Selesai mengantarkan Anaya, Ardhan pulang bersama Doni. Lain halnya saat tadi pulang sekolah, Ardhan yang menyetir. Sekarang Doni lah yang menyetir. Entah apa yang dipikirkan Ardhan hingga pikirannya menjadi tidak fokus. Ardhan mengambil ponsel dari saku baju sekolahnya. Sebelum pergi dari rumah Anaya pemuda itu ternyata sudah bertukar nomer dengan Anaya.
Seperti menemukan harta karun yang tidak bisa ditemukan orang lain. Rasanya seperti Ardhan menginginkan Es krim yang langsung dibelikan oleh Bapaknya sewaktu kecil. Seperti saat dia mengharapkan hadiah saat ulang tahun dan mungkin saat Ardhan menunggu hasil ujian yang hasilnya membuat ia melengkungkan bibirnya keatas.
Ardhan merasa gembira. Ia merasa hatinya sekarang dipenuhi bunga bermekaran di taman. Doni melihat pantulan Ardhan dari spion motor.
"Tiiinn tiiiiiin tiiiiiiiiiiinnn!!!" Ardhan terkejut ketika bunyi nyaring dari klakson roda duanya.
"Kenapa Don?!!" teriak Ardhan seketika. Tapi saat dilihat didepannya tak ada sesuatu yang aneh ataupun sesuatu yang membahayakan Ardhan mendengus kesal dan lagi, melihat Doni terkikik geli membuat Ardhan semakin kesal. Sontak Ardhan memukul bahu Doni kencang.
"Aaawww!!!. Gila lo, Dhan! Sakit tau!!" teriak Doni.
"Maksud lo apaan barusan?? Kenapa mencet bel kenceng banget?" tanya Ardhan dengan sedikit berteriak. Karena deru suara roda duanya terdengar keras.
"Ya, lagian si lo! Ngapain senyum-senyum sendiri gak jelas gitu? Kesambet baru tau rasa lo!"" gerutu Doni.
Ardhan tidak tau saja, kalau sikap nya tertangkap dengan sangat jelas bagi siapa saja yang melihatnya. Ardhan jadi malu sendiri. Tapi mengingat Doni adalah teman yang ember, maka Ardhan hanya mengelak pernyataan Doni.
"Ngarang aja lo! Dari tadi gue cuma diem kok. Capek tau!" elak Ardhan.
"Halah!!! Ngomong aja lo lagi jatuh cinta sama Anaya,"" cicit Doni setengah berbisik, tapi tetap saja masih didengar Ardhan.
"Ngomong apa lo barusan?" tanya Ardhan dingin.
"Ah... Eng enggak kok! orang gue ngomong panas banget nih hari ya?! Hufff, gerahnyaa!!" elak Doni sambil mengibaskan bajunya seolah kepanasan.
Tapi memang benar siang itu sang mentari sedang berada diatas kepala. Membuat siapa saja gerah dibuatnya.
Mereka sudah sampai di rumah Doni. Doni merasa tak enak karena Ardhan harus mengantarkan dia dulu kerumahnya. Karena rumah Doni dan Ardhan berlawanan arah.
"Emm. Makasih ya, Dhan, buat tumpangannya. Kalo motor gue udah oke, gue gak bakal ganggu lo lagi kok," ucap doni sembari menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Ardhan hanya mencibir. Tapi Doni tau, meski Ardhan sikapnya dingin, ketus dan suka marah-marah. Tapi Ardhan adalah teman yang baik, peduli sesama teman dan suka menolong orang.
Dan itu yang lebih membuat Doni dan orang lain siapapun juga menjadi sungkan kepada Ardhan.
Doni ingat dulu sewaktu dulu awal bertemu dan berkenalan dengan Ardhan. Mereka sudah berteman dari sejak Sekolah Menengah Pertama. Kala itu Doni masih menjadi anak yang kuper dan belum bisa berbaur dengan anak yang lain. Semua anak menjauhinya seolah Doni adalah sampah yang menimbulkan bau busuk.
Tapi Ardhan dengan sikap baik dan tulusnya malah mau saja berteman dengan Doni yang notabene adalah anak kuper dan tak gaul seperti anak yang lainnya. Justru Ardhan mau sebangku dengannya.
Sejak saat itu Ardhan selalu mengawali pembicaraan. Mengajak Doni bercerita, bercanda dan mengajak berteman baik dengannya. Yah meski di kemudian hari, Doni mengenal sifat Ardhan yang dingin, jutek dan dan kadang pemarah. Tapi Doni yakin Ardhan adalah teman yang baik dan tulus
Dan sampai sekarang pun mereka masih ditakdirkan bersama dalam satu sekolahnya.
