webnovel

Cinta Yang Tersesat

Pernah merasa bagaimana sesaknya menyimpan rasa terpendam? Itulah yang dirasakan Erfian Satria atau biasa dipanggil Satria, anak kelas 2 SMA yang memiliki perasaan terpendam pada ketua OSIS, Arin Siskawati yang merupakan primadona di sekolahnya. Ingin mengungkapkan perasaan secara langsung tapi...tidak berani. Alhasil? Erfian memilih mengirim pesan lewat ponselnya. Sayangnya takdir memang nakal. Pesannya terkirim bukan ke pujaan hatinya! Melainkan ke Risa Ayu Widya, teman sekelasnya yang terkenal tomboi dan pemarah. Berawal dari salah kirim, berujung salah paham. Bagaimana bisa kau mengatakan kebenaran yang menyakitkan kepada orang yang menyukaimu? Apakah Erfian dapat jujur pada Risa dan mungkinkah benih" cinta muncul diantara keduanya?

NightDragonfly · History
Not enough ratings
30 Chs

Prolog : Bagaimana kisah ini dimulai?

Namaku Erfian Satria, biasa dipanggil Satria. Seorang pelajar SMA kelas 11 biasa, hidupku biasa, temanku biasa, dan aku terbiasa sebagai jomblo.

Tunggu, itu sedikit menyedihkan untuk disebut.

Baiklah, mari abaikan hal itu. Aku sedang dalam keadaan saaaangat galau saat ini, kenapa? Karena aku hendak menyatakan perasaanku—.

Melalui SMS.

Menyedihkan bukan? Aku memang tidak memiliki cukup keberanian untuk mengatakannya secara langsung. Pengecut? Jangan katakan itu, rasanya seperti sebatang jarum baru saja menusuk hatiku.

Dan bahkan jika aku berhasil mengirimkan pesan ini, tidak ada jaminan akan berhasil. 80% kemungkinan ditolak, sungguh kenyataan yang pahit.

Tidak, seharusnya tidak sampai segitu.

Mari kita menghitung ulang.

Kemungkinan ditolak adalah 100%, aku sangat percaya diri dengan hal ini.

Kenapa?

Karena gadis yang aku sukai adalah seorang primadona di sekolahku. Arin Siskawati, gadis cantik yang selalu ramah terhadap semua orang. Aku bahkan bisa menghitung dengan jelas berapa kali percakapan terjadi diantara kami.

Tunggu, biarkan aku mengingatnya.

Oh, benar, tiga kali. Kami sudah satu kelas sejak kelas 10, dan sudah dua tahun sekarang. Tiga kali adalah angka yang luar biasa, kau tahu?

Ah, aku masih ingat dengan jelas apa kalimat pertama yang dia ucapkan padaku.

"Boleh aku pinjam topimu?"

Kalimat yang sangat indah, dia percaya padaku untuk meminjamkan topi milikku. Pada akhirnya aku dihukum karena tidak mengenakan topi saat upacara bendera, tapi aku merasa sangat puas dan bangga.

Aku tidak bisa menahan air mata terharu begitu pulang ke rumah.

Kalimat yang dia katakan padaku untuk kedua kalinya adalah,

"Boleh aku pinjam PR-mu?"

Aku sangat bahagia! Dia selalu mengajakku bicara terlebih dahulu. Tentu saja aku menerimanya dengan lapang dada.

Meskipun pada akhirnya aku dilaporkan ke guru BK atas tuduhan mencontek pekerjaan Arin.

Kupikir itu tuduhan yang cukup menyakitkan. Tapi aku tidak akan terlalu mempermasalahkan hal sepele seperti itu.

Hal ketiga yang aku dengar dari mulut manisnya adalah,

"Bisakah kamu membuang semua sampah ini untukku?"

Nada bicanya yang lembut sangat mencerminkan hatinya yang baik. Aku sangat tidak keberatan untuk dimintai tolong. Aku sangat bersyukur ada orang yang mau mengandalkan orang biasa sepertiku.

"Hei, kenapa senyum senyum dari tadi sambil pengang ponsel?"

