webnovel

Penerjemah

Akhirnya pulang juga. lama-lama di rumah itu membuatku sedikit kurang nyaman. Entah kenapa, tapi aku memutuskan untuk segera pulang. Aku juga ingin melatih kemampuanku. "Datanglah untuk berlatih, kalian adalah bagian dari kami." Itulah yang para tentara katakan. Kami bisa pergi ke tempat berlatih di Markas militer karena tentulah kami termasuk anggota militer juga. Besok, usiaku 9 tahun, tapi aku tak peduli dengan itu. Usia, itu tak menjamin kebahagiaan. Aku tak perlu merayakannya seperti orang lain. Yang penting aku harus mencari cara, bagaimana untuk bisa menjadi kuat, lebih kuat dan semakin kuat. "Jadi Rika beneran mau ke Markas? Tapi bukannya lebih baik kita beristirahat dulu? Kita baru 3 hari lho." Meski begitu aku tak bisa, aku tak mau terus terlena dalam kenyamanan dan berakhir dengan kemampuanku yang menurun nanti. Bisa jadi akan ada misi yang mendadak datang padaku dan aku tak memiliki persiapan sedikitpun. Itu berbahaya. "Ah, baiklah kalau begitu, aku juga ikut, deh!" wajahnya bersemangat, bagaimana caranya bisa se-energik Ana? Sepertinya sifat seorang manusia sudah diatur sejak mereka belum lahir, ya. Seberapa sedihnya pun orang itu, jika sifatnya sudah riang, dia bisa menyembunyikannya dengan mudah. Berbeda denganku yang tak bisa menyembunyikan ekspresiku dan hanya mengandalkan wajahku yang datar. Aku masih terbantu dengan ekspresi datarku untuk menyembunyikan hal-hal yang ingin kusembunyikan, ya meskipun akan ada beberapa orang yang bisa dapat menyadarinya, sih.

Ah aku terlalu banyak bicara. Memang benar aku sudah terlatih dalam menggunakan senjata tajam, atau mungkin tipe Melee, tapi bukan berarti aku sudah sempurna. Bahkan jika harus dibilang, aku sangat cacat dalam menggunakannya sehingga aku harus tetap berlatih. Ada tapi nya lagi.

Guru Hana tak bisa melatihku, dan juga tak bisa melatih Ana, karena dia saat ini tengah mengandung dan tak baik bergerak berlebihan. Itu akan berbahaya, katanya. Aku tak tau. Yang penting, aku akan berlatih sendiri, mengembangkan teknik ku sendiri. "Tak pulang dulu?" "Lebih baik langsung saja, kita perlu tas untuk menyimpan senjata." Jawabku, kami akan pergi dengan berjalan kaki, mungkin kami akan pulang malam, tapi itu tak masalah. Lagipula tak ada yang menunggu kami di rumah.

"Rika, apakah kamu tau mengenai projek yang tengah dikembangkan oleh negara? Katanya sih mereka tengah melakukan riset penelitian mengenai mineral yang baru ditemukan akhir-akhir ini." Ah benar juga, riset itu ya. Katanya, pemerintah tengah mengembangkan suatu alat bernama Penerjemah. Alat itu bisa mengkonversi mineral khusus yang mengandung elemen-elemen bumi, yang mana elemen itu adalah: Api, Air, Angin, Tanah, dan Listrik. Katanya, nanti kami bisa menggunakan senjata yang ditanami alat itu sehingga kami bisa mengendalikan elemental yang sama dengan memanfaatkan zat-zat yang bertebaran dimana-mana, misalnya, ingin mengendalikan petir, kita hanya perlu memanfaatkan elektron yang tersebar di zat atom. Ah aku tidak mengerti juga sih. "lalu ada apa?"

"Katanya tidak sembarang orang bisa menggunakannya, hanya orang-orang yang memiliki kecocokan dengan elemental-lah yang bisa memilikinya." Jelas Ana, aku tak tau akan kabar itu. Apakah itu Hoax, atau malah berita yang kulewatkan? "Ana mengetahuinya dari mana?" "Ah, aku baru membuka media berita barusan, dan itu baru dikirim 1 jam yang lalu." Aku melihat apa yang ada di ponselnya, memang benar ini adalah situs resmi pemerintah.

