webnovel

Coincidence of Fate [INDONESIA]

"Menurutmu apa perbedaan antara kebetulan dan takdir?" Sebuah pertanyaan yang saat itu Ia ucapkan tanpa benar-benar menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Semua hal yang selama ini Ia percayai sebagai bagian dari hidupnya, tertanya menyimpan lapisan rahasia yang terlalu dalam untuk Ia gali. Tidak ada buku panduan dalam hidup untuk menghadapi permainan takdir, tetapi bukan berarti dirimu hanya bisa menunggu bukan? Sama halnya dengan Asha. Ia hanya ingin melakukan apa yang bisa Ia lakukan dalam hidup, supaya paling tidak setiap hembusan nafas miliknya memberikan sebuah makna. Tetapi ketika pertanyaan yang Ia lontarkan ketika masih sangat kecil dan polos itu kembali menghantuinya - Apa yang harus Ia lakukan? "Mengapa kamu menganggap pertemuan kita ini hanya sebatas kebetulan dan bukan sebuah takdir?" Asha hanya berharap untuk mewujudkan harapan yang membuatnya bertahan hidup selama ini. Ia tidak pernah mengharapkan sebuah perubahan drastis. Hidup sebagai rakyat biasa, dikelilingi oleh Crown Prince, penerus Duke dan juga anak seorang Marquess adalah hidup yang tidak pernah diminta oleh Asha. "Aku... menyukaimu Asha." "Aku tahu ini bukanlah hal yang seharusnya aku lakukan. Tapi percayalah hanya dirimu yang... berharga untukku, Asha." "Please Asha, Aku hanya memerlukanmu..." Disitulah Ia, gadis dengan sebuah garis takdir yang terlalu rumit untuk disimpulkan dalam satu blurb. Mulai dari lika-liku pertemanan, keluarga dan juga polemik cinta adalah hal yang harus dihadapinya, tetapi tidak ada yang benar-benar tahu kemana cerita ini akan berakhir. Dan dia adalah Asha - tokoh utama dari cerita ini. Lalu terakhir, menurut kalian... Apakah lebih baik ketika kita mengatakan cinta sebagai sebuah rangkaian dari kebetulan atau sebuah ikatan tali takdir yang menyatukan dua garis nasib yang berbeda? -priscillangel-

priscillangel · Fantasy
Not enough ratings
14 Chs

Part 11

Asha yang baru saja selesai membereskan beberapa buku miliknya, menoleh ke arah Helena yang sejak tadi menyenderkan kepalanya di meja kelas. 

"Aku terkadang berharap untuk bisa melihat isi kepala dari Professor Chester…"

"Helena!" tegur Asha ketika Ia mendengar ucapan Helena. 

"Ashaaa… Aku sudah terlalu lelah dengan semua tugas yang diberikan Professor Chester… Hahh… Kita baru saja masuk ke academy kurang dari 3 bulan tapi bagaimana tugas yang ada seakan sudah membuatku merasa satu tahun berlalu begitu saja…" 

"Dan kali ini kita harus membuat kelompok minimal tiga orang. Tapi di kelas sejumlah 27 orang ini, aku hanya memiliki dirimu sebagai teman, dan kamu – Asha Rohen, juga hanya memiliku sebagai teman…" 

Asha memang menyadari hal itu. 

Entah mengapa para murid di kelas ini selalu menghindari Asha dan Helena. Mereka tidak memperlakukan Asha maupun Helena dengan buruk atau semacamnya, tetapi seakan ada jarak yang mereka buat sehingga tanpa mereka sadari Asha dan Helena selalu berdua tanpa ada tambahan murid lain. 

Terkadang Asha merasa kalau itu karena dirinya. Darah kelahiran Asha sebagai anak dari rakyat biasa mungkin membuat murid lain yang semuanya adalah noble itu merasa enggan untuk berteman. Tetapi mereka juga melakukan hal yang sama dengan Helena, dan itu membuat Asha memutuskan untuk diam selama mereka tidak melakukan hal yang berbahaya.

"Jadi bagaimana bisa kita mendapatkan teman baru secara tiba-tiba?" tanya Helena, yang masih belum mengangkat kepalanya dari meja. 

"Bagaimana… kalau aku ikut dengan kelompok kalian?" 

