webnovel

Cinta Untuk Aleanna

Bukankah seharusnya Alea senang menikah dengan seseorang yang ia cintai? Seharusnya iya. Tapi pada kenyataannya Alea justru sakit hati karena lelaki itu justru tak ingat sama sekali padanya. Ia bertekad untuk tak melanjutkan pernikahannya. Melvin harus menerima perjodohan dengan seorang wanita yang tak ia kenal dan bertekad menceraikannya tiga bulan setelah pernikahan. Seiring berjalannya waktu keduanya saling jatuh cinta. Dan melewati banyak cobaan yang menguji kisah cinta mereka. Akankah Melvin dan Alea bertahan? Atau akan tetap akan bercerai?

Nouris · Urban
Not enough ratings
3 Chs

Bertemu Kembali

"Bagaimana saksi? Sah?"

"Saaaaaah..."

Sorak sorai semua orang yang hadir menyadarkan Aleanna dari lamunannya sejak beberapa saat yang lalu.

Pejodohan bukanlah suatu hal yang diinginkan oleh Aleanna Widuri Candrawinata. Gadis cantik yang sedang mengenakan kebaya pernikahannya hanya bisa pasrah ketika dirinya dinyatakan 'sah' oleh penghulu dan semua yang hadir sebagai istri dari seseorang pria pernah membuat hatinya terluka.

Berulang kali Aleanna mengatakan pada sang Ibunda bahwa dirinya sudah memiliki kekasih dan tak mau dijodohkan. Tapi barulang kali pula Fenita Candrawinata-Ibu dari Aleanna mengatakan bahwa dirinya harus mengikuti perjodohan ini untuk kepentingan bersama.

Wajahnya tampak sangat cantik dengan polesan makeup. Namun tidak ada senyum sedikitpun tersungging dibibir mungilnya. Hari ini seharusnya adalah hari yang bahagia buat Aleanna. Tapi menikah tanpa didasari rasa cinta, tentu membuat Aleanna merasa seperti neraka.

Padahal, dalam bayangan Aleanna, dihari pernikahannya ia akan sangat bahagia karena bisa bersanding dengan orang yang dicintainya. Tapi, jangankan cinta. Kenal saja tidak.

"Aleanna.. kamu cantik sekali.. tersenyumlah sayang, biar lebih cantik.." puji Fenita. Saat ini keduanya sedang berada dikamar hotel dan tengah bersiap untuk acara selanjutnya.

"Mama... Tidak bisakah Aleanna pergi dari tempat ini sekarang? Aleanna tidak mau menikah dengan pria itu, Ma." Aleanna masih berusaha untuk menggagalkan pernikahannya dengan mata mulai berkaca-kaca. Tapi tak ingin pula kedua orang tuanya malu karena ia pergi dihari yang tak diinginkannya ini.

"Sayang, mama yakin ini yang terbaik untukmu. Dia orang yang baik. Juga tampan. Mama yakin kamu pasti bahagia bersamanya," ucap Fenita seraya mengusap lembut pipi putri kesayangannya.

"Bu, acaranya lima menit lagi akan dimulai. Mbak Alea diminta untuk siap-siap," panggil salah seorang bridesmaid.

Fenita mengangguk. "Ayo kita keluar. Suamimu pasti sudah menunggu." Fenita menatap sendu kemudian mengecup dahi Aleanna. Ia bukan tak sedih putri sulungnya menikah, tapi ini demi kebaikan bersama maka ia rela melepas Aleanna.

Para bridesmaid mengiringi Aleanna menuju tempat pesta diselenggarakan. Saat ia menuruni tangga, semua mata tertuju padanya dan mulai berbisik. Mengagumi kecantikan Aleanna. Meski senyuman tidak terukir disana, namun Aleanna tetap mempesona.

Tidak terkecuali dengan Melvin Wilson-pria keturunan Belanda-Indonesia itu terus menatap istrinya dan menyambutnya dibawah tangga. Walau sebenarnya ia juga menentang perjodohan ini, namun ketika melihat Aleanna, pria itu tidak pernah berkedip barang sedetikpun. Matanya terus mengikuti arah gerak Aleanna sampai gadis itu berdiri dihadapannya.

"Tersenyumlah. Jangan membuatku malu hanya karena kamu cemberut sepanjang acara." Terdengar suara bariton yang sangat pelan membuat Aleanna langsung menatap wajah pria yang sedang berjalan disampingnya dengan tajam.

"Apa pedulimu?"

"Tentu saja aku perduli, mereka rekan bisnisku. Aku tidak mau besok pagi saham perusahaanku merosot karena ulah kamu."

Mendengar pernyataan Melvin membuat Aleanna mendengus kesal. Bisa-bisanya pria dingin itu membahas masalah perusahaan ditempat seperti ini. Apakah dirinya benar-benar dijual sampai harus melakukan sesuatu yang tak ia sukai?

Dengan sangat terpaksa, Aleanna tersenyum setiap kali ada tamu yang menyalami mereka. Memberikan doa terbaik untuk kedua mempelai yang sangat tampan dan cantik malam ini. Setidaknya itu yang bisa Aleanna lakukan untuk orang tuanya.

