webnovel

Code Name : Anggrek Hitam

Amethyst_1ka · Fantasy
Not enough ratings
2 Chs

Chapter 1

Matahari senja sebentar lagi tenggelam di lautan. Suara riak ombak datang dan pergi membasahi sepasang kaki seorang gadis. Ia hanya terdiam saat melihat kakinya diselimuti buih putih air laut yang silih berganti datang menerpa kakinya. Sesaat kemudian pandangannya beralih ke arah lautan yang terhampar didepannya. Pikirannya menerawang jauh, untuk sesaat ia tak menyadari bahwa sejak 15 menit yang lalu ada seseorang berdiri persis di belakangnya.

"Amare, ngapain kamu disini sendirian? Kok belum pulang sih?" Tanya cowok tersebut.

Merasa namanya disebut ia sontak kaget. Pandangannya segera beralih ke sosok cowok yang ada dibelakangnya.

"Ohh.. Kamu toh. Bikin kaget aja. Muncul tiba-tiba kayak hantu." ujarnya kemudian dengan sedikit senyum menggantung di wajahnya.

"Makanya sore-sore begini jangan melamun sendirian di pinggir pantai donk. Entar kalo kesambit setan laut baru tahu rasa." sungut cowok tadi merasa dicuekin karena pertanyaannya tidak dijawab oleh Amare.

"Yaelah Ryu.. Gitu aja kok marah. Kalau setan lautnya mo nyambit yah bakalan kusambit lagi lah tuh setan." ujar Amare sambil tertawa kecil. "Aku cuma lagi iseng aja kok. Tadi kan kakiku sempet luka tergores batu tajam pas latihan wushu tadi makanya sekarang lagi direndam di air laut. Luka yang direndam di air laut kan cepat sembuh. Begituuu…"

"Lukanya dalam ?" Tanyanya lagi dengan ekspresi kuatir.

"Enggak kok. Malahan tadi darahnya cuma sedikit banget. Cuma yah itu.. Perih bo..!" Jelas Amare.

"Mau direndam berapa lama? Aku temani yah." ujarnya berusaha berempati.

"Udah cukup kok. Ini juga udah selesai" Amare kemudian mengambil sandalnya yang diletakkan di atas batu di sampingnya dan kemudian memakainya. "Kamu gak pulang ? Udah sore kan, bentar lagi gelap nih."

"Niatnya tadi mau pulang. Pas lagi nunggu angkot tadi aku melihatmu disini sendirian. Kirain kamu lagi ngapain. Ternyata cuma lagi bengong rupanya."

Amare hanya bergumam kecil mengiyakan. "Eh.. tugas fotografi buat besok udah kamu kerjakan belum? Aku belum sempet mencetak hasilnya nih."

"Ya elahh.. kamu itu yah.. dari kemarin-kemarin ngapain aja kok bisa-bisanya tugas buat besok belum dicetak sampe sekarang? Ayo.. sekarang kita ke studio foto. Aku temani nyetak foto."

"Tapi foto-fotonya belum dipilih." Amare cemberut.

"Ya ampun.. Kamu itu benar-benar santai banget sih. Bikin sebel aja ngeliatnya. Tapi file fotonya kamu bawa, kan?"

"Bawa kok. Ada di flash disk nih." ujar Amare sambil memperlihatkan flash disk berwarna biru gelap yang dikeluarkannya dari saku celananya.

"Ya udah kalo begitu sekarang kita ke studio foto. Nanti kubantuin memilih foto-fotonya."

Amare tersenyum lebar mendengar ucapan temannya itu. "Terima kasih ya.. Besok kutraktir bakso deh."

"Bakso melulu traktirannya. Yang lain donk. Sekali-kali seafood gitu..." gerutu Ryu.

"Yah.. Mahal banget. Gaji sebagai asisten pelatih mana cukup. Nanti aja ya kalau aku sudah dapat pekerjaan tetap yang gajinya jutaan, bagaimana?!" ujarnya memelas.

"Iya.. Iya.. Awas ya kalau sampai lupa." ancam Ryu sambil tersenyum.

"Sip deh.. Apa sih yang nggak buat Yugo Ryuzaki Pratama." Amare kemudian berdiri dan menarik lengan jacket Ryu. "Jalan yuk.. Udah gelap nih. Kita beli minum dulu di sana ya." ujar Amare sambil menunjuk sebuah toko kecil dengan dinding bercat hijau daun tak jauh dari pantai tersebut.

Ryu mengangguk tanda setuju. Mereka berdua berjalan menaiki tangga kecil dan melewati tembok pembatas antara pantai dan jalan raya setinggi 1,5 meter. Mereka berjalan berdampingan sambil bersenda gurau dan meninggalkan kawasan pantai tersebut.

