webnovel

Chapter 1 : Peri Di Hutan

Pengenalan karakter :

1. Dyvette Aliya Mebraah ( Tokoh Utama )

2. Lucas/Noah ( Pemeran Utama Pria )

3. Ankhamun Mena ( Pangeran Mahkota Kadesh )

4. Laila Mebraah ( Ibu yang merawat Dyvette )

5. Sultan Assadullah ( Ayah kandung Dyvette )

6. Permaisuri Zephyr ( Ibu Kandung Dyvette )

7. Fatih Al-Farishi ( Kakak kandung Dyvette, putra Mahkota Kesultanan Zabbana)

8. Vivian ( Pelayan pribadi Dyvette )

9. Kaisar Jamal ( Kaisar Kadesh, Ayah Ankhamun)

10. Ahmanet ( Ibu suri, ibunya Ankhamun )

🌹🌹🌹🌹

Salem, pukul delapan malam, di dalam kamar tidur. (Di kamarnya ada kolam)

Seorang wanita berpakaian pelayan berdiri di pinggiran kolam, "Nona.... Nyonya memanggil anda untuk makan malam."

Gadis yang sedang berendam itu menoleh.

"Sudah malam, jangan terlalu lama bermain air nanti anda sakit. Cuaca sudah mulai berangin akhir-akhir ini.."

Gadis itu menghela napas pelan lalu bangkit dari sana. Dia menjawab : "Ya, aku akan ke sana. Katakan pada ibu aku akan ganti pakaian dulu."

Sepasang kaki jenjang melangkah halus di atas lantai marmer hitam, kulitnya putih lembut bagai kue salju, jari-jari yang terlihat rapuh, suara gemercik gelang-gelang kaki mengiringi setiap langkahnya.

Gaun malamnya yang tipis bergerak tertiup angin, kaki dan tangan yang dilukis henna dengan indah, tubuh yang tinggi dan ramping, rambut cokelat bergelombang, bibir merah muda yang mungil nan manis, mata hijau yang jernih dan merayu.

Ia tersenyum memandang langit tanpa bintang, ditemani teh bunga kesukaannya. Cuaca yang semakin dingin tidak membuatnya berniat masuk dan tetap duduk di luar kamar dengan perasaan.. hampa.. Seperti biasa...

Ibunya yang barusaja datang tersenyum melihat putrinya sedang melamun malam-malam.

"Sayang, kenapa kamu menolak lamaran tuan muda Andreas?" Laila duduk bergabung setelah bertanya.

"Aku tidak menyukainya." Jawabnya

"Andreas berasal dari keluarga baik dan terpandang. Ibu juga tidak akan membiarkan sembarang lelaki untuk menjadi suamimu."

Dyvette tidak menjawab, dia sedang malas membahas soal ini.

Seperti ibunya dahulu, kecantikan Dyvette juga sangat terkenal di seluruh daratan (Salem). Sudah banyak yang melamarnya tapi dia terus menolak, karena dia tidak tertarik pada pernikahan.

Tidak ada lelaki yang tidak akan menyukainya setelah mereka bertemu, Dyvette memiliki pesona yang sulit ditolak.

Ia dijuluki sebagai puteri Salem.

Salem bukan sebuah negara merdeka, mereka masih berada di bawah Kekaisaran Kadesh. Namun siapapun juga tahu, Salem dikenal sebagai kota bisnis, kota yang lebih maju dibanding dengan kota-kota tetangganya. Dan julukan itu tidak ada sangkut pautnya dengan gelar Dyvette.

Tadi sore anak seorang pimpinan partai di Kadesh datang melamarnya, tapi dia menolak dengan lantang mengatakan bahwa dia tidak menyukainya dan lelaki itu tidak pantas mendapatkan dirinya.

Laila hanya bisa pasrah, entah darimana dia mendapatkan sifat berani dan barbar seperti itu. Mulutnya sangat pahit.

"Aku masih dua puluh tahun, belum setua itu. Mengapa ibu ingin sekali aku cepat-cepat meninggalkanmu."

Laila tersenyum hangat mendengar jawabannya, bahkan jika bisa, Laila sebenarnya tidak ingin melepaskan putrinya untuk menikah, agar dia selamanya berada di sisinya.