" Kayak yang baru pertama kali aja lo minta tumpangan," canda Ardhan yang membuat Doni tertawa.
"Gue cabut dulu ya, Don! See you, bye!" pamit Ardhan. Doni menganggukkan kepalanya pelan.
Tetapi saat akan melajukan motornya, tiba-tiba Doni memegang lengan Ardhan.
"Kalo lo suka sama Anaya, lo harus berusaha lebih keras. Gosipnya, Anaya adalah gadis yang cuek dan tak ada yang berani mendekati dia. Masih jadi misteri kenapa Anaya begitu. Tapi gue yakin lo pasti bisa kok," nasehat Doni pada Ardhan. Membuat Ardhan mengernyitkan dahi, heran.
"Lo ngelindur? Kalo ngantuk tidur sana! Jangan lupa minum obat!" sahut Ardhan dengan senyum miringnya, seraya melajukan motornya meninggalkan Doni yang masih saja menggumam tidak jelas.
" Yeee tuh anak dibilangin bener-bener malah ngatain gue ngelindur. Gengsi amat jadi cowok? Padahal tinggal bilang aja kalau suka sama Anaya," cicit Doni sambil geleng-geleng kepala pada temannya yang baik itu. Doni baru pertama kali melihat Ardhan menyukai seseorang.
Karena biasa nya Ardhan hanyalah pemuda yang pendiam dan sedikit anti terhadap perempuan. Bahkan sebenarnya di sekolah banyak gadis-gadis yang memuji ketampanan dan kepintarannya. Dan lagi banyak gadis yang selalu menitipkan surat bahkan kado-kado kecil untu Ardhan. Namun, Ardhan selalu menolaknya. Malah banyak kado yang ia berikan pada teman-temannya.
Tapi, tadi Doni melihat ada binar bahagia dimata Ardhan saat bertemu dengan Anaya. Membuat Doni tersenyum senang melihat kawan baiknya menemukan cintanya.
Ya meskipun sebenarnya, Anaya adalah cewek yang juga Doni sukai sejak lama. Namun, karena dirinya malu untuk mendekati Anaya dan berkenalan dengannya. Sehingga saat ada kesempatan tadi untuk berkenalan dengan Anaya, perlahan ia ingin mundur karena sepertinya, Ardhan juga menyukainya.
Ardhan jadi terngiang dengan yang dikatakan Doni baru saja. Apa tadi? Katanya Anaya adalah gadis yang tidak bisa didekati atau diajak berteman? Tapi anehnya tadi Ardhan merasa Anaya adalah gadis yang baik dan welcome sama seseorang. Masa si? gadis cantik begitu gak bisa diajak berteman?Ardhan jadi penasaran dibuatnya.
Mungkinkah berita itu hanya gosip belaka? atau memang Anaya gadis seperti itu? Entahlah Ardhan pusing memikirkannya.
Dalam perjalanan pulangnya, Ardhan masih memikirkan apa yang dikatakan Doni. Dia seakan mengelak apa yang diakatakan Doni tentang Anaya. Karena Ardhan merasa Anaya bukan gadis yang seperti dikatakan Doni. Ardhan merasa kalo Anaya seperti ditakdirkan untuknya. Seperti ada dorongan kuat dalam dirinya, bahwa dia harus bisa mengambil hati gadis cantik itu.
Ardhan penasaran seperti apa gadis bernama Anaya itu. Gadis yang telah mengalihkan dunianya saat pertama kali melihatnya tadi. Gadis yang sekarang seperti mengambil separuh hatinya. Ardhan memantapkan hatinya untuk bisa mengenal lebih jauh tentang gadis itu. Ardhan tersenyum, seperti menemukan semangat baru dalam hidupnya.
Memang belum pernah sebelumnya dia merasakan perasaan aneh seperti itu terhadap lawan jenis. Tapi bagaimanapun juga Ardhan ingin dekat dengan Gadis pemilik senyum termanis itu.
Dan setelahnya Ardhan mempercepat laju kendaraannya. Menyingsing lalu lalang kendaraan lain yang sama sepertinya menuju tempat pulang. Meninggalkan ucapan Doni yang membuat bimbang hatinya. Dan memantapkan hati untuk menyongsong hari esok yang lebih indah bahkan mungkin lebih bahagia dari hari-hari sebelumnya.