*****

Jam dinding berwarna hitam putih dan bergambar mickey mouse sudah menunjukkan pukul 20.45. Amare melihatnya dengan ekspresi tak sabar sambil mengetuk-ngetukkan jemari tangan kanannya di atas meja dan bertopang dagu dengan tangan kirinya.

Cowok disebelahnya hanya tersenyum kecil melihat wajah Amare yang manyun dan penuh kekesalan.

Pandangannya kemudian tertumpu pada gelang berwarna coklat muda terbuat dari kulit kayu di tangan kanan Amare. Ia mengernyitkan dahinya. Darimana Amare mendapatkan gelang itu? Siapa yang menghadiahkannya saat ultah Amare minggu lalu? Bukankah Amare tidak terlalu suka memakai aksesori? Kenapa ia mau menggunakan gelang itu?

Berbagai pertanyaan bermunculan tanpa ada satu jawaban yang menyertainya. Ia segera mengurungkan niatnya untuk bertanya perihal gelang tersebut ketika didengarnya gerutuan Amare.

"Busyet dah.. Lama amat sih. Masa' udah dua jam lebih hasil fotonya belum jadi juga sih? Mau sampai di rumah jam berapa nih? Gak tahu apa kalau rumahku jauh banget."

"Sabar donk Amare. Mencetak ukuran 10R kan beda sama ukuran 3 atau 4R." Ryu berusaha meredakan kekesalan Amare.

"Iya. Tahu!! Tapi kan aku belum mengerjakan tugas resume psikologi komunikasi. Bisa-bisa malam ini aku begadang sampai pagi untuk menyelesaikannya." gerutu Amare sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal itu.

"Lha.. itu mah derita kamu. Tugas itu kan dikasih sejak dua minggu yang lalu. Kok sampai sekarang belum dikerjakan sih? Ngapain aja sih selama dua minggu ini? Makanya jangan kebanyakan main donk." Gantian Ryu kali ini yang menggerutu.

"Bahan resumenya sih sudah dikumpulkan. Tinggal diketik aja kok. Cuma ketikkannya kan banyak. Belum ngeprintnya. Mana kertas kuartonya tinggal sedikit lagi. Kemarin mau beli jadi lupa gara-gara ngebantuin Karin bikin makalah. Ahh.. Capek deh.."

Beberapa saat kemudian seorang pria berkaus kuning muncul dengan membawa beberapa lembar foto ukuran 10R. Ia tersenyum dan segera menghampiri Amare dan Ryu.

"Ya ampun mas, lama amat sih. Kan tadi bilangnya cuma satu jam aja. Kok bisa molor ampe dua jam lebih sih?" gerutu Amare.

"Maaf ya kalau kelamaan nunggu. Soalnya tadi kita sempet kehabisan kertas foto jadi tadi mesti diambil dulu di gudang. Mana pake salah ngambil lagi. Tadi kan mbak mintanya kertas Doff kan?! Yang diambil malah kertas glossy. Jadinya lama deh. Maaf ya mbak." ujarnya.

"Ya udah kalau begitu. Berapa total semuanya?" ujar Amare sembari mengeluarkan dompet berwarna hitam dari saku belakang celana jeansnya.

"Semuanya jadi 57.800 rupiah." ujar karyawan tersebut sambil menyerahkan amplop besar berisi foto beserta dengan kuitansi pembayarannya.

Amare mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan dan dua puluh ribuan dari dompetnya.

Setelah menerima uang kembalian dari karyawan tersebut, Amare dan Ryu segera beranjak keluar dari studio foto tersebut. Mereka berjalan keluar dari wilayah ruko menuju halte terdekat.

"Mau dianterin pulang gak?" Ryu menawarkan diri.

"Tidak usah. Aku pulang sendiri aja. Lagipula meski searah, rumah kita kan berjauhan banget. Ntar nyusahin lagi. Kamu langsung pulang saja. Salam aja buat orang-orang yang dirumah ya." ujar Amare.

"Oke deh. Hati-hati di jalan ya. Salam juga buat orang dirumah ya. Oh ya mungkin hari minggu nanti aku main ke tempatmu. Biasa.. main PS."

"Oh.. datang aja tapi minggu aku gak ada dirumah ya. Ada ujian kenaikan sabuk hari minggu nanti jadi mungkin pulangnya agak sore. Kamu main PS-nya sama Irvan aja ya."

"Biasanya juga main PSnya sama dia, kan."

"Iya deh. Terserah kamu. Tuh jemputanmu udah datang." ujar Amare sambil menunjuk angkot kuning dengan kode A di depannya.

Ryu melambai kearah Amare dan kemudian masuk ke dalam angkot tersebut. Amare hanya melihatnya sambil tersenyum. Sesaat setelah angkot itu pergi, Amare kemudian menaiki angkot dengan kode B tersebut.