webnovel

CLASH OF THE CLANS

Menurutmu? Apa tujuan moongoddes menyatukan Clans Ionia dan Cynuria?

Putri_Mataram69 · Fantasy
Not enough ratings
28 Chs

Part 21

Sebelum kesadarannya hilang, terlihat banyaknya serigala keluar dari dalam hutan ikut menyerbu peperangan.

Kalah.

Kami kalah.

~~~

Mata Berly mengerjap. Kelopak matanya teramat berat ia rasa. Terakhir kali ia ingat bahwa belati itu menusuk lengannya atau bahunya.

Uh. Berly melenguh saat menggerakkan badannya. Terasa mati rasa.

"Kau sudah sadar?"

Berly menolehkan kepalanya pelan saat ia melihat sosok laki-laki memakai baju tanpa lengan berwarna biru gelap dengan sabuk yang mengikat untuk menyatukan baju itu dan mengenakan celana berwarna biru gelap atau hitam. Entahlah. Matanya masih mengabur.

Berly berusaha mengangkat tubuhnya tetapi dia tak kuat, sesaat dia merasakan udara menipis saat lelaki yang tadi berdiri setengah menunduk untuk membantunya mengangkat tubuhnya. Menumpuk beberapa bantal sebelum meletakkan kepala Berly di sana.

Berly terus menerus menatap lelaki itu seolah meminta penjelasan.

"Aku Tobias. Panggil saja Tobi."

Berly berusaha mengucapkan sepatah dua patah kata tetapi sangat susah, "Gav....riil."

"Gavriil?" lelaki itu menaikkan sebelah alisnya, "Namamu Gavriil?"

Berly menggeleng lemah, lelaki itu malah menyipitkan matanya.

"Tuan, ini makanan untuk nona....? seseorang dengan pakaian berwarna putih dengan sabuk berwarna cokelat membawa nampan berisi sup yang menggiurkan Berly.

"Ive." Berly menyahut sambil tersenyum tipis kepada pelayan itu.

Pelayan itu memberikan nampan tersebut kepada Tobi.

"Namanya Kano. Jika dirimu membutuhkan sesuatu, panggil saja dia." jelas Tobi.

Tobias mengibaskan tangannya di udara mengusir Kano yang berada di belakangnya.

"Jadi, namamu Ive?" sambungnya.

Berly mengangguk. Ive adalah nama panggilan yang teman-temannya gunakan. Sementara Gavriil memanggilnya dengan Berly.

Ahh. Berly merindukan sentuhan Gavriil.

"Ini dimana?" Berly menatap Tobi yang sesekali meniup sendok berisikan bubur sebelum memasukkan bubur itu ke dalam mulut Berly.

"Kau berada di daerah kekuasaanku. Daerah yang tak akan di temui jika tanpa seizinku."

"Kau makhluk apa?" Berly bertanya lagi. Sepertinya rasa penasaran nya sangat membuncah.

"Kami perpaduan semua makhluk di negara ini. Aku adalah pemimpin di sini." Tobi memberikan suapan terakhir untuk Berly.

Lelaki itu kemudian memberikan minuman yang berada dalam sebuah wadah tanah liat berbentuk mangkuk.

Berly mencium aroma dalam mangkuk itu dan segera menjauhkan mangkuk itu dari hadapannya.

"Supaya cepat pulih." Tobi memberitahu walaupun Berly sudah mengetahuinya jika itu obat.

"Pahit." Berly menggelengkan kepalanya pelan saat lidahnya mencicipi sedikit rasa dari minuman obat itu.

Tobi menghela napas pelan. Dia mengambil mangkuk itu dari tangan Berly dan memasukkan cairan itu ke dalam mulutnya. Tanpa di aba-aba, Tobi menarik tengkuk Berly dan memaksa Berly membuka mulutnya. Tobi memasukkan obat itu dari mulutnya ke dalam mulut Berly. Wanita itu memukul pelan dada Tobi. Pahit dari obat itu ingin membuatnya mengeluarkan kembali sup yang tadi dia telan.

Dengan sigap Tobi melumat pelan dan mencecap bibir Berly. Wanita itu mematung, bagaimana bisa lelaki itu menciumnya. Berly hanyalah orang asing.

Tobi menjauhkan tubuhnya dari Berly, bisa bahaya jika lelaki itu tidak bisa menahan gairahnya.

"Jika kau menolak meminum obat itu lagi, aku akan melakukan hal ini lagi kepadamu." jelasnya.

Berly hanya mengangguk. Jelas wajahnya memerah saat ini. Dia telah mengkhianati Gavriil dengan berciuman selain dengan Gavriil.

Tapi, enak kan?

Eh? Berly mengenyahkan pikiran kotornya. Dia menghirup napas dengan rakus.

Tobi melangkah keluar dan membawa nampan beserta isinya yang telah kosong keluar kamar.

Tobi telah memperingatkan Berly agar dia berisitirahat dengan cukup.

Wanita itu mencoba menurunkan kakinya, memijak lantai yang dingin berwarna coklat itu setelah Tobi keluar dari kamar ini dan menutup pintu rapat-rapat.

Walau sedikit sempoyongan di awal, Berly berhasil meraih jendela besar di sisi kiri kamar itu. Wanita itu menatap ke luar jendela. Dilihatnya beberapa prajurit memakai baju berwarna merah tua berbaris rapi dengan sabuk berwarna senada.

Ada juga beberapa orang memakai pakaian berwarna hijau tua.

Sebenarnya dimana dia sekarang?

