2 TERPAKSA MENJADI TEMAN

Marey tersedak mendengar ucapan Luis yang menurutnya sudah kelewatan.

"Kamuuuu!!!"

"Ini minumlah lagi." ucap Luis memberikan air mineral miliknya.

"Aku sudah punya sendiri." jawab Marey dengan ketus sambil mengatur nafasnya dan membersihkan kemeja atasannya yang sedikit basah.

"Dagumu masih basah." ucap Luis menatap Marey dengan penuh perhatian.

Dengan spontan Marey mengusap dagu bawahnya dengan tissue.

"Bukan di situ." ucap Luis meraih tissue yang ada di tangan Marey, kemudian membersihkan sudut bibir Marey dengan pelan.

"Nah... sudah bersih." ucap Luis seraya memberikan kembali tissuenya pada Marey.

Bagaikan terhipnotis dengan pesonanya Luis, Marey menerima tissue tersebut tanpa sedikitpun bicara.

Dengan wajah memerah, Marey memutar kursi rodanya berniat pergi dari hadapan Luis untuk makan siang di luar.

"Kamu mau ke mana? ayo...aku antar." ucap Luis saat tahu Marey akan pergi meninggalkannya sendiri.

"Ada apa denganmu sih!! bisa tidak kamu menjauh dariku! aku tidak butuh teman sepertimu." ucap Marey dengan gusar sambil mendorong kursi rodanya berlalu dari hadapannya Luis.

Melihat Luis masih kukuh mengikutinya, Marey mempercepat tangannya dalam menggerakkan roda kursinya tanpa memperhatikan jalan di hadapannya yang sedikit menurun untuk mencapai pintu hingga kursi roda Marey tergelincir cepat dan hampir menabrak pintu kaca jika tangan Luis tidak menarik cepat roda Marey hingga tangan Luis terjepit di antaranya.

"Aauuhhhh!" teriak Luis masih dengan menahan roda itu dengan tangannya yang sudah terjepit.

Dengan cepat Marey mengunci kursi rodanya setelah sadar dari keterkejutannya.

"Kammuu.. apa kamu tidak apa-apa?" tanya Marey membantu meraih tangan Luis yang beberapa jarinya berdarah.

"Aku tidak apa-apa." jawab Luis tersenyum dengan menahan sakit pada ruas jarinya yang berdarah karena luka robek pada ruas-ruas jarinya.

"Kamu! dengan luka robek seperti ini masih saja bisa tersenyum. Ayo, ikuti aku ke ruang kesehatan." ucap Marey memegang tangan Luis yang terluka sambil tangan satunya menjalankan kursi rodanya ke tempat ruang kesehatan karyawan.

"Tolong, ambilkan Alkohol, kapas dan obat merahnya sekalian." ucap Marey yang tidak bisa menjangkau kotak obat yang tergantung di dinding.

Tanpa bicara Luis mengambilnya dan di bawanya sendiri sambil duduk di kursi yang tidak jauh dari Marey.

Marey terdiam saat Luis berusaha membersihkan lukanya sendiri tanpa meminta bantuannya.

"Sini... biar aku yang mengobati." ucap Marey yang tidak tega melihat Luis sedikit kesulitan saat membersihkan dan mengobatinya karena yang terluka tangan kanannya.

Luis menatap wajah Marey sesaat, setelah itu memberikan kapas yang sudah basah dengan alkohol pada Marey.

Dengan wajah serius Marey membersihkan luka Luis dengan sangat pelan, setelah itu baru di beri obat merah agar tidak infeksi.

"Sudah selesai." ucap Marey sambil menutup obat merah dan diberikannya kembali pada Luis.

"Terima kasih, ternyata di balik wajah dan kata-kata kamu yang pedas tersimpan kelembutan juga." ucap Luis dengan tersenyum.

Wajah Marey memerah dengan ucapan Luis yang mulai kambuh.

"Sudah! jangan mulai lagi dengan acara bualanmu." ucap Marey sudah berniat ingin mengucapkan terima kasih mengurungkan niatnya beranjak dari tempatnya dan berniat pergi lagi.

"Jangan pergi! please...aku berjanji tidak akan mengganggumu lagi. Asal kamu tidak marah denganku." ucap Luis dengan tatapan memelas.

Marey mengambil nafas panjang, kemudian menatap wajah Luis yang masih bertahan menatapnya.