"Andaikan bisa seperti ini saja. Toh aku tidak butuh lelaki, aku masih bisa hidup tanpa mereka."

Laila terkekeh pelan.

"Untuk saat ini mungkin tidak, ibu yakin suatu hari nanti kamu akan menemukannya. Seseorang yang akan membuatmu merengek padaku ingin menikah."

Dyvette tersenyum geli mendengar ucapan ibunya

"Apakah itu sebuah kutukan?"

Laila tergelak. Dyvette menekuk wajahnya sebal

Sudah jelas sekali putrinya akan menikah, Laila tidak munafik, dia juga butuh lelaki, tapi dia lebih memilih untuk fokus pada Dyvette.

"Lusa ada Festival di balai kota, bagaimana kalau kita pergi ke sana? Kamu sudah lama tidak pergi ke acara-acara seperti itu, kan?" Laila membelai rambut Dyvette dengan lembut.

"Siapa tahu kamu akan bertemu dengan pangeran berkuda putih yang tampan.."

Dyvette semakin erat memeluk ibunya

"Aku akan pergi jika bersama ibu. Tapi bukan untuk mencari pangeran berkuda putih, mana ada pangeran yang masih menunggang kuda pada jaman sekarang."

Laila tersenyum, Zephyr pasti bahagia jika melihat putrinya sudah tumbuh dewasa menjadi wanita yang cantik dan anggun. Hanya saja sifatnya sedikit berbeda dari gadis biasa. Dyvette terlalu berani dan agak di atas angin, benar-benar keturunan Assad.

Selama ini Laila berusaha sebisa mungkin menjauhkan kehidupan atau cerita tentang kerajaan dari Dyvette, ia tidak ingin Dyvette mengetahui tentang asal usulnya. Ini adalah satu-satunya cara untuk melindunginya dari keparat-keparat itu..

Mereka sudah hidup dengan damai sebagai warga biasa di sini, jauh dari Kadesh. Laila menikmati hidupnya sebagai orangtua tunggal dari Dyvette dan memutuskan untuk tidak menikah seumur hidup.

Dia masih bertemu dengan Sultan Assad karena alasan pria itu tetap ingin bertanggung jawab pada putrinya, meskipun dia tidak pernah ingin menampakkan keberadaannya pada Dyvette.

Assad juga yang telah mengajarinya berbisnis, awalnya Assad hanya menyuruhnya untuk hidup dengan tenang sebagai upah karena sudah mengurus putrinya, namun Laila tidak ingin selamanya berpangku tangan padanya. Oleh karna itu dia memilih untuk berdiri di atas kakinya sendiri.

Kembali ke topik..

"Kudengar pangeran Kadesh sangat tampan, dia masih muda tetapi sudah banyak sekali pencapaian di bidang militer. Apa ibu pernah bertemu dengannya?"

"Tentu saja. Kamu tidak berniat untuk mengerjarnya, bukan? Dia lebih muda dua tahun darimu, sayang." Laila menjadi cemas.

"Kenapa ibu terlihat cemas? Aku tidak berniat mengejarnya, aku juga tahu dirilah bu." Dyvette terkekeh melihat wajah memerah ibunya, ada-ada saja.

"Kita memang sangat kaya, namun kita bukan seorang bangsawan. Kita hanya pebisnis, tentu saja kita tidak akan bisa berhubungan lebih dengan mereka. Sepupu Alma dijodohkan dengan pangeran Kadesh, makanya aku tahu tentang dia. Alma bercerita padaku."

Laila mengangguk paham. "Begitu ya."

Sebenarnya Laila agak khawatir dengan ketenaran Dyvette di Salem, bahkan setelah usianya menginjak lima belas tahun, Laila semakin ketat dan menyembunyikan Dyvette dari publik, dia tidak ingin kehidupan Dyvette sampai terdengar ke telinga Kekaisaran.

Walau begitu, banyak sekali pria kaya yang ingin menjadikan Dyvette istri mereka, bahkan itu sudah terjadi sejak dia berulang tahun yang ke-enam belas, itulah sebabnya Dyvette mengurung diri.

