Putri Reina membeku di depan sofa tempat Ia menonton TV. Berarti telekonferensi pers yang diadakan Nizam di Indonesia begitu telak memukul perasaannya. Air matanya secara perlahan turun menyusuri pipinya yang seputih salju. Ia kemudian mengangkat lengannya. Bulatan merah kecil tanda bahwa Ia masih suci terlihat sangat jelas.
Melihat kenyataan bahwa Alena istri kedua dari Nizam sudah mengandung anak dari Nizam membuat Ia sangat terluka. Bagaimana bisa Ia bersaing dengan Alena kalau Nizam tidak pernah menyentuhnya. Ia wanita yang dipersiapkan untuk Putra Mahkota sejak dalam kandungan ternyata tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan gadis dari kalangan rakyat jelata yang bahkan bukan orang yang berasal dari bangsa yang sama dengan mereka.
Nizam pria yang Ia impikan siang dan malam yang Ia yakini siang dan malam akan menjadi miliknya malah bertekuk lutut pada gadis yang bahkan kecerdasannya kalah jauh dengan temannya sendiri. Bagaimana bisa Ia putri perdana menteri, Orang yang paling berpengaruh di kepemerintahan Azura, kemenakan jauh dari Ratu Sabrina tergeser dengan telak oleh wanita asing. Nizam jangankan menyentuhnya bahkan memandang sebelah mata pun tidak kepada dirinya.
Putri Reina terus menerus memutar otaknya untuk menyingkirkan Alena tetapi Nizam sangat melindunginya. Kenyataan bahwa Nizam menyimpan di ruangan pribadinya membuat Putri Reina sangat kesulitan menjangkaunya. Kalau Alena sangat sulit dijangkau mungkin Ia harus mengalihkan sasarannya pada Nizam.
"Yang Mulia.. Putri Reina ada Pelayan Sanita datang untuk menemui yang Mulia" Kata Fatimah sambil memberi hormat. Putri Reina menghapus air matanya.
"Suruh Ia masuk" Kata Putri Reina sambil mematikan TV nya. Pelayan tingkat tinggi dan menjabat sebagai pelayan pembina di Harem ini tampak masuk ke dalam kamar Putri Reina.
"Yang Mulia.." Pelayan Sanita memberikan hormat. Putri Reina hanya menganggukkan kepalanya.
"Ada perlu apa? bicaralah!" Kata Putri Reina. Walaupun nada suara Putri Reina sangat tegas tetapi tetap tidak dapat menutupi perasaan sedihnya. Ibarat matahari yang mencoba bersinar terang pada saat awan hitam sedang menutupinya. Walaupun matahari itu mencoba bersinar sekuat tenaga tetapi tetap tidak mampu menembus pekatnya awan hitam tersebut.
"Putri Reina, Pastinya Putri sudah menonton siaran langsung dari Indonesia"
"Lantas, apa urusannya dengan mu" Putri Reina menatap wajah Sanita suaranya masih terdengar ketus.
Sanita memberikan hormat lagi. "Putri Reina tidak perlu khawatir ada banyak orang yang tidak menyukai adanya Putri Alena. Kedatangan Putri itu, membuat kerajaan kita menjadi berubah. Banyak tetua khawatir kalau sebentar lagi adat istiadat Kerajaan akan punah. Pangeran Nizam banyak melanggar adat dan aturan yang sudah ada sejak berabad-abad lamanya." Pelayan tingkat tinggi Sanita menerawang.
Putri Reina menatap penuh minat pada pelayan senior yang sudah berpengalaman mengurus Harem dari generasi ke generasi.
"Duduklah.." Putri Reina kemudian mempersilahkan Pelayan itu untuk duduk dihadapannya. Pelayan Sanita mengucapkan terima kasih lalu duduk dihadapan Putri Reina. Ia duduk dengan kursi yang lebih rendah dari kursi yang diduduki Putri Reina.
