webnovel

Ucapan Mama Benar

Pintu apart 50 terbuka. Ini adalah penampakan yang tidak mengenakan bagi Reiley.

"Astaga...."

Reiley memalingkan wajahnya segera, ia memastikan apakah teman-temannya memperhatikan dirinya dan seseorang dari balik pintu itu. Namun tidak, teman-temannya rupanya sibuk dengan gadget masing-masing, sehingga tidak terlalu memperhatikan ke arah pintu utama.

Reiley mendorong pria itu. "Nekat banget si lo! Kenapa lo ke apart 50 coba? Cari mati lo?" bentak Reiley, ia terbawa emosi.

"Gue disuruh Tante Yuki. Yakali gue nggak nurut," jawab pria itu sedikit mengeluh, seakan-akan semua ini berujung buruk. "Apa-apaan si, Ley. Berlebihan banget lo. Gini aja tapi nada bicara lo gak enak banget di denger," tambah cowok itu, kala menyadari kehadirannya begitu membawa petaka untuk Reiley.

"Langsung keintinya aja deh lo. Maksud kedatangan lo apa? Cepet sebelum temen-temen gue liat!" seru Reiley menekan. Matanya menangkap pintu sedari tadi, ia takut ketiga temannya itu sadar akan keributan kecil diluar apart 50.

"Sebenarnya....," ungkap cowok itu bertele-tele. Seolah dia takut akan mengatakan ini. "Eum... Sebenernya....," lirih cowok itu menatap mata Reiley yang semakin lama semakin tajam.

"Apa, Jay? Lo mau ngomong apa cepet!" Reiley gugup dan semakin kesal karena cowok itu semakin lama semakin memancing emosinya.

"Ki-kita ... ki-kita ... kita mau dijodohkan orang tua kita," beber cowok itu terbelit-belit. Tujuannya kemari sudah jelas untuk menjemput Reiley. Karena perintah dari mama papa Reiley. "Ayo turun! Kita harus balik," ajak cowok itu lagi, kali ini ia sedikit memaksa. Seolah ingin Reiley kembali dengannya secepat mungkin.

Reiley terdiam mematung, ia tidak bisa berkata-kata lagi. Matanya sontak sembab saat mendengar lontaran cowok itu. "Kenapa Mama beneran jodohin gue?" gumam Reiley dalam hati, tubuhnya tiba-tiba kaku.

"Reiley," panggil cowok itu lirih. Sepertinya ia sadar Reiley tidak mau dijodohkan dengannya. Apalagi mereka masih sangat muda, kuliah pun semester 6.

Tidak lama kemudian, tiba-tiba langkah kaki terdengar menggema di telinga Reiley.

"Hah?"

Tanpa menjawab dan memedulikan cowok itu lagi, Reiley sontak menyeret lengan cowok itu untuk mengajaknya bersembunyi. Reiley hanya takut jika itu adalah langkah kaki Ellera dan Elsana. Reiley menyeret Jay sampai ke gudang apart 50, mereka bersembunyi di ruang sepengap itu demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

"Ley, lo apa-apaan, sih? Tante udah nungguin! Kenapa lo semakin memperlama gini, bukannya turun,"

Cowok itu mulai kesal, karena dari awal Reiley sudah sangat aneh sejak bertemu dengannya. Cowok itu sampai menganggap Reiley tidak normal, karena sepertinya Reiley enggan berbicara dengannya sejak awal.

"Husstt ... udah lo diem! Kita nggak akan keluar sebelum mereka semua pergi," tegas Reiley. Gadis itu mengintip—memastikan siapa sebenarnya orang yang menciptakan suara langkah kaki itu.

Cowok itu terlihat pasrah dengan tingkah Reiley. Karena ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini. "Terserah lo aja," kata cowok itu melangkah ke belakang—melihat-lihat barang mewah yang terbengkalai di gudang apart 50.

***

"Maksud lo apa? Reiley di depan kok dari tadi, yakin dia nggak ada?" tanya Elend bigung, menyentuh kacamata yang bertengger di hidungnya.

"Beneran, Lend. Gue sama Ellera lewat depan! Mau lewat mana lagi kita? Ngadi-ngadi lo. Nggak tau juga mana perginya Reiley," kata Elsana menegaskan lagi, karena dirinya benar-benar tidak melihat adanya Reiley di pintu utama.

"Mungkin tadi yang mencet tombol Tante Yuki. Tapi aneh, sih kalo, Kak Reiley pulang gitu aja. Kok nggak pamit dulu sama kita?" sahut Esme mencoba berpikir jernih.

