186 Sakitnya Hati Ini.

Panitera Sidang membacakan tata tertib persidangan. Pak Gatot ayahnya Alena sudah duduk di kursi depan Hakim Ketua. Empat orang hakim anggota sudah duduk berderet dua di kiri dan dua di kanan mengapit Hakim Ketua. Disebelah kanan ada jaksa penuntut dan disebelah kiri ada penasehat hukum. Tidak tanggung-tanggung Nizam menyewa tujuh pengacara agar bisa membebaskan Ayahnya Alena. Agar tidak terlalu ribut mereka akan melakukan pembelaan secara bergantian.

Ketika Hakim memerintahkan jaksa penuntut untuk mengungkapkan dakwaannya dan memeriksa bukti-bukti dari kasus Ayahnya Alena. Maka Alena mulai merasakan pusing lagi. Apalagi suasana sidang yang begitu pengap. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penuntut jaksa terhadap ayahnya seperti nama perusahaan, tanggal berdiri, surat izin pendirian usaha dan lain-lain membuat kepalanya semakin pusing hingga akhirnya Ia menyerah.

"Nizam...Aku mau ke Hotel aja. Aku tidak tahan. Aku mau pingsan."

Nizam merangkul Alena yang badannya tiba-tiba roboh ke pelukannya. Nizam melap keringat Alena yang meleleh.

"Baiklah... baiklah...Tapi Aku tidak bisa meninggalkan ruang sidang. Kau bagaimana kalau diantar oleh Doni dan Nendri" Kata Nizam.

"Aku setuju" Kata Alena. Nizam lalu minta ijin keluar dulu. Ia lalu memberikan Alena pada Doni. "Antarkan istriku ke Hotel ke tempat Cynthia. Dan Aku sertakan Fuad dan Arani untuk menemani"

"Baiklah Yang Mulia" Kata Doni sambil mempersilahkan Alena. Nizam melihat Alena dengan penuh rasa khawatir tapi Ia juga tidak bisa meninggalkan Ayahnya Alena.

Nendri menatap wajah Alena yang sedikit pucat. Entahlah dimatanya malah terlihat semakin cantik. Ada perasaan aneh yang menyeruak dalam hatinya. Melihat wajah cantik dengan kondisi kepayahan membuat sebagian tubuhnya terasa mengejang.

Alena masuk ke dalam mobil Nizam. Doni menjadi navigator untuk sopir Nizam. Nendri tampak ingin duduk dengan Alena. Tapi Arani segera mengamankan Alena. Alena jadinya duduk dengan Arani. Sedangkan Fuad dengan Nendri.

"Fuad..Aku mencium gelagat kurang bagus pada orang ini" Kata Arani pada Fuad dengan bahasa Azura. Fuad melirik ke arah Nendri. Laki-laki berkulit kuning Langsat ini sebenarnya tidak berpenampilan buruk. Hanya dari sorotan matanya terlihat sangat licik. Nendri sendiri adalah bukan orang sembarangan. Ia tau dirinya sedang dicurigai sehingga Ia tetap bersikap tenang seakan tidak ada masalah apapun.

"Lihat saja nanti. Kalau Ia berani macam-macam Aku patahkan lehernya" Kata Fuad dengan kesal.

"Hati-hati Fuad. Ini bukan di Azura. Kita tidak boleh serampangan."

"Yaah...Aku tahu itu" Fuad menghela nafas. Nizam agaknya belum menyadari gelagat Nendri sehingga Ia malah meminta Nendri dan Doni mengantarkan Alena. Mungkin Ia lagi sibuk memikirkan cara membebaskan Ayahnya Alena.

Nendri menatap jalanan yang cukup ramai. Pikirannya terus melayang-layang ke Alena. Ia sudah lama tidak pernah tertarik pada seorang wanita. Tapi begitu melihat Alena hatinya langsung terpikat. Mengapa gadis secantik Alena harus menikah dengan orang luar. Harusnya yang berhak menikmati itu adalah orang yang sebangsanya dulu. He..he..he..Nendri jadi senyum-senyum sendiri dengan pikiran kotornya.

