webnovel

Abri Yang Perkasa

Warning!! Untuk yang belum cukup umur skip!!

Abri mulai menciumi leher Jiao dan kini dia sampai pada payudara Jiao yang sudah menegang karena sentuhannya. Abri menatap payudara Jiao dengan tatapan berbinar, dia kemudian mula menciumi dan menyesap payudara Jiao sementara Jiao tidak kuasa menahan desahannya saat Abri memperlakukannya seperti itu.

Abri kini mulai mengarahkan kejantanannya kedalam kewanitaan Jiao dan dalam sekali dorongan Abri saat ini sudah berada di dalam tubuh Jiao. Sementara Jiao memejamkan matanya karena rasa perih yang saat ini dia rasakan. Meski sudah tidak perawan lagi, tetai Jiao baru sekalo melakukannya dan meski malam itu Abri sangat bergairah, dia memperlakukan Jiao dengan sangat lembut.

"Oouugg, Jiao..." abri mendesah ditelinga Jiao. Entah kenapa saat Jiao mendengar apa yang dikatakan Abri dia merasa hatinya bergatar. Jiao kini merasa selalu ingin bersama dengan suaminya. Dia tidak tahu apa perasaannya saat ini sudah mulai mencintai Abri, yang pasti, dia memiliki keinginan untuk membuat Abri bahagia. Kini Jiao hanya diam dan membiarkan Abri berbuat sesuka hatinya. Bahkan dia rela menahan rasa sakit oada kewanitaannya saat ini karena dia melihat Abri begitu menikmati dirinya.

Jiao memejamkan matanya dan mencoba menahan diri saat Abri begitu bergairah diatas tubuhnya. Jiao belum bisa menikmati percintaan mereka tetapi dia sangat bahagia kalau Abri bisa puas dengan tubuhnya. Jiao menganggap kalau ini adalah sebagai ungkapan permintaan maafnya pada Abri karena dia sudah tidak gadis lagi saat menikah dengan Abri.

"Sayang, aku akan keluar..." Abri berbisik ditelinga Jiao sementara kejantanannya dibawah sana terus bergerak maju mundur kaluar masuk dan kini dia sudah tidak dapat menahannya lagi. Abri mengeluarkan spermanya didalam rahim Jioa dan tubuhnya kini ambruk di samping tubuh kurus Jiao. Abri terengah-engah dan tersenyum kepada Jiao, sementara Jiao juga segera membalas senyum Abri dengan senyum getir karena dia masih merasakan inti tubuhnya terasa perih saat ini. Dia hanya diam saat Abri merengkuhnya kedalam pelukannya dan masih menciumi punggung telanjang Jiao.

"Jiao, terima kasih! Aku akan menjagamu selamanya dan aku akan berusaha agar aku bisa mencintaimu secepatnya." Ucap Abri pada Jiao yang hanya bisa menganggukkan kepalanya. Abri kemudian semakin mengeratkan pelukannya sementara tubuh Jiao saat ini bergetar karena menangis. Abri membalikkan tubuh Jiao yang saat ini membelakanginya. Kini Abri bisa melihat kalau Jiao menangis karena posisi mereka saat ini berhadap-hadapan.

"Jiao, kenapa kamu menangis? apakah kamu menyesal menikah denganku?" tanya Abri pada Jiao yang langsung menggelengkan kepalanya.

"Jangan meminta maaf, Tuan. Aku tidak menyesal menikah dengan anda. Aku justru sangat bersyukur karena anda mau menikahiku padahal anda tahu aku telah diperkosa oleh dua bajingan itu." Ucap Jiao semakin keras menangis. Abri langsung merengkuh tubuh Jiao. Keduanya sangat tidak terlihat serasi sama sekali. Meski Abri sangat tampan dan Jiao sangat cantik, tetapi perbedaan usia sangat mencolok diantara mereka. Abri dan Jiao lebih pantas menjadi ayah dan anak, bukan menjadi suami istri. Abri kemudian mencium kembali bibir Jiao dan kini dia menatap dalam mata istri kcilnya.

