" Astaghfirullah Lionil, susah banget diajak kerja samanya" Luis sampai beristigfar dengan kelakuan anaknya itu

"Lah dad, sampai istigfar begitu..aku salah" ujar Lionil tanpa merasa salah sedikitpun.

"Mmmm, yaudah deh aku mau gantiin daddy kondangan entah tempat siapa itu. Tapi ada syaratnya" setelah lama berfikir akhirnya Lionil menyetujui juga permintaan daddynya itu. Tapi tidak gratis..

"Apa syaratnya tuan raja" ujar Luis sedikit menggoda putranya.

"Aku minta mobilku di modip lagi, gimana?" ujar Lionil sambil mengangguk anggukan kepala sok manis. Mencoba membujuk daddynya.

"Ya, daddy terima cuman itu doangkan"

"Eits, kata siapa cuman itu aja. Aku minta uang tambahan juga. Daddy tau sendirikan putri kesayangan daddy itu sering jajan ya kali aku nombok nanti pergi sama dia"

"Ye, kak Lionil fitnah itu. Gak deng dad, aku jarang jajan yang makai uang itu kak Lionil. Waah parah kakak ku satu ini" suara Luna mengalihkan perbincangan ayah dan anak itu dan langsung membuat Lionil berlari menghampiri adiknya dan langsung membungkam mulutnya agar Luna tidak berbicara lagi. Sementara Luis hanya tersenyum melihat kelakuan putra keduanya itu ia tahu bagaimana tabiat dari Lionil.

"Kamu udah selesai, daripada nanti kamu sama kakak kesiangan mendingan kita berangkat sekarang aja, ayok berangkat" ujar Lionil sambil sedikit mendorong adiknya untuk berjalan tangannya masih saja membungkam mulut Luna.

"Daddy,Mommy kita berangkat dulu" ujarnya lagi

"Lionil kasihan adiknya, jangan dibungkam terus mulutnya" teriak Sarah memperingatkan putranya

"Lionil mirip kamu banget ya dad" ujar Sarah sambil mendudukan dirinya disofa yang diduduki Lionil tadi.

"Hahahaha, masa iya sih mom. Tapi, aku gak sebandel dia kan" jawab Liam sambil mencubit manja istrinya.

Sarah hanya tersenyum menanggapi suaminya, memang benar sih kelakuan Lionil mirip sekali dengan suaminya entah kenapa bisa sama persis sedangkan Liam putra sulungnya hanya wajah nya saja yang mirip tapi soal kelakuan sangat berbeda Liam lebih dewasa dan sangat pendiam ketimbang suaminya.

°°°°°°

SMA Wiradi tampak begitu lengang pagi ini mungkin karena cuaca yang tidak mendukung sehingga banyak murid yang tidak ingin keluar kelas atau bahkan tidak ingin masuk sekolah. Saking lengang nya membuat situasi dan kondisi sekolah seperti sebuah tempat tak berpenghuni hanya beberapa murid saja yang berlalu lalang dikoridor ditambah saat ini masih pagi sekali bahkan belum ada jam 7 mungkin masih jam enam lebih sedikit dilihat dari hawa-hawanya masih begitu pagi.

Karna sepi membuat langkah Luna begitu was-was entah perasaan takut atau apa seketika menjalar kedalan dirinya. Langkahnya ia buat sedikit cepat agar segera sampai ke kelas IPA 2

Sebuah langkah sepatu seperti mengikuti, mempercepat langkah mendekat membuat bulu kudu Luna meremang takut sebenarnya siapa yang sedang berjalan mendekat kearahnya semakin dekat

"Woyy, kenapa dah lu?jalannya semakin cepat, semakin cepat. Gue capek nih ngejar lo" tepukan membuat Luna menghentikan langkahnya mendapati Anya yang berdiri sambil mengatur nafas kelelahan.

"Yaelah, Anya Lo bikin gue takut aja. Gue kira ada hantu yang ngejar gue" Luna menepis tangan Anya yang masih bertengger dibahunya dengan kesal.