***

Niken pergi mengunjungi Rumah Sakit jiwa tempat kakaknya dirawat. Ia pergi diantar oleh Polwan. Hari ini Ia akan ke kantor polisi untuk membuat laporan agar Andre segera dapat dituntut. Tapi sebelum ke kantor polisi, Niken minta singgah di Rumah Sakit jiwa.

"Kakak..." Niken memanggil Sisca yang sedang menggendong sebuah boneka. Dilihatnya Sisca mengayunkan boneka itu dengan penuh kasih sayang. Suaranya bersenandung kecil lagu Nina Bobo. Hati Niken bagaikan diiris sembilu.

"Kakak Sisca!!" Niken memanggil lagi kakaknya. Sisca memalingkan wajahnya. Ia langsung berteriak. "Siapa Kamu? Mau apa Kamu? Mau mengambil anakku ya? Jangan!! tidak bisa!! Ia milikku hanya milikku. Pergi Kamu..Pergi!!" Sisca berteriak sambil melemparkan benda-benda yang ada disekitarnya. Bantal, guling dan gelas plastik. Niken menahan wajahnya oleh tangannya dari serangan kakaknya. Airmatanya bercucuran.

Niken tahu kakaknya banyak melakukan kesalahan berhubungan dengan Andre. Ia terlalu naif mau ditipu mentah-mentah oleh nya. Hanya karena Andre tampan dan kaya. Sisca sampai terperdaya.

Setelah melemparkan semua barang-barang kepada Niken, Sisca lalu bernyanyi lagi.

"Nina..Bobo..Ooh..Nina Bobo.. Kalau tidak Bobo digigit nyamuk. Cayang...mau nenen ya... lapar yah...mau mamam..cayang.." Sisca mengayunkan lagi boneka itu. Kemudian nyanyiannya berhenti. Ia lalu berpaling ke Niken. Matanya melotot, "Kau..mau mengambil anakku.. Kau siapa. Mana Anakku? Kembali kan." Sisca melemparkan bonekanya ke wajah Niken.

Tidak terduga dengan gerakan cepat Sisca menerjang Niken dan langsung mencekik Niken. "Aku bunuh Kamu...Aku bunuh.....Aku bunuh..." Sisca mencekik Niken sekuat tenaga sampai Niken langsung megap-megap karena aliran udara yang tiba-tiba terputus ke paru-parunya. Sesaat jantungnya berhenti berdenyut.

Untungnya ada Polwan yang langsung membantu Niken. Ia bergerak cepat melepaskan tangan Sisca dari leher Niken.

"Perawat!!!" Polwan itu langsung berteriak. Dua orang perawat bergegas datang dengan membawa pakaian yang bisa mengikat tangan pasien. Sisca meronta-ronta minta dilepaskan. "Lepaskan..Aku...lepaskan. Ayaaaah.... Ayaaaah...Kamu dimana? Jangan tinggalkan Aku...Hu..hu..hu..Aku yang salah...Aku salah... laki-laki itu jahanam...jahanam...ANDRE!!! Kembalikan anakku!! Kembalikan!!"

Dua orang perawat itu segera menyeret Sisca menuju ruang isolasi. Niken terduduk lemas dilantai. Dilehernya terdapat bekas telapak tangan Sisca. Rasanya sangat sakit. Tapi hatinya terasa lebih sakit lagi. Niken mengigit bibirnya menahan tangis.

Polwan mengusap-usap bahu Niken. Niken malah menjadi teringat Ayahnya yang sudah meninggal. Ayahnya suka sekali mengusap bahunya. Tidak dapat ditahan lagi Niken menangis tersedu-sedu sampai bahunya berguncang keras.

avataravatar
Next chapter