Tanpa terasa pesta telah usai, Melvin dan Aleanna sudah sah menjadi suami istri. Mereka berada di kamar sebuah hotel yang sudah di dekor sebagai kamar pengantin. Nuansa putih dengan taburan bunga mawar diatas ranjang dengan membentuk 'love' disana. Namun tidak ada sapaan romantis layaknya pengantin baru. Mereka saling diam sejak tadi. Ketika tak ada yang melihat, mereka berjalan saling berjauhan, seperti alergi satu sama lain.

Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, Melvin baru saja keluar dari sana. Melihat Aleanna masih duduk diposisi yang sama saat ia meninggalkan gadis itu kekamar mandi.

"Mau sampai kapan kamu memakai gaun itu?" tanya Melvin datar dan dingin.

Aleanna masih mengenakan gaun pesta pernikahannya yang sexi. Bagian dada atasnya terbuka, menampilkan bahu serta tulang selangkanya, memperlihatkan belahan gunung kembarnya dan bagian rok gaun yang memiliki belahan, memperlihatkan paha mulusnya sampai atas. Jika Melvin normal, itu seharusnya sudah membuatnya tergoda. Tapi tunggu, apa dia tidak normal?

"Sampai besok pagi. Kenapa?" jawab Aleanna sewot. Tak ada yang berubah dari raut wajahnya sejak akad nikah tadi pagi terucap dari mulut ayah dan dijawab oleh Melvin dengan lantang.

"Seperti dugaanku. Kamu gadis yang keras kepala. Apapun itu, lakukan saja sesukamu. Aku tidak perduli," ucap Melvin kemudian berlalu pergi dari kamar pengantin.

"Sialan. Demi apa aku punya suami yang dinginnya melebihi es dan kerasnya seperti batu. Aku pikir dia akan membujukku. Mengucapkan kata-kata romantis dimalam pertama. Nyatanya dia malah pergi meninggalkanku." Aleanna mendesah kesal melihat betapa dinginnya Melvin padanya.

Aleanna duduk didepan meja rias dan mulai melepaskan pernak pernik yang menempel dikepalanya. Tidak banyak, hanya mahkota dan beberapa penjepit rambut yang ada dibagian sanggul. Tapi tentu saja Aleanna membutuhkan bantuan orang lain untuk melepasnya. Tak ada yang bisa ia minta tolong selain berusaha sendiri.

"Ssshhh.. Aww.." keluh gadis itu setiap kali rambutnya tercabut karena terpaksa. Aleanna terus berusaha sampai semua terlepas dari kepalanya.

Satu lagi yang menjadi Pr, cara melepas gaun tersebut adalah dengan melepas tali yang terikat dibagian punggung Aleanna. Jelas kali ini ia tak bisa. Sudah beberapa kali ia mencoba, namun tetap tak bisa. Akhirnya Aleanna menyerah dan kekamar mandi dengan gaun cantiknya untuk membersihkan make up.

Untung tadi pagi ia sempat membawa peralatan perangnya untuk membersihkan wajah. Jadi Aleanna masih sedikit lega bisa membersihkan wajahnya dari make up yang super tebal itu sebelum tidur. Meski kendalanya adalah... Baju pengantin yang masih melekat ditubuhnya.

Setelah selesai, Aleanna keluar dan mendapati Melvin sudah duduk disofa dengan melipat tangan didadanya dan kaki kanan menyilang diatas kaki kirinya. Juga masih memakai setelan jas lengkap. Aleanna melirik pria itu dengan tajam.

"Karena kamu sepertinya tidak menyukai perjodohan ini, mari kita perjelas." Melvin mulai membuka suara.

"Perjelas?"

"Ya, aku mau kamu menandatangani surat perjanjian ini. Bahwa kamu tidak akan mengganggu kehidupan pribadiku. Kamu bisa membacanya terlebih dahulu sebelum menandatanganinya. Jika kamu sudah tanda tangan, berarti kamu setuju semua isi perjanjian itu. Jika kamu melanggarnya, aku akan menuntutmu," ucap Melvin menunjuk lembaran kertas yang ada dimeja dengan dagunya.

"Dan satu lagi. Karena kita hanya pura-pura, aku ingin tiga bulan yang akan datang jika tidak ada perubahan, sebaiknya kita bercerai saja."

"Mengganggumu? Yang benar saja. Bahkan melihatmu pun aku tak sudi. Dan jika kamu mau bercerai, aku akan sangat setuju. Lebih cepat lebih baik." Aleanna berjalan mendekati meja dan mengambil lembaran kertas perjanjian disana dengan wajah kesal. Tanpa membacanya terlebih dahulu, Aleanna langsung menandatangani surat perjanjian itu.

Melvin berdiri dan mengambil kertas yang ada ditangan Aleanna. "Terima kasih atas kerjasamanya, nona. Mari kita tidur." Melvin melewati Aleanna begitu saja menuju lemari. Lelaki itu melepaskan jasnya dan berjalan ke tempat tidur.