Seketika kelas yang sempat ricuh karena beberapa anak sedang membereskan barang mereka untuk kembali ke dorm ataupun melakukan kegiatan lain itu – berhenti. 

Keheningan mengisi seluruh kelas karena sosok yang baru saja bertanya pada Asha dan Helena adalah – 

Crown Prince Micah Ridgewell. 

"Hah?" 

Helena yang belum melihat sosok yang bertanya itu, perlahan mengangkat kepalanya dan membuka mulutnya terkejut. 

"Kenapa…" ucap Helena tanpa sadar, tetapi Ia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. 

Sedangkan Asha hanya bisa menatap bingung ke arah Crown Prince Micah. 

"Aku hanya… menawarkan diri karena aku rasa kalian kekurangan satu orang untuk membuat kelompok." Ucap Crown Prince Micah seakan apa yang diperbuatnya saat ini adalah hal yang normal dan tidak aneh. 

Tetapi melihat reaksi semua anak noble yang ada dan juga keterkejutan Helena mencerminkan hal yang berkebalikan. 

"Ehem… His Highness…" 

"Panggil aku Micah, lagi pula di kelas seperti ini aku hanyalah seorang murid sama seperti kalian." Micah memotong ucapan Asha yang hampir memanggil sebutan lengkap miliknya, 

Asha menarik nafas dalam-dalam sebelum mengatakan apa yang hendak Ia katakan tadi, 

"… Aku rasa tidak ada salahnya His… maksudku Micah… untuk ikut dengan kelompok kami, tapi apakah His… Micah tidak merasa keberatan menjadi satu kelompok denganku dan Helena?" 

Dalam arti lain, 'Apakah His Highness sadar kalau tiba-tiba bergabung dengan dua anak yang dikucilkan atau dijauhi dalam kelas tidak akan membantu apapun dalam proses studi seorang Crown Prince?' – itu adalah yang sebenarnya ingin Asha katakan. 

Melihat kedua pupil mata milik Micah melebar terkejut, Ia pasti menangkap maksud dari pertanyaan Asha barusan untuknya. Tapi setelah mengumpulkan tekad, Micah kembali memasang wajah percaya dirinya, seakan pertanyaan dari Asha tidak bermasalah sedikitpun padanya. 

"Tidak. Aku merasa tidak keberatan. Lagi pula bukankah kamu adalah murid terpintar di kelas? Jadi aku yakin kita bisa menjadi kelompok yang baik." tanya Micah berbalik ke arah Asha, 

'Tentu saja menjadi kelompok dari kalian berdua akan sangat membantuku. Bukankah kamu, Asha Rohen, adalah sosok yang mendapatkan nilai tertinggi di tes masuk tahun ini? Jadi mengapa menjadi teman sekelompok dengan kalian akan memberatkanku?' 

Asha mengedipkan kedua matanya karena tidak menduga Crown Prince Micah akan dengan terang-terangan membantah permintaan tersiratnya. Dan menoleh ke arah Helena yang sepertinya sudah menjadi patung karena Ia tidak bergerak sedikitpun sejak tadi. 

"Hah…" hela nafas Asha terdengar begitu pelan, tetapi bagi Micah dan Helena yang ada didekatnya suara itu terdengar jelas. 

"Baiklah. Terima kasih His… Micah sudah menjadi bagian dari kelompok kami." Ucap Asha pada akhirnya, dan menambahkan senyuman 'publik' miliknya. 

Dan seakan Micah tahu kalau Asha sebenarnya tidak terlalu menyukai ide dirinya bergabung dengan kelompok miliknya, sengaja memasang senyuman yang sama 'gembira' dengan Asha. Sebelum akhirnya melangkah maju untuk mendekati Helena dan Asha. 

"Jadi apa rencana kalian?" tanya Micah, 

Dimana perlahan suasana kelas akhirnya kembali normal, meski Asha tahu semua anak sebenarnya bergegas keluar dari kelas untuk 'membahas' apa yang baru saja terjadi. Dan itu berarti tatapan yang tertuju padanya dan Helena pasti akan bertambah buruk beberapa hari kedepan. 