"Jiao, apakah kamu bahagia menikah denganku?" tanya Abri pada Jiao yang kini menganggukkan kepalanya.

"Apa yang kamu rasakan saat aku bercinta denganmu tadi?" tanya Abri lagi sementara Jiao kini hanya menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak tahu, Tuan. Aku belum pernah jatuh cinta kepada siapapun, bahkan saat ini aku juga belum tahu bagaimana perasaanku terhadap anda, Aku hanya merasa senang saat anda merasa bahagia. Itu saja!" Ucap Jiao berkata apa adanya. Abri mencium kening istrinya dan kini dia memeluknya. Keduanya kini memejamkan matanya dan mereka akhirnya terlelap. Keduanya saat ini tidak akan mempermasalahkan apakah mereka saling mencintai atau tidak, tetapi mereka sudah berkomitmen dan Jiao berjanji akan selalu melayani Anri dan juga mengasuh kedua anak mereka, Barra dan Daisy.

Saat dini hari, Jiao merasa tubuhnya terasa dingin dan dia terbangun. Jiao kemudian mencoba menarik selimut tetapi dia agak kesulitan karena selimutnya tertindih tubuh Abri. Jiao agak menarik selimut itu tetapi karena tubuh Abri sangat nerat Jiao malah bergerak-gerak dalam pelukan suaminya dan kini dia merasakan bagian bawah tubuh Abri kembali menegang. Jiao membelalakkan matanya dan dia mencoba menjauh dari benda itu tetapi tangan Abri menariknya.

Kini dia kembali berada dipelukan suaminya. Punggungnya menempel di dada suaminya sementara dibawah sana kejantanan suaminya sudah menegang dan bergerak-gerak dan semua itu membuat Jiao merasa kembali takut karena dia masih bisa merasakan perih saat mengingat apa yang dia rasakan saat kejantanan suaminya memasuki inti tubuhnya.

"Sayang, kamu menggodaku ya!" ucap Abri sambil menciumi punggung Jiao sementara kedua tangannya meremas payudara Jiao dengan lembut sehingga membuat Jiao mengerang. Abri kemudian kembali memasukkan kejantanannya ke dalam kewanitaan Jiao dari belakang. Jiao tampak kecil dalam pelukan suaminya. Sementara Abri terus meremas payudara istrinya dan kejantanannya bergerak keluar masuk pada kewanitaan Jiao.

Setelah dia puas dalam posisi itu, Abri kemudian melepaskan kejantanannya dan mengangkat tubuh Jiao hingga kini posisi Jiao menungging. Abri kemudian memasukinya lagi dari belakang, Posisi ini biasa dikatakan dengan gaya doggy style. Saat ini posisi Jiao seperti akan merangkak sementara Abri berlutut dan melakukan penetrasi dari belakang.

Jiao sangat lelah karena Abri sama sekali tidak memberikannya kesempatan untuk tidur malam ini. Setelah Abri sampai puncak kenikmatan dan sudah mencapai orgasmenya. Dia segera memeluk kembali tubuh Jiao yang kini sudah tidak memiliki tenaga lagi. Abri sebenarnya kasihan tetapi dia juga tidal bisa menahan dirinya saat ini. Dia sudah berpuasa begitu lama karena semenjak kematian Kara hingga kini Barra berusia enam tahun dia baru menikah lagi. Apalagi Abri bukanlah tipe playboy dan dia tidak pernah menyentuh wanita manapun yang bukan istrinya kecuali Jiao beberapa hari yang lalu.

Abri memeluk tubuh Jiao yang berbaring membelakanginya dengan napas terengah-engah karena ulah Abri tadi. Kini Abri memeluk tubuh Jiao dengan sangat erat dan tangannya kembali meremas payudara Jiao.

"Tuan Abri, aku mohon hentikan. Aku sudah sangat lelah! Apakah anda ingin membuat aku pingsan?" tanya Jiao sambil berbalik hingga kini mereka saling berhadap-hadapan. Abri tersenyum dan mencium kening istrinya.