Dyvette merasa risih, Laila lega karena dia jadi tidak perlu memaksa Dyvette tinggal di rumah seperti ibu tiri yang jahat.

"Sudah malam, tidurlah." Dyvette mengangguk. Laila mencium keningnya sebelum pergi.

Ya... Aku bahagia meskipun masih lajang, apakah setiap orang harus menikah? Ibu saja bisa bahagia walau tidak menikah. Pasti ayahku adalah seorang bajingan hingga membuat ibu tidak ingin menikah.

Cinta yang diperlihatkan oleh ibu adalah rasa yang suram..

Kami bahagia memiliki satu sama lain. Aku bahagia hanya dengan bersama ibu..

Aku tidak ingin menikah...!

🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Dyvette hidup dengan penuh kemewahan sejak pindah ke Salem, itu semua pemberian dari orang yang tidak ingin Laila sebutkan namanya, ayahnya, menjamin hidup mereka tetap makmur dan sejahtera.

Laila memiliki bisnis pertambangan, bisnis pakaian, toko perhiasan, kedai makanan, dan bisnis transfortasi, sekarang jaman sudah semakin maju, Laila menjalin kerjasama dengan pebisnis dari luar negeri, dan sampai hari ini baru Laila yang memiliki bisnis kendaraan bermesin. Ia menjual belikan kendaraan roda empat itu dan laris di kalangan masyarakat kelas atas.

Meskipun kereta kuda masih menjadi kendaraan yang mendominasi, namun sekarang kendaraan roda empat juga sudah mulai dikenal masyarakat Salem, mereka yang menggunakan mobil akan sangat dihormati karena memiliki kendaraan bermesin berarti menunjukkan bahwa orang itu memiliki kasta yang tinggi.

Dyvette terkenal sebagai anak konglomerat yang memiliki sifat angkuh, dia menolak banyak lamaran pernikahan, hingga kini usianya dua puluh tahun dia belum menikah, padahal gadis usia tujuh belas tahun sudah termasuk telat menikah di sana.

Dyvette berpikir, sudah seharusnya orang-orang membuang pikiran sempit yang mengharuskan wanita hidup hanya untuk menikah dan melayani suami. Contoh ibunya, awalnya Laila banyak digunjingkan sebagai wanita yang tidak baik karena memiliki anak tanpa suami, ditambah, dia adalah wanita pertama yang terjun ke dunia bisnis. Meskipun banyak saingan yang mencoba menjatuhkannya, dia tetap tegar dan mampu membuktikan kalau dia layak.

Sekarang Laila disegani, terkenal sebagai orang paling kaya nomer dua di Salem. Nomer satunya adalah Walikota, yang puteranya tahun lalu ditolak oleh Dyvette dengan alasan dia belum ingin menikah.

Putrinya memang luar biasa! Disaat semua wanita muda mendambakan Putera Walikota, dia malah menolaknya..

Namun Laila juga tidak bisa memaksa dan merubah jalan pikir putrinya, asalkan dia bahagia, Laila akan setuju saja dengan apapun keinginan Dyvette...

******🌻🌻🌻🌻******

Hari ini Dyvette pergi berburu ditemani oleh beberapa pengawal. Berburu adalah kegiatan favoritenya, meskipun dia seringkali ditegur oleh Laila, tapi Dyvette tidak pernah ingin berhenti dan sering pergi secara diam-diam.

Kali ini dia ingin makan hati rusa gunung, tempat tinggalnya yang dekat dengan laut sangat tidak memungkinkan banyak hewan berkaki empat hidup liar, jadi dia pergi agak jauh dari kota.

Dyvette menunggangi kuda sambil menatap prihatin pemandangan di sekelilingnya, dia sedang melewati sebuah desa. Vivian mengekori di belakang. Vivian sudah seperti temannya karena usia mereka juga tidak terpaut terlalu jauh, Dyvette mewajibkan Vivian bisa menunggang kuda karena dia pasti akan sering diajak berburu olehnya.