"Hmm… Bagaimana kalau kita mengumpulkan referensi buku yang diminta oleh Professor Chester terlebih dahulu?" Asha yang sudah menyerah untuk memasang 'tembok' untuk menjaga jarak aman antara dirinya dan Crown Prince Micah akhirnya menerima fakta kalau pria sepantaran dihadapannya ini selain seorang Royal Prince juga seorang murid yang sama sepertinya. 

"Ehem…" Helena yang berhasil mendapatkan kesadarannya kembali berusaha berperilaku dengan normal, meski baik Asha dan Micah bisa melihat dengan jelas kalau Ia tidak tahu harus melakukan apa. 

"Tugas yang ada akan dikumpulkan dalam 10 hari kedepan, tapi mengingat kita harus mendatangi ulang tahun dari Laura… aku rasa tidak ada salahnya memulai untuk mengumpulkan referensi buku mulai hari ini bukan?" 

"Iya. Aku dan Helena mungkin akan kembali ke dorm terlebih dahulu, karena buku yang kita bawa hari ini sudah terlalu banyak. Dan setelah makan siang… bagaimana kalau kita bertemu di perpustakaan?" usul Asha pada Micah. 

"… mengapa kita tidak makan siang bersama sekalian?" 

Asha dan Helena sama-sama terdiam karena sekali lagi Micah melontarkan pertanyaan yang tidak mereka duga. 

"Well… Aku rasa itu ide yang bagus…" ucap Asha sembari menoleh ke arah Helena dengan tatapan berteriak 'Tolong bantu aku'. 

"Ya… Aku juga ingin makan… maksudku ya tidak ada salahnya kita makan siang bersama… haha…" Jawab Helena dengan suaranya yang terdengar sedikit serak itu. 

"Baiklah. Kalau begitu sampai bertemu di food hall." Ucap Micah sebelum berbalik meninggalkan dua gadis yang merasa sebuah badai baru saja menerpa mereka. 

Mungkin ada yang merasa reaksi keduanya terasa 'berlebihan', tapi Micah bukanlah anak noble seperti Axel, Klaus ataupun Illias. Bahkan Lucian yang sedikit menakutkanpun masih lebih terasa familiar bagi Helena dan Asha. 

Micah adalah Crown Prince Ridgewell Empire. Sosok penerus tahta kerajaan dan jika mereka melakukan sesuatu yang salah, entah itu menghina atau menyakiti secara tidak sengaja sekalipun bisa mengancam keberadaan mereka di dunia ini. 

Lagi pula mengapa Micah harus secara tiba-tiba melakukan semua ini? 

"Aku tahu kalau His Highness sering melakukan hal yang tidak bisa aku mengerti… tapi kali ini apa yang dilakukannya sudah melewati batas normal bagiku." Ucap Helena yang masih duduk di kursi miliknya tanpa melakukan apapun selain bernafas dan mengedipkan kedua matanya. 

"His Highness memang terlihat sempat beberapa kali berbicara dengan kita karena bertanya soal pelajaran tapi His Highness tidak pernah seterbuka ini." 

"Iya, maka dari itu aku benar-benar terkejut tadi." Helena merasakan sekujur tubuhnya merinding ketika mengingat kejadian barusan, 

"Well, aku sebenarnya sempat berpikir kalau His Highness seperti ingin berteman dengan kita, tapi… aku tidak menduga Ia akan melakukannya secara blak-blakan seperti ini." Jelas Asha ketika Ia mengingat beberapa kejadian yang pernah terjadi antara dirinya, Helena dan Micah. 

"Tapi bukankah Ia sudah punya banyak teman?" tanya Helena, 

"Menurutmu anak-anak noble yang ada di sekitar His Highness terlihat seperti teman?" Asha membalikkan pertanyaan Helena, dan itu membuat Helena menoleh ke arah Asha sebelum menggelengkan kepalanya. 

Helena sebenarnya tahu kalau semua anak di kelas memperlakukan Crown Prince Micah seperti 'perhiasan mahal yang begitu berharga', dan tidak benar-benar menganggapnya sebagai 'manusia'.

Itu membuat Helena jadi enggan ikut terlibat karena Ia tidak bisa melakukan hal yang sama seperti murid lainnya, dan berada di samping Asha yang tidak melakukan hal-hal itu membuat Helena merasa nyaman. 