~~~

Gavriil tengah menatap kosong ke arah kasurnya. Berharap wanita yang di cintainya berada di hadapannya. Sudah seminggu berlalu sejak perang itu terjadi dan Berly belum di temukan. Rindu menyelimuti perasaannya saat ini.

"Iiiveee." Teriakan Lucas menggema menggelegar bersamaan dengan sebuah belati setipis tisu menancap di lengan Berlyvie.

Gavriil melihat Lucas dan mengikuti arah pandang Lucas di mana ia melihat Berly berlumuran darah dengan wajah pucat dan juga surai yang berantakan.

Gavriil melesat ke arah Berly, namun sosok berbulu menghantam tubuhnya. Serigala. Gavriil geram. Lelaki itu memutuskan kepala serigala itu sekuat tenaga. Sayap hitam Gavriil berkobar membawa api dari neraka yang berada di ujung runcing sayap itu.

Tanduk berwarna merah terlihat di atas kepalanya. Matanya berwarna merah semerah darah. Gigi dan kukunya mulai meruncing. Wajahnya bukanlah lagi wajahnya seutuhnya. Dialah The Dark Lord.

Gavriil membabi buta pasukan serigala yang menghalangi jalannya untuk menghampiri wanitanya.

Lelaki itu melesat maju membara ketika melihat Berly sedikit limbung. Gavriil menangkap tubuh pucat dan dingin Berly. Bibir wanita itu membiru dengan kelopak mata tertutup  berwarna merah. Sedangkan surainya yang penuh akan warna seolah kehilangan warnanya. Surai emas Berly berubah menjadi hitam kelam.

Gavriil hendak menenggelamkan Berly ke dalam pelukannya tetapi tubuh Berly tiba-tiba bersinar hijau dan Berly berubah menjadi kelopak bunga berwarna-warni yang tenggelam di dalam sinar itu.

Tangan Gavriil seolah menggenggam udara. Tubuhnya kaku. Wajahnya teramat suram. Itu bukanlah lagi Gavriil tetapi sepenuhnya Iblis.

Aura berwarna merah mengelilingi tubuh Gavriil. Lelaki itu berjalan ke arah Liora yang sedang bertarung dengan Athea.

Liora menolehkan kepalanya sebelum tersenyum sinis, "Apakah Yang Mulia telah menerima kejutan?"

Gavriil berhenti dengan jarak satu meter di hadapan Liora.

"Calon Ratumu tidak akan kem---"

Gavriil mencekik leher Liora dengan satu tangannya. Liora mengayunkan kakinya yang tak berpijak pada tanah. Tangannya menepuk pelan jemari besar Gavriil.

"Dimana Berlyku!!!" teriak Gavriil.

Liora tersenyum sembari menahan sakit. Dadanya sesak seakan nyawanya akan melayang, "Maaa--ti."

Gavriil mempererat cekikannya. Kemudian dia melemparkan Liora ke tanah. Liora terbatuk-batuk, mulutnya menghirup udara dengan rakus sebelum dia teriak kembali karena Putra Mahkota kerajaan Ionia itu menyeret tubuhnya dengan menjambak rambutnya.

Tidak ada belas kasihan terlihat dari raut wajah Gavriil saat dia menarik rambut Liora untuk membawanya ke dalam penjara di istana.