"Hahaha parnoan, mana ada hantu dipagi hari"

"Udah ah ayok, gak usah bahas hantu. Kita kekelas aja dingin nih disini" ujar Anya lagi sambil menarik lengan Luna.

Kini Mereka berdua berjalan beriringan menuju kelas mereka. Dan ternyata kondisi sekolah tidak semenyeramkan yang ada difikiran Luna buktinya banyak anak yang sudah berangkat kesekolah tetapi mereka memilih untuk berdiam diri saja dikelas ketimbang keluar kelas.

"Tuhkan, lo aja yang parnoan buktinya udah banyak tuh anak yang berangkat sekolah Dinda aja juga sudah berangkat tuh anak" ujar Anya saat sudah berada didepan pintu kelas IPA 2.

"Hehehe habisnya sih, dari gue masuk gerbang sampai koridor sepinya macam rumah hantu tau nggk"

"Ayok kita samperin tuh bocah, tumben amat dia udah berangkat" tunjuk Anya kearah Dinda yang sudah duduk manis sambil tersenyum penuh penyambutan kepada kedua temanya.

"Eh tumben amat lo jam segini sudah berangkat, biasanya lo molor masihan" ujar Luna saat sudah sampai dibangkunya yang kebetulan bersebelahan.

"ya dong guekan anak yang rajin"ujar Dinda sambil tersenyum sok manis

"Lo tumben jam segini udah berangkat dan couple kursi gue malah belum berangkat" ujar Luna melihat kursi sebelahnya yang masih kosong, kursi tempat Darren duduk.

"Lun, Luna" panggil Alfin yang masuk kedalam kelas IPA 2 dengan tergesa-gesa

"Ada apa," jawab Luna menatap Alfin yang ngos-ngosan mengatur nafas

"Kenapa sih lo Al,  kayak habis ngelihat hantu aja" tanya Dinda

"ish, kalian bisa diem bentar nggak sih gue capek nih" ujar Alfin kesal karena sedari tadi Dinda dan Anya selalu bertanya tidak henti

"Cepet bilang ada apa lo panggil-panggil gue, sampai lari-begitu" tanya Luna ketika dikiranya Alfin sudah bersikap normal.

"Gue minta tolong banget sama lo. Sekarang lo kerumah Zach, ya" ujar Alfin akhirnya

"What, Why? gue mau sekolah ngapain lo suruh gue kerumah dia" sontak Luna langsung melotot kenapa juga dia harus kerumah Zach si manusia es itu.

"Plis lah Lun, gue minta tolong sama lo. Sepupu gue itu lagi sakit dan nyokap gue khawatir banget sama dia"

"Kenapa bukan lo aja yang kesana, terus orang tuanya saudara dimana?kenapa harus gue, gue bukan siapa-siapanya"

"Lo kan pacarnya, bokap sama nyokapnya lagi gak di indo terus Mbok Tarni juga lagi gak dirumah jadi dia sendirian. Plislah nyokap gue ini khawatir banget gak ada kabar dari keponakanya itu"

"Nah, kenapa bukan nyokap lo aja yang kesana dia kan khawatir sama manusia es" ujar Luna masih kekeh dalam pendiriannya.

"Nyokap gue, lagi gak dirumah juga nyokap gue nemenin bokap gue keluar kota."

"Ayolah Lun tolong gue, gue kalau gak diajak kepala sekolah pasti gue yang kerumahnya. Gue mohon sama lo nyokap gue nelponin gue terus nih" ujar Alfin lagi sambil memperlihatkan ponselnya yang saat ini terdapat panggilan masuk dari mama nya.

"Iya Lun, bantu aja si kutu kupret ini. Liat tuh mukanya masam banget. Pasti tuh bocah diomelin nyokapnya gara-gara Zach" Sahut Anya sambil menunjuk kearah Alfin yang sedang berbicara ditelpon.