Secara garis kelahiran seharusnya berada di antara anak noble adalah hal yang baik bagi Helena, tetapi Ia tidak bisa memasang wajah palsu untuk 'menjilat' seseorang. Jadi Ia memutuskan untuk menyerah dan tidak melakukan hal yang pasti akan membuatnya terlihat sangat bodoh karena terlalu kaku. 

"Ayo. Kita tidak punya waktu banyak sebelum jam makan siang." Ucap Asha pada akhirnya. 

Kedua anak itu bergegas kembali ke dorm untuk mengembalikan buku pelajaran milik mereka, dan kembali ke arah food hall yang ada di gedung angkatan mereka. 

Tetapi dalam perjalanan, Asha dan Helena bertemu dengan dua sosok tidak terduga.

Itu adalah Axel Alderidge dan Illias Danvers. 

"Ohh. Kalian jadi satu kelompok dengan Crown Prince Micah untuk kelas Professor Chester bukan?" tanya Axel yang membuat Asha mngerutkan dahi, 

"Bagaimana bisa…" 

"Aku punya banyak teman." Jawab Axel pada pertanyaan Asha. 

Perjalanan dari kelas ke dorm tidak memakan waktu lebih dari 10 menit, dan kembali ke tempat mereka bertemu saat ini berjarak sekitar 5 menit. Jadi sejak kejadian yang ada di kelas sampai saat ini baru berlalu sekitar 20 menit. Bagaimana bisa Axel sudah mendapatkan kabar tentang ini ketika Ia bahkan tidak satu angkatan dengan Asha dan Helena?

"Aku tidak bermaksud apapun, aku hanya ingin memastikan kabar yang aku dapat." Ucap Axel yang seakan tahu pikiran Asha. 

"Seharusnya… tidak ada yang akan terjadi bukan?" Helena masih merasa kalau keputusan mereka menjadi satu kelompok tidaklah terlalu baik. 

"Crown Prince Micah adalah sosok yang cukup… rumit. Tapi secara keseluruhan Ia adalah seseorang yang baik dan kompeten. Jadi seharusnya kalian akan baik-baik saja. Dan bukannya di kelompok kalian ada pemegang rekor nilai tertinggi ketiga tes ujian masuk di Escuela Academy?" Goda Axel yang diikuti dengan tawa khas miliknya. 

"Tapi… kalian mau kemana?" tanya Illias yang menyadari kalau Asha dan Helena sebenarnya sedang mengarah kembali ke gedung kelas mereka. 

"Food hall. His Highness mengatakan 'mengapa kita tidak makan siang bersama' sebelum bertemu di perpustakaan untuk tugas Professor Chester." Jawab Helena mewakili Asha, dan tidak lupa Ia mengikuti cara Crown Prince Micah mengatakan pertanyaan tadi.

"Hahaha…" Axel kembali tertawa ketika menyadari mengapa ekspresi Helena dan Asha seperti tertekan. 

"Kalian… tidak perlu khawatir. Setelah kalian mengenal His Highness, kalian akan sadar kalau His Highness tidaklah terlalu menakutkan." Jelas Axel berusaha menenangkan dua anak yang terlalu polos itu, 

"Aku tidak takut akan His Highness, tapi lebih pada… status yang dimilikinya." Untuk pertama kalinya Asha memutuskan untuk mengungkapkan apa yang benar-benar Ia pikirkan tanpa filter. 

"His Highness bukanlah orang yang terlalu kaku dalam status seseorang." Illias yang mendengar suara penuh kekhawatiran Asha berusaha menjelaskan apa yang Ia tahu. 

"Bukan…" Asha menoleh ke arah Illias tapi Ia memutuskan untuk tidak meneruskan kalimatnya. 

Asha tidak khawatir tentang bagaimana Crown Prince Micah menganggap perbedaan status mereka, tapi Asha khawatir tentang mata orang yang melihat perbedaan status mereka. 

"Bagaimana kalau kita ikut dengan kalian?" tanya Illias tiba-tiba, 

"Maksudmu ikut dengan mereka makan dengan His Highness?" tanya Axel memastikan, karena Ia tidak menduga ide itu akan dilontarkan oleh temannya itu. 

Illias mengangguk ke arah Axel. 

"Oh… Baiklah. Kebetulan kita juga belum makan siang, jadi tidak ada salahnya kalau kita ikut." 