"Iya, kalo emang bener itu Tante Yuki, pasti beliau masuk, sapa kita dulu. Kemungkinan besar itu nggak Tante Yuki," sambung Sellena seraya meletakkan ponselnya di atas meja. Ia menyimak sigap serius, karena obrolan semakin dalam.

Ellera mencoba untuk duduk. Ia paling tidak bisa berpikir jernih saat berdiri. "Mungkin pacarnya yang jemput," celetuk Ellera memfitnah. Ucapannya itu spontan keluar dari mulutnya. Dan entah kenapa pemikiran itu benar-benar ada di luar kepala para circle. Seolah benar-benar terjadi. Padahal belum tahu faktanya.

"Elle, sudahlah ... nggak baik ngomong kayak gitu terus! Kita ini semua sahabat. Udah kek sodara. Nggak perlu melontarkan kata yang enggak-enggak kek gitu. Yang ada, menimbulkan ujaran kebencian aja lo. Lebih baik kita hubungi Reiley, mungkin dia buru-buru turun, dan nggak sempet pamit. Tapi mungkin aja, sih perkataan lo bener," ujar Elend membungkam mulutnya. Dan jika benar, ia orang pertama yang akan terkejut.

"Apa-apaan, sih kalian? Udahlah ... mending kita makan," ajak Esme mencoba mendinginkan suasana. Ia paling semangat soal mengisi perut.

"Hahaha ... bener," sahut Sellena langsung setuju, kebetulan ia juga sangat lapar.

"Kalian mau bikin ramen? Nggak perlu, gue udah beliin makanan untuk kalian," ujar Ellera mengode Elsana dengan mendongak sedikit, mengisyaratkan untuk mengeluarkan bingkisan besar yang berisikan makanan cepat saji.

"Eaaaaa," teriak Esme kegirangan. Sepertinya Ellera membawakan makanan favorit si maknae.

"Hahaha...."

Elsana terbahak-bahak melihat tingkah Esme yang kegirangan sampai meloncat-loncat di sofa glamor mewah itu.

Karena semua sudah lapar, mereka pun makan besar bersama-sama. Ellera kini juga sudah membaik, suasana hatinya sudah reda saat berkumpul kembali dengan para circle.

"Eh, kayanya gue besok ke kampus!" seru Ellera mendahului obrolan lagi—membeberkan ke teman-temannya, membuat semua gadis-gadis cantik itu diam sejenak menghentikan kunyahan makannya karena terkejut.

"Hah? Yakin lo, Ell? Beneran?" Elend memekik tak terkontrol, antara senang dan tidak percaya.

Ellera hanya mengangguk pelan, mulutnya sibuk makan pizza lezat itu.

"Nggak salah denger?" tanya Sellena penasaran. Tangannya menggoyangkan tangan Ellera yang terlihat fokus makan dan bermain ponsel. "Elle? Lo beneran mulai kuliah lagi?"

Jika benar, Sellena adalah orang pertama yang sangat bahagia, secara Ellera adalah orang pertama yang membuatnya semangat kuliah. Karena kebetulan Ellera dan Selena satu jurusan.

"Kenapa, sih kalian? Lebay banget," sahut Elsana kalem. Ia tersenyum miring seakan menyembunyikan sesuatu dengan Ellera.

Esme yang menyadari akan hal itu, langsung menyambar Elsana. "Jangan-jangan....?" kata Esme dengan tatapan mengejek.

Ellera menyenggol lengan Esme. "Lo masih bocil, diem lo!" ujarnya yakin kalau Esme secara tidak langsung juga senang karena dirinya mulai kuliah kembali setelah sekian lama break kuliah.

***

"Kenapa? Baper, ya?" goda Jay menarik aura tampannya. Membuat Reiley tidak bisa berpaling.

"Woyy!"

Cowok itu memekik tepat ditelinga Reiley. Sehingga lamunan Reiley buyar seketika.

"Apaan, si lo," bentak Reiley salah tingkah. "Udah aman! Nggak baik lama-lama di sini berduaan. Gue ke luar duluan. Lo jangan bergerak sampai gue kasih aba-aba ke lo," pinta Reiley mencoba membuka pintu gudang sedikit demi sedikit. Memastikan di luar ada orang atau tidak. Jika benar ada, tamatlah riwayat Reiley.

Cowok itu berjalan mengikuti Reiley yang telah mendahului jalan.

"Eh sialan lo! Gue, kan udah bilang lo tunggu di sini aja dulu! Gue ke luar untuk memastikan! Astaga ... khawatir amat. Gue nggak mungkin kunci lo dari depan, buang-buang waktu gue tau ga," gerutu Reiley melirik sinis ke cowok itu.