"Ho'oh Lun, lo kerumah Zach sana..nanti malah terjadi apa-apa lagi sama tuh anak di rumahnyakan gak ada siapa-siapa" Dinda ikut menimpali

"Emmm, gimana ya?nanti absen gue gimana?" sedikit berfikir dia harus bagaimana jika dipaksa terus begini.

"Udah tenang aja, nanti gue ijinin. Ini juga sekolah milik om gue, bokapnya Zach ya kali dia mau ngalpa anak yang udah ngerawat anaknya dia" Sahut Alfin yang sudah kembali mendekat kearah Luna.

"Ayoklah Lun, demi kemanusiaan juga" ujar Anya

"Yaudah deh yaudah gue bakal kerumahnya. Btw gue gk tau rumahnya gimana coba" Luna berekspresi bingung. Memang benar dia tidak tau rumah Zach wlaupun sudah menjadi pacarnya Zach tidak pernah mengajaknya main kerumahnya. Ya jelaslah lah wong cuman pacar bohongan mana mungkin dia diajak kerumahnya.

"Tapi, perasaan kemaren dia sehat-sehat aja. Malah ngeselin banget kemaren sore dia" ujar Luna lagi

"Yaelah lo serius nggak tau rumahnya, lo udah pacaran hampir satu bulan lebih belum tau rumahnya" ujar Alfin.

"Gue suruh pak mamat buat nganterin lo udah stay didepan dia. Sana cepet kedepan" ujar Alfin kemudian

°°°°°°

Benar saja kini Zach terbaring lemah ditempat tidur ponselnya berkali-kali berbunyi tidak urung membuatnya terbangun. Sesekali ia hanya menggerakan tubuhnya kesana-kemari diranjang sedikit merasa terganggu dengan suara ponsel itu. Tak ada niatan untuk mengangkat ponselnya sama sekali

Siapa juga yang menelponnya berkali-kali bibirnya mana mungkin dia tadi sudah mengangkatnya, mama dan papanya bodo amat untuk apa dia mengangkat nya. Mana mungkin juga mereka tahu bahwa saat ini anaknya sedang sakit mana mereka perduli dan perhatian yang mereka perhatikan dan perdulikan hanya bisnis-bisnis dan bisnis. Jadi, kemungkinan yang menelponnya saat ini adalah orang tidak penting.

Rasanya hatinya begitu hancur, sehingga membuat badannya lemas seperti ini bisakah dia menerima bahwa cinta pertamanya, temannya, malaikatnya sudah berkeluarga dan bahkan sebentar lagi akan bertambah keluarga kecil itu. Seorang yang lalu selalu menemani hari-harinya yang sepi kini sudah pergi bersama yang lain

Sebuah rasa memang tak bisa dipaksakan, karna itu tak terkendali oleh fikiran. Begitu juga rasa yang dimiliki oleh Zach rasa cintanya pada seorang yang lebih dewasa darinya mencoba ia hilangkan namun selalu tidak bisa hatinya terus saja menolak sedangkan fikiranya terus saja menginginkan.

Ting tong

Bel rumah berbunyi dengan nyaring kembali membangunkan kesadaran Zach, walaun begitu tidak ada niat sama sama sekali untuk membukakan pintu. Siapa juga yang datang kerumahnya dengan membunyikan pintu seperti itu. Alfin?bang Gerald? Kenapa mereka berdua membunyikan bel merekakan tau password rumah ini dan selalu membawa kunci rumah kenapa juga haru membunyikan bel.

"Dimana sih orang, perasaan gue udah bunyiin bel dari tadi" diluar rumah Luna yang sudah sampai langsung menuju pintu rumah Zach namun tidak ada tanda-tanda ada orang yang akan membukakannya

"Apa gue langsung masuk aja ya, pakek nih kunci. Nanti kalau gue gak keburu masuk dia kenapa-kenapa lagi" akhirnya Luna memutuskan untuk membuka pintu rumah itu menggunakan kunci yang diberikan Alfin tadi. Entah kenapa perasaanya tiba-tiba menjadi khawatir saat pintu rumah tak kunjung dibuka oleh sang pemilik rumah.