"Apa maumu sekarang? aku sudah tidak marah denganmu." ucap Marey ingin segera pergi untuk makan siang.

"Aku masih ingin makan siang bersamamu. Jujur aku tidak tahu di mana kantin? dan lagi jika aku bersamamu, aku bisa bertanya padamu tentang banyak hal." ucap Luis dengan serius.

Karena melihat wajah Luis yang serius, Marey percaya pada Luis kalau memang ada pertanyaan yang akan di tanyakannya.

"Baiklah, ayo ikut denganku!" ucap Marey sambil memutar kursi rodanya dan menjalankannya ke arah pintu keluar kantor dan masuk ke sebuah warung yang cukup bersih.

"Apa kita makan di warung ini?" tanya Luis dengan tatapan rumit.

"Tentu saja kita akan makan di sini! memang harus kemana lagi? apa kamu tidak setuju dan ada tujuan lain?" tanya Marey dengan tatapan tajam.

"Tidak... tidak! aku sangat setuju." ucap Luis yang tidak pernah makan di warung.

"Ya sudah, kamu pesan apa sekarang?" tanya Marey menatap penuh wajah Luis yang sedikit bingung dengan jawabannya.

"Aku tidak tahu menu makanan apa yang harus aku makan di sini. Dari pada bingung samakan saja dengan menu makananmu." ucap Luis berusaha tenang.

Setelah mendengar jawaban Luis yang minta menu yang sama dengannya, Marey segera meminta pada pemilik warung untuk segera menyiapkan pesanannya.

"Bagaimana dengan tanganmu? terlihat bengkak." ucap Marey dengan tatapan penuh melihat ke arah ruas-ruas jari Luis yang terlihat bengkak dan berwarna biru keunguan.

"Lumayan sedikit sakit." jawab Luis yang sudah mengalami kesulitan untuk menggerakkan jarinya yang terluka dan bengkak.

Marey diam sesaat dan tersadar saat di kejutkan pemilik warung memberikan dua mangkuk nasi soto padanya.

"Makanlah." ucap Marey meletakkan nasi soto di hadapan Luis.

Luis menerimanya dengan tersenyum.

"Terima kasih cantik." ucap Luis mulai makan dengan tangan kiri yang tidak biasa di lakukannya.

Marey mengunyah makanannya sambil melihat Luis yang sedikit kesulitan saat makan.

Tatapan Marey terpaku saat melihat Luis mengeluarkan botol kecil dari kantong celananya dan mengambil satu butir obat kemudian menelannya dengan seteguk air putih.

"Obat apa itu?" tanya Marey dengan penasaran karena melihat sekilas botol itu terlihat polos tanpa ada tulisan apapun.

"Obat vitamin biar kuat cantik, jangan curiga seperti itu padaku. Aku tidak terlibat narkoba kok." jawab Luis dengan tawa terkekeh.

Marey terdiam sejenak kemudian melanjutkan makannya.

"Apa jam istirahat sudah mau habis?" tanya Luis masih ingin bersama Marey.

"Tinggal sepuluh menit lagi, sebaiknya kamu pulang atau istirahat di ruang kesehatan." ucap Marey yang sudah mempertimbangkannya setelah melihat keadaan tangan Luis yang bengkak.

"Aku tidak ingin pulang karena sudah ada di sini, dan aku juga tidak mau ke ruang kesehatan karena aku pasti bosan. Jadi bolehkah aku duduk di ruang kerjamu dan hanya duduk diam tanpa mengganggumu." ucap Luis dengan tatapan penuh harap.

"Aku tidak yakin kalau kamu tidak akan menggangguku." ucap Marey dengan nada datar.

"Aku berjanji... please." ucap Luis kali ini dengan tatapan memohon dan wajah yang memelas.

"Baiklah..ayo kita kembali." ucap Marey memutar kursi rodanya tanpa membayar makanannya karena tiap akhir bulan Marey baru membayarnya.

Tiba di kantor, Marey di sambut Ned satpam kantor.

"Nona Marey...ada kiriman bunga bagus dari penggemar baru Nona Marey." ucap Ned sambil memberikan serangkai bunga lili dan anggrek ungu.

Hati Marey tiba-tiba terasa sakit, kedua matanya mulai berkaca-kaca.

"Dean Luther! bukankah dia sudah meninggal?" ucap Marey dalam hati dengan tangan gemetar saat menerima bunga itu.

avataravatar
Next chapter