webnovel

Sebuah Rencana

Sejak saat pengumuman kelulusan, Riski sedang memikirkan bagaimana agar usaha sayurnya bisa lebih efektif. Riski memikirkan bagaimana caranya mengambil sayuran? Membeli ke pasar? Takutnya jika membeli ke pasar harga akan mahal. Riski ingin harganya lebih murah di bandingkan dengan pasar.

Riski ingin menanyai satu persatu orang yang berada di pasar, darimana mereka mengambil sayuran ini. Pasti ada sebuah tempat, petani? Petani sayuran? Tapi dimana kah itu?

Di hari yang menjelang pagi ini, Riski akan mengunjungi pasar di dekat rumahnya. Jarak dari rumahnya ketika berjalan kaki mungkin 20 menit, Riski ingin kesana karena akan bertanya dan mengetahui tempat di mana petani sayur itu berada.

"Riskii mau kemana?" tanya Sastro yang melihat Riski membuka pintu.

"Mau ke pasar sebentar. Ada janji." jawab Riski santai.

"Yaudah, hati-hati yaa." teriak Sastro.

Riski melangkahkan kakinya, embun pagi yang menyengat tubuhnya membuat ia harus mengenakan jaket dan berusaha menikmati suasana ini.

Di perjalanan Riski melihat ada sebuah orang menaiki sepeda ontel yang menarik perhatiannya. Si pengendara sepeda itu menggunakan helm, sepatu, baju sepeda, dan sangat lengkap. Riski mengamati itu karena ia terksean, pengendara sepeda aja ada banyak perlengkapan sebanyak itu.

Ah sudah, pengendara sepeda itu sudah lewat. Sekarang Riski hanya fokus perjalanannya menuju pasar.

Tak lama Riski sampai di pasar yang hanya ada di pagi hari. Banyak warga sekitar yang berkunjung di pasar ini, adanya pasar kecil ini sangat membantu warga untuk berbelanja.

Situasi di sini juga ramai, banyak orang yang berjualan beraneka ragam. Mulai dari berbagai sayuran, ayam, ikan, dan ada yang berjualan makanan sudah siap makan.

Tentu saja pandangan Riski tertuju pada orang yang berjualan sayuran. Sayuran yang sangat lengkap, dikunjungi banyak orang.

Riski tak enak jika keadaan masih ramai tapi ingin menanyakan hal yang pribadi. Apa Riski menunggu saat sepi saja?

Riski menghampirinya, "Bang, boleh nanya nggak?" kata Riski yang super polos.

"Hah?" penjual itu tak fokus mendengar perkataan Riski.

"Mau bertanya, boleh?" tanya Riski mengulangi pertanyaannya.

"Nanya apaan? Sayuran?"

"Bukan bang. Abang kalo beli sayuran semua ini dimana?" Riski ini benar-benar tidak tahu, padahal penjual itu dalam keadaan ramai, tapi ia malah menanyakan pertanyaan yang harus di jelaskan secara detail.

"Bentarr, gue masih sibuk. Tungguin sini aja, duduk sini." katanya ramah.

Riski tersenyum mendengar jawaban penjual sayur itu. Dan berjalan ke arah yang di maksudkan.

Setelah menunggu kurang lebih 15 menit.

"Mau nanya apa tadi?" tanya penjual itu.

"Kalo mau beli sayuran semua ini dimana, bang? Atau abang sendiri yang jadi petaninya?" tanya Riski, ia ingin mendapatkan banyak informasi di sini.

"Kenapa nanya hal itu? Oh iya kenalin nama abanh adaah Budi. Panggil aja bang bud." kata Budi, ia bukan penjual yang galak dan judes. Tapi penjual yang ramah dan suka bercanda.

"Riski bang. Nanya itu karena ingin jualan juga, tapi nggak di sini bang. Tenang aja, soal masalah itu. Riski jualannya di rumah bang bud." jelas Riski jujur.

"Oalah, ada petani di daerah dataran tinggi sana. Jaraknya mungkin naik motor 1 jam. Kalo ngambil di sana dengan banyak, bisa dapat diskon juga. Jadi, kalo mau ngambil di sana lebih banyak, lebih murah." jelas Budi secara perlahan, agar Riski dapat memahami perkataannya.