Semua yang berpartisipasi menjadi pengikut Liora mendekam di dalam penjara jahanam itu. Penjara yang terletak diruang belakang istana dan sangat rahasia.

Gavriil menggeram pelan ketika mengingat kejadian itu, kedua tangannya mengepal. Air matanya jatuh membasahi pipinya. Semakin lama semakin tak terbendung.

Gavriil menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya. Keadaan Gavriil sangat mengenaskan. Tubuhnya berubah agak kurus, bulu tipis menghiasi wajah dan dagunya. Wajahnya terlihat amat berantakan.

Terisak Gavriil ketika sekelebat bayangan Berly mencium bibirnya di meja rias atau di balkon atau bahkan di atas tempat tidur. Senyuman indah Berly terus menerus memenuhi penglihatan Gavriil. Bahkan telinga Gavriil mendengar suara indah wanitanya itu.

Galvia dan Christof mengintip Gavriil di balik pintu kamarnya. Via memeluk erat mate-nya itu. Air matanya ikut mengalir melihat keadaan kakaknya.

"Aku berharap Princess Berly segera di temukan." gumam Chris.

Via mengangguk di dalam pelukan Chris. Wanita itu menengadahkan kepalanya menatap manik mata Chris yang menenangkan.

"Galvia?"

Via melepaskan pelukannya saat mendengar suara berat memanggilnya.

"Galvin." Via setengah berlari menghampiri Galvin yang berdiri di anak tangga teratas.

Mata Galvin bertemu dengan Christof menyiratkan 'ada kabar apa'.

"Princess Berly belum tiada. Ada yang menolongnya saat itu." jelas Galvin.

Mata Galvia berbinar, "Benarkah? Sekarang dimana kakak ipar, Vin?"

Galvin menggeleng. Wajahnya kembali lesu mengingat ucapan Athea tadi siang.

"Athea berkata dia belum bisa menembus keberadaan Berly. Dia membutuhkan ikatan mate Gavriil tetapi dia tidak bisa melakukannya mengingat kondisi Gavriil belum stabil." Galvin menjelaskan hal itu dengan sesekali menghela napasnya.

Chris nampak berpikir sejenak, "Biar aku yang berbicara dengan Yang Mulia."

"Chriss," Via menggeleng.

Terakhir kali pelayan memasuki kamar Gavriil untuk mengantarkan makanan atas perintah Ratu Miray tewas mengenaskan. Galvia tidak ingin kekasihnya itu mengalami hal yang sama.

Christof mengelus surai Galvia yang berwarna biru itu, "Tenang saja, dia tidak akan mencelakakanku."

~~~

Berly saat ini tengah menikmati hidangan makan malamnya di dalam kamar bernuansa indah ini. Berly memasukkan potongan daging rusa itu dengan pelan. Tangannya masih terasa gemetar walau tak separah saat dia bangun.

Hal itu pun tak luput dari penglihatan Tobi. Lelaki itu menghabiskan makanannya dengan cepat dan segera beralih duduk di samping Berly.

Tobi mengambil alih piring yang berada di pangkuan Berly, lelaki itu dengan telaten menyuap makanan itu dan memastikannya tertelan.

Tobi menyodorkan kembali minuman obat itu di hadapan Berly.

Wanita itu memanyunkan bibirnya dan menggeleng cepat.

"Perlukah aku menciummu lagi?"

Berly terkesiap, mata indahnya mengerjap beberapa saat sebelum dia menggeleng dan segera menghabiskan minuman obat itu hingga menetes melewati sudut bibirnya.

Tobi menelan salivanya dengan susah. Menurutnya wanita di hadapannya ini sangat menggemaskan. Semenjak ia menemukan Berly terhanyut di sungai biru, dapat ia pastikan bahwa Dewa mengirim wanita ini karena suatu alasan.

Bisa jadi untuk menemani Tobi yang kesepian? Atau menjadi permaisuri Tobi misalnya.

Tobi membersihkan lelehan obat di sudut bibir Berly dengan ibu jarinya.

Hal itu membuat degup jantung Tobi berdetak tidak karuan. Bukan sekali ini dia bersentuhan dengan wanita. Tetapi baru kali dia merasakan gugup bercampur hasrat menyebabkan jantungnya tak bisa berkompromi serta area perut yang terasa menggelitik.

Berly berdehem pelan dan menyadarkan kembali Tobi dari lamunannya.

Berly mencecap sebelum dia berkata, "Aku ingin pulang."