webnovel

Cinta sang CEO Misterius [IND]

Keputusan Nina untuk menikah dengan Nico ternyata sebuah kesalahan. Seharusnya ia tak terlena dengan kebaikan Nico yang telah membuatnya berhutang budi. Nina tak menyangka jika kehidupan pasca pernikahannya hanya dipenuhi dengan membanting seluruh tulangnya untuk membayar hutang kepada sebuah hotel mewah karena pernikahan mereka sebelumnya di adakan di Ballroom hotel mewah itu. Untungnya Nina diterima bekerja sebagai office girl di hotel itu sehingga ia dapat potong gaji untuk membayar semua hutangnya pada hotel tersebut. Tanpa diketahui Nina jika pemilik hotel tersebut sebenarnya adalah Gabriel yang telah menyukai Nina sejak dibangku SMA. Gabriel membenci pernikahan Nina dengan Nico sehingga ia tanpa sadar membuat harga mahal untuk sewa Ballroom di hotelnya. Ia juga menyabotase banyak Ballrome hotel agar Nina hanya bisa menyewa miliknya. Dan tanpa sadar, Gabriel ikut andil dalam memporakporandakan kehidupan Nina. Ia tau jika Nina mengetahui kebenarannya, maka Nina pasti akan membencinya. Maka dari itu, Gabriel membantu Nina secara diam-diam sembari memendam perasaan cinta dan rasa bersalahnya. Bagaimanakah kehidupan Nina yang hancur setelah Nico bunuh diri karena depresi? Akankah Nina membenci Gabriel jika ia mengetahui kebenarannya bahwa Gabriel adalah orang yang bertanggung jawab atas kehancuran kehidupan Nina, meski disisi lain Gabriel juga yang telah baik membantunya diam-diam?. Bisakah Gabriel mendekati Nina dan menyatakan perasaannya setelah suami Nina meninggal karena bunuh diri & Nina telah memiliki seorang anak? Ikuti kegiatan Nina yang selalu membersihkan suit mewah di hotel milik Gabriel yang menjadi sosok penolongnya yang misterius! Cinta lama bersemi kembali di musim gugur~

YuuSa · Urban
Not enough ratings
12 Chs

8. Sepertinya aku jatuh cinta

"Hotel Lotus?!" Nina beteriak dalam hati. "Kebetulan macam apa ini?" Gumamnya sembari mengetik pesan balasan untuk Gabriel.

[Benarkah?. Aku bekerja di hotel Lotus!]

Nina mengetik pesan itu dengan perasaan bahagia. Tanpa sadar ia mulai merasa nyaman mengobrol dengan sosok Alex yang sebenarnya adalah Gabriel dibaliknya. Nina bahkan rasanya sudah menyadari jika sosok Alex berbeda dengan kebanyakan tuan muda kaya yang ia kenal sebelumnya ketika ia masih berada di atas namun mereka perlahan menjauhinya ketika Nina jatuh. Tapi Alex nampaknya tak peduli meski Nina hanyalah seorang office girl sekalipun. Ia masih membalas pesan dari Nina dengan kecepatan yang sama seolah tak menghindari Nina sama sekali.

[Hebat!. Kita pasti berjodoh!. HAHAHA!]

[Kuharap kita bisa bertemu dan mengobrol sebentar. Mungkin di jam istirahatmu?. Bisakah?]

Send.

Nina membaca pesan itu dengan tersenyum. Ia membalas pesan pertama dengan emoticon tertawa lalu mengetik balasan untuk pesan keduanya.

[Tentu. Aku istirahat jam setengah satu siang. Tapi aku hanya bisa makan di kantin khusus karyawan. Kau tau, makanan di buffet hotel ini sangat enak, padahal hanya untuk karyawan, ditambah semua ini gratis, jadi kau tau maksudku?]

[Maaf. Aku harus kembali kerja lagi. Sampai nanti]

Send.

Nina pun menutup ponselnya setelah ia mengirim pesan dan memasukannya kedalam saku celananya. Ia kemudian menyelesaikan makanan yang ia ambil tadi dan kembali melanjutkan kerjanya.

Sementara itu, Gabriel membaca pesan itu dan menjadi sedikit senang karena Nina nampaknya menikmati fasilitas yang diberikan kepada semua karyawan di hotel Lotus.

"Aku akan menambahkan beberapa menu untuk besok" gumam Gabriel dengan niat menambahkan menu stew yang disukai Nina dan dirinya pada menu buffet makan siang untuk karyawan. Tentu saja ia bisa langsung mengirim email ke asistennya, Robin agar ia menyampaikan keinginan sang CEO kepada kepala juru masak di hotel yang memasak untuk karyawan.

[Rob. Minta kepala juru masak untuk menambahkan menu yang kusebutkan dibawah ini untuk menu buffet karyawan besok]

Setelah mengirim pesan kepada Robin. Gabriel pun berlalu mencari keberadaan Nina yang kini hendak naik lif ke lantai sembilan untuk membersihkan lantai disana.