Teman baikku, Ardi Irawan menggoyangkan tubuhku dengan lembut dan menyadarkanku dari alam pikiran yang dalam.

"Hehe, aku mau kirim SMS ke Arin"

Seketika Ardi memandangku dengan kebingungan di wajahnya.

"Wah, serius? Kok mau sih nekat kirim SMS ke cewek itu? Coba ingat dengan baik, berapa banyak dia membohongimu?"

Aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Ardi. Bukankah tidak sopan untuk menganggap orang lain sebagai pembohong?

"Apa sih? Orangnya baik gitu kok dibilang pembohong"

Ardi menghela napas, tampak kelelahan. Aku bukan orang yang merepotkan, bukan?

"Yaudah, sini coba aku lihat pesan yang kamu tulis"

Ardi mengambil ponsel dari tanganku bahkan sebelum aku sempat merespon perkataannya. Tapi tidak lama kemudian mata Ardi terbelalak tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

"Lah kok gini pesannya?"

"Apa yang salah?"

Kupikir aku sudah menulisnya cukup baik, lalu apa yang salah? Hmm, sepertinya tulisanku terlalu luar biasa untuk dipahami Ardi. Entah kenapa aku merasa dipuji, ini menyenangkan.

"Nih, aku baca ya? Biar kamu bisa paham sendiri"

Aku menunggu Ardi membacakan pesanku dengan senyum lebar, kalian tidak akan tahu betapa luar biasa rasanya ketika orang biasa sepertiku disanjung karena perbuatanku.

Rasanya seperti... Wow, ternyata aku adalah orang yang sangat luar biasa, hahahaha.

Serius, aku ingin tertawa keras saat ini, tapi mari tahan itu hingga Ardi selesai membaca pesanku.

"Aku sangat menyukaimu-"

Yap, itu kata-kata yang jujur.

"Setiap hari aku melihatmu dalam diam. Hanya bisa menikmati indahnya berlian dari kejauhan. Suaramu mampu menggetarkan hati yang kosong ini begitu mudah.

Aku tidak bisa menahan rasa bahagia setiap bertemu denganmu. Hariku terasa lebih berwarna dengan kehadiranmu. Maukah kamu menjadi pacarku?"

Sementara itu, Ardi terus menggeser layar ponselku ke bawah. Saaaangat panjang, itu aku sengaja untuk menyembunyikan catatan kecil.

"Karena aku baik, aku beri dua pilihan: A. Mau; B. Mau banget

Nb: gak jawab mandul"

Mungkin pesan terakhir sedikit terlalu memaksa, tapi aku tidak punya pilihan lain.

Hal apa yang bisa aku lakukan untuk melipatgandakan kemungkinan keberhasilan 0%? Tidak ada, sejak awal aku tidak punya harapan. Tapi aku akan bertaruh dengan pesanku yang terakhir ini.

Tunggu, kenapa tiba-tiba suasananya jadi dramatis? Aku belum akan mati, sepertinya itu bukan pemilihan kata yang tepat.

Bagaimana dengan obrolanku yang terakhir?

Tidak, itu bahkan lebih buruk. Bisakah kita hilangkan kata 'Terakhir' itu, rasanya seperti aku sedang menyampaikan pesan sebelum kematian.

"Teman, serius, kamu tidak berbakat untuk menulis surat cinta"

Ya ya ya, aku tahu. Tapi apakah aku bisa menahan itu? Tidak, itu tidak mungkin! Jiwa jomblo ini sudah sangat murni sejak lahir.

Sangat murni sampai aku bisa memerasnya menjadi susu sapi kaleng merk beruang dengan iklan naga.

Oh! Itu gagasan yang cukup menarik, mari kita catat itu untuk ide membangun usaha di masa depan.

"Terus, aku harus gimana?"

Ardi nyengir, dia melipat buku jarinya dan mengeluarkan bunyi renyah yang menyenangkan. Sepertinya dia telah siap untuk melakukan pekerjaan berat dengan jari jemari tangannya.