Suasana dan kondisi rumah tampak begitu sepi bahkan hanya sebagian hordeng(tirai) rumah yang terbuka mungkin sopir keluarga itu atau tukang kebun yang membukanya. Luna melihat kanan kiri isi rumah itu tidak jauh berbeda dari rumahnya yang sama-sama besar juga. Ia memandang kesana kemari mencari kamar Zach kira-kira kamar pria itu dimana kenapa tidak terlihat batang hidung nya saja.

"Eh ada tamu, bisa saya bantu non" ujar pak warno. Supir keluarga Zach. Ia sebenarnya sedikit terkejut karna ada seorang gadis didalam rumah majikannya namun melihat gadis itu merasa bingung dan was-was membuatnya memutuskan untuk bertanya.

"I..itu pak, saya nyari Zach. Katanya dia sakit. Tadi saya sudah telpon dia berkali-kali tapi tidak diangkat dan saya tadi sudah membunyikan pintunya berkali-kali tidak ada sahutan sama sekali"

"Maaf sebelumnya pak saya nyelonong masuk begitu saja" ujar Luna kembali, dia merasa tidak enak telah masuk kerumah orang tanpa sepengetahuan orangnya.

"Tidak apa Non, tidak usah merasa bersalah sama sekali."

"Den Zach memang sedang sakit non, dia sekarang sedang istirahat dikamarnya.mari non saya antarkan kekamar den Zach" balas pak warno sambil berjalan mendahului Luna mengantarkannya kedepan kamar Zach yang berada dilantai dua.

"Ini kamarnya non, silahkan masuk saja" ujar pak warno saat sudah sampai didepan kamar Zach

"Bapak permisi dulu ya, mau bantu-bantu mang udin bersihin halaman belakang" pak warno langsung pergi meninggalkan Luna yang berdiri didepan pintu.

Luna membuka kamar itu pelan, karna sebelumnya dia sudah mengetuk pintu kamar itu tapi tidak mendapat jawaban sama sekali.

"Zach,.." ujarnya pelan saat melihat Zach yang terridur ditempat tidur.

Tak menjawab Zach masih memejamkan matanya berada dialam mimpi,. Luna memberanikan dirinya untuk semakin mendekat kearah Zach yang tertidur.

"Zach,Zach bangun..loe sakit sudah diperiksa dokter belum" ujar Luna lembut kini dia sudah disamping Zach sambil menepuk lengan Zach mencoba membangunkanya.

"Yaallah, badan lo panas banget" ujar Luna kembali saat dia menyentuhkan tangannya kedahi Zach karna saat ia menggoyangkan lengan Zach, Zach seperti bergumam tidak jelas.

Luna segera menaruh tas miliknya disofa yang tidak jauh dari ranjang Zach dan ia segera berjalan keluar kamar menuju arah dapur, setelah sekian menit ia kembali dengan membawa baskom berisi air dingin serta handuk putih. Ia duduk dipinggiran ranjang menghadap Zach yang terbaring sambil meracau kemana-mana

Bisa ditebak kini Zach sedang demam,entah apa yang membuatnya demam seperti ini. Luna mencelupkan handuk putih itu kedalam baskom yang berisi air es dan kemudian memerasnya serta menaruhnya di dahi Zach berharap demamnya cepat turun..berkali-kali ia mengganti kompresan itu,.

Sehingga membuatnya lelah, Luna memutuskan untuk beranjak pergi kesofa tempat ia menaruh tas nya tadi

"Jangan pergi, plis jangan tinggalin aku" ujar Zach tangannya memegang pergelangan tangan Luna yang hendak beranjak pergi. Dengan masih terpejam ia menarik Lengan Luna untuk kembali duduk ditepi ranjangnya. Sontak Lunapun merasa tidak percaya dengan apa yang dilakukan Zach, hatinya semakin berdegup mengekspresikan perasaan yang tak bisa ia jelaskan.

°°°

T.B.C

avataravatar
Next chapter