Aleanna terpaku, merasakan wangi woody dari tubuh Melvin walau hanya melewatinya. 'Bahkan wangi tubuhmu tidak pernah berubah. Masih sama seperti yang dulu.'

Aleanna membalikkan tubuhnya melihat Melvin yang sudah terbaring di ranjang. "Apa? Ti..tidur? Hai, apa yang kau lakukan disana?"

Merasa terusik, mata Melvin yang sudah terpejam kini terbuka lagi. "Tentu saja aku mau tidur," jawab Melvin dengan nada tak suka, sedetik kemudian memejamkan matanya kembali.

'Apa yang aku pikirkan? Jelas-jelas ia tertidur disana. Tapi, haruskah kami tidur diranjang yang sama? Tidak bisakah dia tidur disofa saja. Saat tidur nanti, bagaimana kalau dia macam-macam?' Aleanna terus bergelut dengan kata hatinya sambil terus menatap sosok yang sudah terbaring dihadapannya.

"Kamu mau aku tidur disofa? Sudah kubilang, baca dulu surat perjanjiannya. Dipoin tiga sudah dijelaskan bahwa kita tetap tidur seranjang. Kalau tidak mau, kamu yang pindah. Bisa tidur disofa, dimeja atau dilantai. Itu terserah padamu." Melvin seperti tahu apa yang menjadi pikiran Aleanna. Kini Melvin membelakangi Aleanna yang masih melongo mendengar pernyataannya.

'Bagaimana dia bisa tahu? Sungguh? Diperjanjian tadi ada pernyataan seperti itu? Ya ampun, aku mulai menyesal telah menandatanganinya. Pria ini sungguh licik dan menyebalkan sekali.'

Aleanna berjalan mendekati ranjang dengan kaki yang dihentak-hentakkan. Kemudian ia menarik selimut yang sudah menutupi tubuh Melvin dan membentangkannya dilantai. Awalnya kelopak bunga mawar tersemat indah diatas selimut, sedikit berserak karena Melvin menyenggolnya.

Dan kini kelopak itu sudah bertebaran dilantai karena Aleanna sudah mengambil alih selimutnya. Aleanna pun tidur dilantai dengan beralaskan selimut. Tidak perlu menunggu waktu lama, Perlahan Aleanna mulai tertidur.

Tapi tidak dengan Melvin. Tak ada lagi selimut diatas tubuhnya, ia mulai merasakan kedinginan. Kemudian Melvin sedikit melirik kebawah, Aleanna tidur dilantai. 'Astaga, gadis ini sungguh keras kepala. Dia benar-benar tidur dilantai.'

Kemudian Melvin bangun dan menghampiri Aleanna. Melvin menatap lekat wajah gadis yang sudah menjadi istrinya itu. Nafasnya sudah teratur, menandakan ia sudah tertidur pulas. 'Cchhh lihatlah.. Bahkan dimana saja ia bisa tidur.'

Melvin menarik selimut yang membungkus tubuh Aleanna. Dan ia melihat tubuh sexi Aleanna yang masih terbalut gaun pengantinnya. Paha mulus terpampang nyata disana, serta bagian bahu yang terbuka dengan tulang selangka yang membuat gadis itu semakin terlihat 'wow' dimatanya. Belum lagi bagian buah dadanya yang hampir menyembul keluar. membangunkan sesuatu yang sudah lama tertidur nyenyak.

Melvin menelan salivanya. Ia tertegun dengan pemandangan indah yang ada dihadapannya. Melvin tidak benar-benar memperhatikan Aleanna sehingga tidak tau apa yang sudah ia lewatkan sejak tadi. "Pantas saja semua tamu undangan menatapmu dengan tatapan seperti ingin melahapmu. Seharusnya kamu perlihatkan ini hanya untukku," ucap Melvin lirih.

Kemudian dengan menahan nafas, Melvin mengangkat tubuh Aleanna pindah keatas ranjang. Sedingin apapun, Melvin tidak mungkin membiarkan istrinya tidur dilantai.

Melvin membaringkan tubuh Aleanna pelan, takut gadis itu terbangun dan kembali marah-marah padanya. Ia mengambil selimut yang tergeletak di lantai dan menyelimutkannya pada Aleanna. Melvin tidur disisi lain ranjang dan langsung tertidur karena kelelahan.

Malam semakin larut, Aleanna membuka matanya ketika dirdasanya sebuah tangan melingkar di tubuhnya. Melvin sedang memeluknya dan terlihat damai dalam tidurnya.

Tentu saja Aleanna terkejut. Meski ia sudah berusaha menjauhkan tangan Melvin dari tubuhnya, tapi seperti tanpa dosa Melvin kembali memeluknya dan semakin merapatkan tubuh mereka tanpa jarak. Dianggapnya Aleanna adalah guling yang siap dipeluk oleh lelaki bertubuh kekar itu.

Aleanna memberanikan diri untuk menyentuh wajah sang suami. Jari tangannya menyentuh lembut rahang Melvin yang ditumbuhi bulu-bulu halus sisa bercukur. Mata Aleanna terlihat sendu.

"Melvin, kenapa kamu kembali? Belum puaskah kamu menyakitiku?"

To Be Continue...