"Lanjutkan apa pendapatmu!!" Putri Reina menatap penuh minat. Sungguh tadinya Ia ingin sekali mengamuk dan menghancurkan semua yang ada di kamar. Tapi kemudian Ia sadar kalau mengamuk tidak akan menyelesaikan masalah maka Ia harus memutar otaknya agar apa yang menjadi tujuan dia segera tercapai yaitu menkadi ratu agung seperti Ratu Sabrina.
"Berita kehamilan Putri Alena sangat mengguncang perasaan Kami yang memihak pada keluargamu." Pelayan Sanita terdiam sejenak menatap Sedikit ke Putri Reina untuk membaca situasi dari Putri Reina. Ia khawatir kalau Putri Reina histeris dan Ia lalu dihukum berat. Tapi dilihatnya Putri tercantik di Azura itu tetap tenang. Pelayan Sanita sudah tinggal di Istana sejak Ia berumur delapan tahun. Ia memulai pekerjaannya sebagai pelayan tingkat rendah. Tetapi karena sikap ulet,rajin, bertanggung jawab dan tegas menjadikan karirnya cepat menanjak hingga sampai sekarang Ia menjadi pelayan tingkat tinggi.
Sejak kedatangan Putri Alena Ia merasa kedudukannya sebagai kepala Harem bersama Hatice terancam. Nizam tidak pernah memperdulikannya. Seharusnya Ia bekerjasama dengan Kasim untuk mempersiapkan para istri dan selir untuk melayani Pangeran atau Raja setiap malam. Begitu banyak penghuni Harem yang ingin menemani raja membuat mereka saling menyuap dirinya agar direkomendasikan untuk menemani yang Mulia. Tapi sayangnya sekarang tidak lagi. Tidak ada aroma persaingan yang ada di Harem. Suasana jadi muram dan gelisah.
Kehidupan Harem menjadi tidak menentu sehingga secara tidak langsung hal ini membuat gelombang kegelisahan yang mulai muncul disetiap sudut kerajaan sentral dan kerajaan bawahannya. Putri-putri merek seperti terperangkap dalam suatu kemewahan tapi tanpa status yang jelas.
Sanita menjadi sangat membenci Alena dan Ia berniat akan menyingkirkan Alena walau bagaimanapun caranya. Dan Ia melihat Putri Reina adalah pihak yang paling tersakiti di dalam Harem. Seharusnya di atas kertas kedudukan Putri Reina adalah yang paling penting dan paling utama. Tetapi kenyataan nya Nizam sama sekali tidak memperdulikan Putri Reina. Apalagi penderitaan yang paling besar yang dialami oleh seorang wanita kalau bukan ditolak oleh suami sendiri, tidak dicintai dan tidak dipedulikan. Sanita merasa perlu merapat ke arah Putri Reina.
Sanita tiba-tiba menurunkan tubuhnya dan Ia berlutut sambil menyimpan tangannya di dadanya. Kemudia dia berkata
"Hamba Pelayan Sanita bersedia untuk mengabdi kepada Yang Mulia Putri Reina, Dan hamba bersumpah untuk berbuat apa saja demi melayani Putri Reina"
Putri Reina menatap takjub pada kejadian yang tidak pernah Ia Sangka. Sebagai kepala Harem Sanita harusnya bersikap netral. Keberpihakan kepada salah satu anggota Harem maka akan membuat kepala terancam di gantung. Tapi Ia kini mendengar bahwa Sanita akan mendukungnya. Luar Biasa.
"Tapi mengapa?" Putri Reina bertanya untuk memastikan dugaannya.
"Hamba memiliki kepentingan sendiri untuk itu. Hamba tidak ingin kedudukan Hamba sebagai kepala Harem terancam"
"Kamu benar-benar Pelayan yang menggunakan otaknya. Pantas saja karirmu cepat merangkak naik. Kau agaknya selalu bisa membaca situasi dan kondisi. Dan Kau juga tahu dimana kakimu harus berdiri." Putri Reina akhirnya menjawab.