Rumah-rumah penduduk itu sangat tidak layak huni menurut standar Dyvette, bahkan istal kudanya jauh lebih baik dari ini, rumah yang rata-rata terbuat dari kayu itu terlihat sudah sangat rapuh, apakah mereka tidak dingin saat malam dengan kondisi rumah yang seperti itu? Bagaimana kalau hujan?

Anak-anak kecil berpakaian lusuh berlarian dan tertawa ceria, yah, setidaknya mereka hidup dengan bahagia walaupun keadaan mereka jauh dari kata makmur.

Ada seorang nenek yang sedang duduk di halaman rumah sambil menyulam, ada juga yang sedang menjemur pakaian, Dyvette tersenyum saat pandangan mereka bertemu. Mereka semua terlihat sangat ramah..

Dyvette bertanya-tanya, kemana pemerintah sampai buta tidak melihat ada warganya yang hidup di garis kemiskinan seperti ini? Ini adalah sisi gelap yang tidak terlihat dari Salem..

Rasanya Dyvette ingin membuat sebuah perumahan di tempat ini agar mereka bisa hidup dengan nyaman.

Haruskah ia merengek pada Laila?

Tidak lama setelah melewati perkampungan itu, Dyvette sampai di padang rumput yang luas di bibir hutan, dia harus melewati padang itu sebelum masuk ke dalam untuk berburu. Ada banyak domba yang sedang memakan rumput, ada juga sapi yang sedang digembalakan oleh seorang lelaki tua, laki-laki itu sedang duduk melamun di bawah pohon.

Dyvette memberikan salam saat akan melewatinya.

"Permisi..."

Vivian dan tiga pengawal di belakangnya berhenti karena Dyvette berhenti.

Lelaki tua itu mengangkat wajahnya, dia terlihat agak terkejut. Lalu dia menengok ke belakang Dyvette dan melihat ada beberapa orang juga yang sedang menunggang kuda di belakangnya.

"Saya hanya seorang penggembala tua yang sedang berteduh, apakah saya menghalangi jalanmu Nona? mohon maafkan saya." Lelaki itu bersujud dan merapatkan tangannya, melihatnya saja dia sudah tau jika wanita ini bukan wanita biasa, pakaian yang bersih dari kain yang mahal, menunggang kuda, lalu pengawal tinggi besar di belakang.

Dyvette : "Tidak apa-apa, apakah domba-domba itu milikmu?" dia merasa tidak enak hati, apakah dia terlihat menyeramkan sampai orang itu ketakutan?

Lelaki itu menoleh ke arah domba-domba yang sedang anteng memakan rumput, lalu kembali menundukkan kepalanya, Dyvette merasa kasihan melihat keriput-keriput yang sudah basah oleh keringat itu, orang itu terlihat sangat gugup.

"Bukan, Nona. Saya sedang menggembalakan sapi milik majikan saya." jawabnya

Sebenarnya Dyvette hanya basa-basi saja menanyakan soal domba, tapi sekarang dia tau kalau ternyata orang ini hanya seorang budak dari seseorang.

"Oh." ia mengangguk pelan "Lanjutkan perkerjaan anda, selamat siang." Dyvette kembali melajukan kudanya tanpa menunggu jawaban orang itu, hatinya seperti diiris melihat orang yang sudah tua masih bekerja pada usia senja.

Dyvette terdiam berpikir, sepanjang jalan yang ia habiskan setelah bertemu orang tadi adalah merenung, selama ini dia memang bukan tipe anak perempuan yang gemar menghamburkan harta, meskipun dia agak congkak jika berhubungan dengan lamaran pernikahan, tapi sebenarnya jauh di dalam sana Dyvette adalah tipe wanita pengertian dan agak kesepian.

Menurutnya perjodohan antara orang kaya adalah hal membosankan, seorang pangeran yang menikahi putri bangsawan, orang kaya yang menikah dengan orang kaya, lelaki kaya yang menikah dengan gadis miskin, menurutnya kisah itu terlalu klasik.

Dyvette ingin sesuatu yang berbeda, namun sampai detik ini dia belum bertemu dengan sosok yang bisa menyentuh hatinya.