"Abang tau daerahnya? Boleh minta alamatnya bang?"

"Tau dong, gue nggak hafal nama alamatnya. Kalo lo ingin kesana, bareng gue aja. Kita berangkat subuh, ntar sampai sini bisa jam 6. Nah, ntar lo inget-inget sendiri aja tempatnya."

"Beneran, bang?" tanya Riski antusias semangatnya. Jalan Riski selalu di permudah, selalu saja ada yang berbaik hati kepadanya. Apa ini jalan dari Tuhan? Apapun itu bentuknya, Riski selalu bersyukur dan akan berusaha.

"Beneran, rumah lo mana? Besok biar gue jemput."

Riski menuliskan alamat rumahnya, dan kemudian menyerahkan ke Budi. Dan ternyata Budi juga mengetahuj daerah rumah Riskk yang tak jauh dari pasar, "Oh gue tau ini. Besok gue jemput, tungguin di depan rumah ya." kata Budi, setelah itu ia ada pelanggan.

"Makasih bang, kalo gitu mau pulang dulu." Riski berjalan pulang. Akhirnya informasi yang ia dapatkan sangat berguna, dan untung ia bertemu dengan Budi. Seorang yang ingin membantunya, sungguh jalan semesta menunjukkan keajaibannya selalu memiliki caranya sendiri.

Rencan Riski ia tak langsung membeli sayuran dengan banyak. Ia lebih memilih membeli sedikit terlebih dahulu tetapi bisa sampai habis daripada membeli banyak nanti takutnya tidak habis dan keesokan harinya sayuran juga tidak fresh.

Riski sudah mengetahui nama semua sayuran, pengalaman yang ia dapatkan dari bekerja dengan Widya membuatnya semakin mengerti akan sayuran. Sayuran yang sudah busuk, masih fresh, dan sayuran yang dimakan oleh hama.

Banyak hal yang harus diperhatikan dalam sayuran. Riski akan terus belajar bagaimana caranya agar sayurannya bisa laku terjual dan diminati banyak orang. Terkadang Riski juga mencari di internet sayuran yang di jual supermarket besar. Ternyata sayuran yang berada di supermarket sangat mahal, berbeda dengan di pasar. Cuma bermodalkan kemasan yang menarik dan bersih, harganya bisa sangat melonjak tinggi.

Riski ingin menerapkan hal seperti itu, tetapi perbedaannya Riski tak mau menjual dengan harga yang mahal seperti supermarket. Harga yang ditawarkan Riski juga akan tidak beda jauh dengan di pasar. Untuk saat ini, itulah yang direncanakan Riski.

"Riski, habis darimana lo?" tanya Rudy, ia baru bangun dan bersiap untuk pergi kuliah.

"Jalan-jalan pagi, nggak kayak lo kerjaannya tidur mulu. Olahraga sana biar sehat." ketus Riski.

"Gue juga udah olahraga setiap harinya." balas Rudy remeh. Ia juga menunjukkan lengannya yang tak berotot.

"Olahraga apaan, tangan juga gak ada ototnya tuh." ledek Riski sambil tertawa puas.

"Gue jalan ke kamar mandi, jalan ambil makan. Itu kan olahraga, jalan kaki." jelas Rudy yang membuat Riski semakin tertawa terbahak-bahak.

"Itu mah namanya emang kebutuhan, bukan olahraga. Yaelah." tukas Riski, kemudian ia masuk ke dalam kamar mandi.

Namun langkahnya di cegah oleh Rudy, "Gue duluu, gue mau kuliah habis ini."

Riski menghela napasnya kasar, ia mengalah kali ini. Karena ia juga libur sekolah, menunggu pendaftaran SMK yang akan di buka 2 minggu lagi. Selama waktu 2 minggu, Riski ingin menghabiskan waktunya untuk riset masalah sayuran. Bertanya kepada pelanggan, bagaimana caranya membungkus dengan baik, dan agar sayuran tetap fresh. Ia juga pergi ke warnet untuk mencari di internet masalah sayur yang di jual di supermarket, bagaimana cara kemasannya. Karena ia tidak pernah masuk supermarket jika harus kesana ia tidak mengetahui caranya. Ya, lebih baik mengamatinya dari internet, dan berbagai cara apapun ada di sana.