"Hamba, Yang Mulia" Kata Sanita sambil tetap berlutut.
"Bangunlah!! ...Aku terima sumpah kesetianmu. Duduklah!!". Putri Reina meminta Sanita untuk duduk. Sanita segera duduk kembali.
"Terus terang Aku juga sedang memikirkan apa yang harus kulakukan untuk menyingkirkan Alena. Hanya saja Alena sangat sulit untuk Aku jangkau. Yang Mulia selalu melindunginya seakan melindungi nyawanya sendiri"
"Mohon maaf yang Mulia apabila hamba salah berkata, Jikalau Yang Mulia sulit menjangkau Putri Alena mengapa tidak Yang Mulia mengalihkan perhatian kepada Yang Mulia Pangeran"
"Itu sudah kupikirkan, Yang Mulia Pangeran memang sangat dingin padaku, Tetapi Ia juga bukanlah suami yang sama sekali tidak memperdulikan Istrinya. Kau ingat ketika Aku dicambuk karena Aku ternyata masih suci. Yang Mulia langsung menolongku. Jadi memang sebaiknya Aku akan mulai menggunakan kekuasaanku sebagai seorang istri untuk menekan suaminya sendiri. Sebagai orang yang berbudi pekerti dan ber etika yang baik tidak seharusnya Pangeran menolak Istrinya sendiri."
"Apakah selama ini mm...maaf Yang Mulia" Sanita terdiam canggung.
Putri Reina tersenyum getir, Ia lalu mengangkat baju lengannya dan memperlihatkan tanda bulatan merah dilengannya. Pelayan Sanita terkejut. Ia tahu pasti kalau seluruh selir yang ada di Harem masih memiliki tanda itu karena memang Nizam belum pernah menyentuh mereka tapi kalau Putri Reina istri pertama Pangeran masih suci ini benar-benar tidak dapat dipercaya.
"Kau lihat, betapa menyedihkan dan menyakitkan diriku, Selain Ratu Sabrina dan dirimu tidak ada yang tahu bagaimana Aku menderita selama ini. Bahka Ayah dan Ibuku pun tidak tahu, Merek mengira Aku belum hamil karena memang belum waktunya. Sekarang malah terdahului oleh Alena. Aku benar-benar merasa sangat marah" Wajah Putri Reina memucat saking emosi.
"Yang Mulia Putri Reina, Jangan khawatir. Asalkan Nanti Yang Mulia pada saat kembali nanti dapat menginjakkan kaki di kamar ini. Maka sisanya serahkan kepada Hamba. Hamba akan membuat Yang Mulia Putri akan segera mengandung juga."
Putri Reina terbelalak, "Bagaimana bisa? Apa yang akan Kau lakukan?"
"Hamba adalah pelayan yang bertahun-tahun tinggal di Harem. Membuat para selir atau istri mengandung putra yang Mulia pangeran atau raja sudah hamba pelajari bertahun-tahun. Asalkan Pangeran atau Raja itu bersedia masuk ke dalam kamar selir atau Istrinya maka Ia tidak akan pernah bisa berkutik lagi"
"Mungkinkah?? Mungkin bagi raja atau Pangeran yang lain mungkin berhasil. Tapi untuk orang secerdas Pangeran apakah mungkin bisa terjebak dalam suatu siasat?"
"Yang Mulia Putri Reina, Pangeran adalah manusia biasa. Sebagaimana cerdasnya tapi tetap akan memiliki suatu kelemahan. Kita akan cari kelemahannya dan kita manfaatkan"
Mata Sanita berkilat-kilat licik. Wajah Putri Reina pun tersenyum.
"Jangan lupa yang Mulia, Kalau memungkinkan aturlah kedatangan Pangeran bertepatan dengan masa Subur yang Mulia"
Sebagai seorang calon Ratu, Putri Reina jelas telah mempelajari apa yang dimaksud masa subur.
"Aku tahu, Aku akan berusaha sekuat tenaga agar Pangeran bersedia menyentuhku"