Axel yang menyadari apa maksud dari Illias memutuskan untuk mengikuti ide mendadak milik Illias. 

Asha tidak terlalu tahu kenapa Illias tiba-tiba mengusulkan itu, tapi bagi Asha keberadaan Axel dan Illias bisa jadi tameng untuk pendapat banyak orang tentang kebersamaan dirinya dengan Crown Prince Micah. 

Paling tidak mereka akan lebih fokus pada Axel Alderidge dan Illias Danvers dari pada ke arah dirinya ataupun Helena. 

Secara status Helena memang anak noble tapi tetap saja Helena tidak cukup kuat untuk memberikan pembenaran kalau mereka bisa menjadi teman dengan Crown Prince Micah.

Helena hanyalah anak seorang Count, memang keluarga Helena masih bersaudara dengan Marquess Alderidge, tetapi kekuatan mereka tidak terlalu signifikan untuk dianggap pantas bersama dengan Royal Family. 

Maka dari itu akan lebih baik jika Helena dan Asha tidak berada bersama dengan Crown Prince Micah tanpa alasan yang 'penting'. Tapi dengan adanya Axel dan Illias, paling tidak itu bisa memberikan pembenaran yang cukup untuk keberadaan mereka di satu tempat yang sama dan menghabiskan waktu bersama. 

"Kenapa kalian juga ada disini?" tanya Crown Prince Micah yang melihat keberadaan Axel dan Illias. 

"Kita tidak sengaja bertemu didepan, dan memutuskan untuk ikut bersama. Tidak masalah bukan, His Highness Crown Prince?" 

"It's fine. Dan bukankah aku sudah memintamu untuk memanggil namaku selama di academy, Senior Axel?" 

"Oh Sorry. Micah." 

Setelah itu proses makan siang mendadak yang tidak terencana itu bisa berjalan dengan lancar. Asha masih merasakan beberapa tatapan tajam terarah pada leher belakang miliknya, tapi tidaklah seburuk yang Ia pikirkan. Sepertinya keberadaan Axel dan Illias memang sangat signifikan. 

"Thank you, Young Lord Danvers." Ucap Asha ketika mengambil gelas minuman yang disodorkan Illias padanya. 

"Kenapa kamu memanggilku 'Young Lord', tapi memanggil Lucian dengan nama?" tanya Illias, 

Helena yang menerima gelas dari Illias juga ikut menyadari keanehan itu. 

"Benar juga, kamu selalu memanggil Brother Axel dan Senior Illias dengan 'Young Lord', tapi Senior Lucian dengan nama…" 

"Itu karena Lucian memintaku memanggilnya dengan nama, dan… Ia benar-benar serius tentang itu. Jadi mau tidak mau aku memanggilnya dengan nama. Bahkan Ia menolak dipanggil dengan sebutan Senior…" Jelas Asha mengingat bagaimana Lucian selalu menegurnya ketika memanggilnya selain dengan nama miliknya. 

"Kalau begitu panggil aku juga dengan nama." Ucap Illias, membuat Asha memiringkan kepalanya karena Ia menimbang mengapa tiba-tiba Illias juga ingin dipanggilnya dengan nama.

"Aku juga!" Axel mengangkat tangannya seakan Ia sedang ada di dalam kelas. 

"Kita sudah sangat dekat bukan? Jadi kenapa harus terlalu kaku dengan memanggil secara formal?" tanya Axel sembari mengedikkan bahunya, 

Asha menimbang pro dan kontra yang ada memanggil keduanya dengan nama, dan memutuskan untuk tidak ada salahnya memanggil mereka dengan nama. Lagi pula itu hanya akan berlaku di dalam academy saja. 

"Okay. Senior Axel dan Senior Illias." Ucap Asha pada akhirnya. 

Axel tersenyum lebar, dan menatap ke arah temannya, Illias yang juga tersenyum menyetujui. 

"Hmm. Bagaimana kalau kita ke perpustakaan sekarang?" tanya Micah yang menyadari mereka sudah selesai menyantap makan siang yang ada. 

"Baiklah." Ujar Asha menyetujui usulannya. 

Dan perjalanan Asha, Helena dan Micah menjadi 'teman' akhirnya dimulai. 

-bersambung-

Like it ? Add to library!

with love,

priscillangel

priscillangelcreators' thoughts