webnovel

Pembelaan Jay

"Cuih ...! Ternyata kita sekelas lagi, aku tidak sabar membuat perhitungan denganmu," ucap Reva dengan angkuhnya ketika musuh lamanya itu masuk ke dalam kelas yang ia tempati sekarang.

Mira menanggapinya dengan senyuman khasnya, ia tetap berjalan santai ke salah satu bangku kosong. Anggap saja angin lalu, pikirnya.

"Dasar anak pungut, anak tidak tau diri! Kamu itu harusnya sadar diri. Kalau bukan karena kebaikan Bibi Mary, kamu mungkin udah jadi santapan binatang buas di hutan sana," maki Reva. Gadis itu kesal melihat Mira yang tidak menanggapi perkataannya. Kali ini ia yakin, kalau gadis yang kini tengah duduk di depannya itu, pasti akan terpancing.

Namun, dugaan Reva salah. Bukannya melawan, kini gadis yang ia benci itu tengah berkenalan dengan seorang pria bernama Jay. Pria yang duduknya tepat di sebelah Mira adalah orang yang menolak duduk bersebelahan dengan Reva. Hal itu membuatnya semakin kesal. Dengan wajah memerah karena menahan marah bercampur malu, Reva keluar dengan amarah yang bertambah 2 kali lipat dari sebelumnya.

"Apa yang dikatakannya barusan benar adanya?" tanya Jay setelah memastikan Reva keluar dari dalam kelas.

"Jika iya, apa kamu akan menjauhiku? Sama seperti yang lainnya," jawab Mira santai. Mendapat makian dan dijauhi teman-temannya sudah jadi hal yang lumrah baginya.

"Kita baru saja berkenalan, bagaimana bisa aku langsung memutuskan untuk menjauhimu? Aku bahkan belum mengenalmu lebih dekat."

"Oh, ya? Aku pikir kamu akan merasa jijik melihatku setelah mendengar ucapan Reva."

"Sama sekali tidak, malah aku tertarik dengan sikap santaimu menghadapi seorang musuh. Aku yakin, kalau kalian punya dendam pribadi dan aku tidak ingin ikut campur dengan itu," jelas Jay.

"Terima kasih, aku harap itu tulus dari hatimu," ucap Mira sembari menampilkan senyum manisnya.

Jay mengangguk. "Pasti."

Tidak lama kemudian, seorang perempuan muda berkacamata yang merupakan seorang wali kelas masuk ke dalam ruangan tersebut, disusul oleh Reva dari belakang.

Mendapati seorang siswi baru masuk kelas setelahnya, perempuan itu mengernyitkan dahinya, "Dari mana kamu? Baru hari pertama masuk udah telat."

"A-anu Bu, saya habis dari toilet. Kebelet pipis," jawab Reva gugup.

"Ya sudah, duduk sana! Jangan diulangi lagi," balas perempuan itu.

Reva langsung berlari menuju tempat duduknya.

Wali kelas yang bernama Marta itu pun memperkenalkan diri terlebih dahulu, kemudian disusul oleh perkenalan para siswa siswi.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, hingga tahun ketiga mereka menimba ilmu di sekolah yang sama, Reva tetap tidak berhenti mengganggu Mira. Berbagai cara ia lakukan untuk mempermalukan gadis itu. Dan ia semakin menjadi-jadi ketika mengetahui hubungan Jay dan Mira semakin dekat dan selalu bersama-sama setiap saat.

Selain Mary, Mira kini memiliki seorang sahabat yang selalu membela dan melindunginya. Pria blasteran India itu sudah menaruh hati pada Mira, saat pertama kali mereka berdua duduk bersebelahan .Namun, karena masih terlalu muda, keduanya memutuskan untuk menjadi sahabat.

Reva berkali-kali menyebarkan gosip tentang jati diri Mira yang sebenarnya. Ia mengetahuinya saat tidak sengaja mendengar kedua orang tuanya bercerita tentang keluarga Mira. Dan sekarang, satu sekolah tahu tentang masa lalu Mira. Ada yang beranggapan Mira adalah anak hasil perselingkuhan, ada juga yang berpendapat bahwa Mira adalah anak hasil zina, yang tidak diinginkan oleh orang tuanya. Dan masih banyak lagi pendapat lainnya.

Satu malam, Reva merayakan acara ulang tahunnya yang ke-15 tahun. Gadis centil itu sengaja mengundang Mira, padahal mereka saling membenci. Merasa khawatir, Mary pun memutuskan untuk ikut, karena ia tahu bahwa kedua orang tua Reva sedang berada di luar kota, sementara Anton, tengah menimba ilmu di luar negeri.