Aku membacanya dengan seksama. "Jadi begitu, meskipun memiliki kemungkinan, tapi dalam diri setiap orang hanya memiliki 1 kemungkinan kecocokan elemental, ini Rika tak mengerti." aku menarik nafas, kepala ku masih belum bisa memahaminya. "Kalau itu sih begini."

"WHAA?!" kami berdua terkejut. Suara itu mengagetkan kami dan hampir saja aku menikamnya. Orang ini seperti biasa, akan tiba-tiba muncul tanpa memberikan hawa kehadiran. Hah, siapa lagi kalau bukan Guru Hana. "Hehe, maaf mengagetkan. Tapi aku bisa menjelaskannya, nah, setiap orang hanya memiliki 1 kelebihan elemental dalam diri mereka. Sehingga ketika mereka memegang penerjemah, alat itu akan menerjemahkan 1 elemental yang terkandung dalam diri, dalam tubuh kita tertanam beberapa elemental, seperti air yang adalah darah, api yang adalah suhu tubuh, petir yang adalah aliran ion, tanah yang adalah zat penyusun tubuh kita, dan angin yang adalah hembusan nafas kita. setiap orang memiliki 1 unsur lebih yang bisa diterjemahkan oleh alat itu." Jelasnya, oke kami semakin tak mengerti. "Hah, intinya, misalnya Rika memiliki Ion yang cocok dengan alat itu, maka alat itu hanya akan menerjemahkan Ion menjadi elemen petir, tapi Rika takkan mendapat elemen lain."

Kalau begitu sih aku paham. Penerjemah ini intinya hanya bisa menerjemahkan satu elemen yang ada di tubuh. Untuk lebih memahaminya, aku perlu memilikinya sendiri. Dan untuk memilikinya aku butuh ujian. "Apakah ada orang yang elemen tubuhnya yang tak bisa diterjemahkan?" "Tentu, bahkan banyak." Jelasnya. Aku jadi sedikit takut. Takut kalau aku tak bisa mendapatkan penerjemah itu. "Dan tentu yang memilikinya juga hanya orang-orang tertentu, seperti kalian berdua yang adalah anggota kemiliteran."

Kami berbicara bersama-sama, membicarakan benda yang masih belum dipublish sepenuhnya. Sampai kami melupakan jarak yang cukup jauh seharusnya, kami sudah berada di depan Markas. Tunggu, "Bukannya tak baik kalau Guru berjalan terlalu jauh?" "Kata siapa?"

Aku masih kepikiran dengan Penerjemah itu. Jika aku menggunakannya, maka aku bisa mengendalikan satu dari 5 elemen bumi, tapi, yang jadi masalahnya adalah kemampuan dari alat ini sangat mirip dengan sihir yang ada di cerita-cerita. Yang ada aku akan semakin di hina. "Itu tidak masalah, jika kamu bisa menjadi penyihir, maka semua temanmu juga adalah penyihir, kita mungkin akan mendapatkan julukan penyihir gadungan, tapi biarlah kita menjadi penyihir yang akan menghancurkan kebusukan." Dia menghiburku, ya. Dia benar, aku harusnya sekarang tak boleh mempedulikan perkataan mereka, mereka yang menghina ku bukan berarti mereka lebih hebat daripada diriku ini. bahkan ada kemungkinan besar kalau mereka jauh lebih lemah dan hanya bisa mengandalkan mulut saja. "Silakan masuk."

Dia berjaga di depan, mempersilakan kami untuk masuk dengan hormat. Ana dan aku adalah orang pertama dalam sejarah Soulmark, prajurit pertama yang berada di bawah usia 10 tahun, bahkan paling muda itu adalah 15 tahun, tak heran para prajurit lain jadi bersikap hormat pada kami, mengingat kami berdua berhasil menakhlukan pertempuran, menghancurkan komandan lawan dengan kerja sama, meskipun dalam kenyataannya itu adalah berkat kecerobohanku. Aku langsung mengejar orang yang kukira adalah seorang komandan, kenyataannya dia hanyalah umpan, dan aku hampir saja dibunuh olehnya.

"Kalian datang, silakan!" Ethan datang dengan wajah yang berseri, menyambut kami dengan hangat. Di tangannya terdapat sebuah senapan, yang mana itu menandakan ia pun tengah latihan. Dia memiliki semangat juang.