Srarak.... Srarak... (Suara daun kering yang terinjak oleh kuda)

Dyvette mengangkat tangan kanannya ke udara, kode untuk berhenti, ia turun dari kuda kemudian mengelus lembut surainya sebelum menyerahkan kuda itu pada salah satu pengawal, kemudian pengawal itu mengikatnya pada sebatang pohon.

Busur perak milik Dyvette sudah membunuh puluhan hewan liar selama karirnya, Dyvette sangat mencintai senjata itu, dia sampai memiliki banyak jenis busur di ruangan pribadinya.

Padahal ibunya tidak suka memanah, tapi Dyvette sejak kecil selalu tertarik sampai menguasainya dengan ahli. Laila selalu bangga dengan kemampuan Dyvette, katanya, dia adalah pemanah kecil yang manis.

🍂🍂🍂🍂🍂

Dyvette menunggu buruan di balik pohon tinggi besar, hutan itu tidak terlalu gelap, cenderung terbuka untuk ukuran hutan yang berada di kaki gunung.

Banyak tanaman-tanaman obat dan buah-buahan liar yang tumbuh di sana, Dyvette tidak berani masuk lebih dalam lagi karena Laila pernah mengatakan bahwa di dalam hutan banyak sekali bahaya.

Dyvette tidak mau mengambil resiko jika dia bertemu hewan buas, dia tidak pandai bela diri.

Dia tidak mau mati muda sebelum memiliki keturunan, dia tidak ingin menjadi penyebab generasinya berakhir..

Yah, meskipun dia selalu berikrar kalau tidak butuh laki-laki... Tapi terkadang

"Ester...!"

"Ester..."

"Ester.....!"

Suara teriakan kencang seorang lelaki berhasil menghentikan bidikan anak panahnya, Dyvette mengumpat dalam hati. Rusa itu berlari dengan cepat setelah suara sialan itu terdengar.

Seorang pria muda berpakaian lusuh sedang berjalan dengan panik sembari melihat sekeliling.

"Ester.....!"

'Sialan, memangnya siapa si Ester sampai membuat lelaki ini berteriak sangat kencang mencarinya, apakah orang itu tuli ha?!'

"Hei! Bisakah kau berhenti berteriak? Kupingku panas, gara-gara kau buruanku lepas!"

Lelaki itu menoleh, kemudian mendekat setelah Dyvette selesai bicara, kekesalan dalam suara Dyvette sangat terasa olehnya.

"Maaf, Nona. Saya sedang mencari seekor domba betina, apakah anda pernah melihatnya?"

Kini mereka berhadapan, hanya berjarak tiga meter.

'Apa dia bilang? Domba? Jadi si Ester adalah seekor domba? Dasar bodoh, mau kau berteriak sampai lehermu putus juga domba itu tidak akan menyahut dan menghampirimu!'

"Apakah aku terlihat seperti aku pernah melihat seekor domba betina?" jawabnya dengan ketus

Lelaki itu mengernyit kebingungan.

'Kalau dilihat-lihat, dia lumayan juga. Dia tinggi, walaupun tidak terlalu kekar, kulitnya cokelat eksotis, rambut hitamnya agak berantakan, pakaiannya jelek, sepertinya dia orang miskin, tapi wajahnya cukup tampan. Tetesan keringat di dahi, pelipis, leher, lalu di lengan lelaki itu membuat kulitnya terlihat semakin.....'

Melihat Dyvette hanya diam, pria itu bertanya dengan hati-hati. "Nona?"

Dyvette tersadar dari lamunannya. Lupakan apa yang dia pikirkan barusan? apa-apaan, kenapa dia bisa berpikiran kotor seperti itu?!

"Aku tidak melihatnya." Dyvette memalingkan wajah.

"Matilah aku! tuan pasti sangat marah!"

Dyvette melirik, tangan lelaki itu gemetaran, keringatnya semakin banyak, dia terlihat sangat ketakutan.

Kasihan juga dia kalau sampai kena marah tuannya. Sepertinya majikan orang ini sangat galak sampai dia gemetaran begitu.. Dyvette jadi merasa kasihan.

"Memangnya dia bukan domba milikmu?"

Dia menggeleng, "Bukan, saya hanya seorang penggembala."

Pria itu menunduk, terlihat sangat menyedihkan..

Apakah dia harus membantunya?