Benar saja, ulang tahun yang diharap jadi acara bahagia malam itu, berubah jadi malam yang menegangkan. Reva memancing amarah Mira, dengan gamblang ia mengatai teman sekelasnya itu sebagai anak remaja yang tidak bermoral.

"Dasar anak jalang! Kamu itu sama saja seperti ibumu! Buah memang tidak jauh jatuh dari pohonnya, aku yakin kamu pasti sama busuknya dengan orang yang sudah melahirkanmu." Reva memancing keributan, ketika ia melihat Mira tengah asyik mengobrol dengan Jay.

Jay yang mendengar makian dari mulut Reva, ikut meradang, "Cukup! Kamu sudah kelewatan, Reva. Memangnya Mira salah apa sama kamu? Sampai kamu selalu ngatain dia yang bukan-bukan."

"Apa yang aku katakan itu memang kenyataan. Dan itu terbukti sampai sekarang, kalo Mira itu tidak diketahui siapa orang tua kandungnya. Bahkan bibinya sendiri pun tidak mampu menjelaskannya." Reva tersenyum puas, karena telah berhasil menghina Mira di depan orang banyak untuk kesekian kalinya.

"Tapi tidak sepantasnya kamu bicara seperti itu di depan orang banyak! Kamu udah mempermalukannya. Memangnya apa yang dilakukan Mira, sampai kamu segitu benci dengannya?" marah Jay.

"Aku benci karena dia dekat banget sama kamu. Dan kamu selalu ngebelain dia. Aku yakin, dia pasti ngerayu kamu setiap hari. Iya, kan?" sergah Reva. Remaja yang terkenal dengan keangkuhannya itu memang sudah lama menaruh hati pada Jay, tapi pria itu lebih tertarik berteman dengan Mira.

Jay adalah orang pertama yang dekat dengan Mira, setelah ia pindah ke kota. Pria itu selalu ada di saat Mira membutuhkannya. Jay dan Mira adalah 2 remaja dengan latar belakang yang berbeda. Jay memiliki keluarga yang lengkap dan berasal dari keluarga terhormat, sedangkan Mira, hanya seorang anak yang tidak jelas asal usulnya.

"Jadi, alasanmu cuma gara-gara aku dekat sama Jay, iya? Asal kamu tau, aku bukan seperti yang kamu tuduhkan. Percuma saja kamu punya orang tua, tapi kamu tidak pernah diajar untuk menghargai orang lain. Aku lebih bangga hanya memiliki Bibi Mary, yang bisa mendidikku dengan benar. Daripada punya orang tua, tapi kelakuannya lebih busuk daripada sampah," balas Mira.

Ucapan Mira menyulut emosi Reva, hingga gadis remaja itu mengambil segelas minuman berwarna merah dan menyiramkannya ke gaun putih yang dikenakan Mira. Tidak puas dengan itu, Reva kembali menyiram rambut dan wajah Mira.

"Kurang ajar," pekik Mira. Tidak terima dengan perlakuan Reva, Mira mengambil potongan kue di depanya dan melemparkannya ke wajah Reva. Hal itu pun ia lakukan berulang-ulang, hingga kue ulang tahun yang tadinya berukuran satu meter, kini tersisa hanya setengahnya. Mereka berdua jadi tontonan para tamu undangan, bahkan tidak ada satu pun yang melerai. Biar sekali-kali Reva merasakan sakitnya ditindas.

Sedangkan Mary, wanita itu hanya tersenyum menyaksikan keponakannya yang melawan dan tidak terima dihina oleh Reva. Dalam hati ia berkata, 'Good job, Girl!'

'Hargailah orang lain, jika kalian ingin dihargai. Dan jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri. Begitu juga sebaliknya.' Pesan yang selalu diucapkan bibi Mary dan menjadi pegangan hidup Mira.

Keributan itu membuat pesta berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Gaun mahal yang melekat di tubuh ramping Reva pun sudah tidak layak untuk dikenakan. Begitu juga dengan wajahnya, sudah sulit untuk dikenali. Akhirnya, semua tamu pulang membawa kekecewaan, termasuk Mira, Jay dan Mary.

Setelah membersihkan diri, Mira menemui bibinya di kamar. Mata indah itu, memandangi beberapa lukisan di dalam ruangan, sebelum akhirnya duduk di sebelah Mary, "Bibi, apa aku ini anak haram? Atau anak yang seperti dituduhkan teman-temanku?" tanyanya.