"Lihat dan amati bagaimana ahlinya sedang bekerja"

Hilih, situ kan juga jomblo sejak lahir. Aku hanya berani membatin di dalam hati. Rasanya kurang pantas kalau aku mengucapkannya.

Karena aku juga jomblo, hiks...

Sementara aku sedang meratapi nasib, Ardi telah mengambil ancang-ancang untuk mengetik.

Oh, ini pertama kali aku melihat Ardi mengetik. Dia tidak pernah membawa ponsel ke sekolah, jadi aku tidak pernah tahu.

Jika dia adalah ahlinya, kecepatannya mengetik pasti luar biasa. Aku sangat tidak sabar untuk melihat kemampuannya!

Oh, jari telunjuknya jatuh di huruf 'H' lebih dulu. Lalu telunjuknya yang lain jatuh di huruf 'a'.

Tunggu, ini bukan waktunya untuk memperhatikan setiap huruf yang dia ketik.

Ardi tampak kebingungan untuk mencari lokasi tiap huruf yang hendak dia pilih.

Aku memperhatikannya seperti seorang ibu ibu yang sangat asing dengan teknologi. Serius, ini orang lama banget kalau ngetik.

Karena adanya 'dorongan' alam, aku pergi meninggalkan Ardi ke kamar mandi sebentar.

Bahkan setelah tiga puluh menit berlalu, dan aku telah menyelesaikan 'urusan', Ardi masih melihat layar ponselku dengan fokus sambil terus mengetik.

Aku penasaran apa yang dia tulis, tapi lebih baik menunggu untuk mengetahui hasilnya.

Setelah lima belas menit berlalu, akhirnya aku melihat Ardi bisa bernafas lega.

Ohh,akhirnya. Aku ingin tahu seberapa baik hasilnya.

Aku sedikit melirik layar ponselku yang sudah ditinggalkan Ardi, di sana tertlihat serangkaian kata yang telah dia tulis.

"Halo, apa kabar? Aku sangat mencintaimu lebih dari apapun, maukah kamu menjadi pacarku?"

....?

Sudah 45 menit berlalu dan hanya itu yang kamu tulis!? Argh... Aku merasa sangat kesal. Itu hanya 13 kata dan menulisnya selama itu?

Aku bahkan tidak tahu harus bilang apa. Melihat wajah puas Ardi, aku tidak sanggup mengatakan kebenarannya.

Tapi tunggu, aku merasa ada yang salah. Nomor tujuannya...

Tapi sebelum aku sempat mengambil ponsel milikku, Ardi telah mengirim pesannya lebih dulu.

"Kenapa kamu kirim!?"

Aku berteriak dengan marah.

"Apa gunanya menunggu lebih lama?"

Seharusnya apa yang dikatakan Ardi benar. Ya, aku akan setuju dengannya jika alamat yang dituju benar.

"Apakah kamu tahu bahwa tadi itu terkirim ke nomor teleponnya Risa?"

Risa adalah nama gadis paling tomboi dan galak di kelasku. Aku pernah melihatnya menghajar beberapa laki-laki yang mencoba memeras adik kelasnya.

Niatnya memang baik, tapi karena orang lain salah paham, dia dianggap sebagai gadis kasar dan pemarah.

Mungkin hanya aku yang mengetahui kebenarannya karena tidak sengaja berada di tempat kejadian saat itu.

Benar juga, aku tidak pernah melihat adik kelas yang diselamatkan Risa sejak saat itu. Entah kemana dia pergi, mungkin sudah pindah sekolah.

Baiklah, kembali ke topik awal. Apa yang akan terjadi padaku selanjutnya? Apakah aku akan mati?

Oh, benar. Jika tidak salah ada fitur untuk melihat apakah pesan sudah dibaca atau belum.

Biarkan aku mengingat caranya.

Yah, pilih yang ini, lalu ini. Hmm sekarang pilih 'info'.

[Pesan terkirim : 20/7/2009 19:27

Pesan dibaca : 20/7/2009 19:30]

Aku seketika melihat penunjuk waktu di pojok kanan atas layar ponselku, ini sudah pukul 19:35 dan belum ada balasan.

Aku mulai takut memikirkan apa yang akan terjadi.