Ketika Nina sudah naik. Gabriel pun menyusul dengan lif pribadinya. Namun karena ia tak tau Nina ke lantai berapa jadi ia harus memencet setiap tombol untuk memeriksa dimana Nina berada. Gabriel sudah memeriksa setiap lantai satu sampai delapan namun tak menemukan Nina, jadi ia kembali masuk kedalam lif dan langsung memencet tombol sembilan dan saat itulah ia melihat Nina tengah membersihkan lantai disana dengan langkah yang aneh.

"Ada apa dengannya?. Kenapa dia berjalan seperti itu?" Batin Gabriel. Ia pun berjalan keluar lif untuk melihat Nina dari dekat dan saat itulah ia melihat langkah kaki Nina semakin melambat dan akhirnya ia berhenti berjalan.

Nina menahan mual dan pusing setelah keluar dari lif. Ia masih tak suka dan tak terbiasa bolak balik menaiki lif, tapi ia juga tak mungkin menaiki turuni tangga darurat untuk pekerjaannya. Jadi mau tak mau ia harus selalu sempoyongan ketika keluar lif dan bekerja dengan menahan rasa mual dan pusingnya. Meski itu tak berlangsung lama, tapi tetap saja kondisi seperti itu sedikit menganggu Nina. Tapi apa boleh buat. Ia harus bekerja secara profesional apapun yang terjadi, apalagi jika mengingat saat ini dirinya tengah dalam masa training. Ia tak boleh terlihat bermalas-malasan dengan alasan sakit yang justru hanya akan membuat orang melihatnya dengan sosok lemah yang tak berguna.

Untungnya di lantai sembilan saat ini baru ada Nina yang bergerak terlalu gesit sehingga Nina dapat berhenti sejenak tanpa ada yang mengawasinya dan melihatnya sedang bermalas-malasan bekerja.

Setelah beberapa menit, mual Nina sudah membaik meski rasa pusing di kepalanya masih cukup menderanya karena Nina sendiri sebenarnya kurang tidur. Karena ini masih awal ia bekerja dan lagi ia terus memikirkan Elle. Nina tak dapat tidur semalaman. Ia hanya menutup matanya dan berbaring di kasur tapi otaknya terus terbangun dan efek kurang tidurnya pun kembali terasa. Sekarang Nina pusing dan sangat ingin menutup matanya yang seperti memiliki kelopak mata seberat baja.

"Tidak. Kau harus bangun bodoh!" Ucap Nina pada dirinya sendiri. Ia kembali berjalan dengan langkah sedikit goyah dan akhirnya ia benar-benar seperti akan jatuh. Untungnya disana ada Gabriel yang terus memperhatikannya dan ia bergerak cepat ketika Nina hendak jatuh.

Untuk beberapa detik Nina tak sadar, namun untuk beberapa second, Nina langsung sadar jika ada seseorang yang memeluk pinggangnya untuk menangkap tubuh Nina yang hampir jatuh karena menahan pusing dan kantuk.

Nina melihat tangan yang menangkap pinggangnya.

"Jam ini ..."

Setelah melihat jam mewah yang terpasang di tangan kekar itu dan Nina tau dengan merek terkenal itu, Nina langsung menarik tubuhnya dan melihat jika seorang pria dengan setelan kemeja hitam yang digulung sampai sikunya dan dasi yang juga masih terpasang rapih, Nina langsung dapat menebak jika mungkin ia di tolong oleh salah seorang pengunjung hotel yang menempati salah satu suit mewah di lantai sembilan itu.

"Maaf Tuan, saya tersandung. Terimakasih sudah menolong saya!" Ucap Nina buru-buru. Ia bahkan langsung menundukan kepalanya dan kembali melihat sepasang sepatu pantofel hitam yang berkilat yang sudah dapat Nina pastikan jika sosok di depannya yang telah menolongnya pasti orang yang sangat kaya.

"Hati-hati" gumam Gabriel. Ia baru secara langsung berhadapan dengan Nina dengan penampilan CEO-nya sehingga ia hanya bisa bersikap acuh. Namun akan aneh rasanya jika ia kembali ke lif, seolah dirinya memberitaukan kepada Nina jika ia tengah mengawasinya sejak tadi, jadi Gabriel memilih mengeluarkan kartu yang dapat mengakses semua pintu di kamar hotel dan memasuki salah satu suit yang kosong walau beberapa suit mewah di lantai sembilan itu masihlah kosong akibat insiden pembunuhan yang terjadi di hotelnya beberapa hari yang lalu. Bahkan beberapa yang menempati suit mewah di lantai sembilan itu telah pergi mencari hotel lain.

Setelah melihat Gabriel masuk ke salah satu suit di ujung sana. Nina tertegun karena itu adalah suit paling mewah di lantai sembilan. Ia pun membenarkan tebakannya jika sosok yang menolongnya tadi memanglah sosok pria kaya dan ia pun mengingat ketika Nina harus menjual jam tangan dengan merek terkenal miliknya dulu itu untuk membayar hutang, padahal jam itu adalah hadiah dari ayahnya di ulang tahunnya yang ke tujuhbelas tahun.

Nina tersenyum getir ketika mengingatnya dan hanya bisa berusaha menerima apa yang terjadi padanya meski ia rasanya ingin sekali memutar ulang waktu untuk kembali ke masa-masa ayahnya masih ada. Ia tak menginginkan jam itu kembali. Nina ingin ayahnya yang kembali ke sisinya saat ini, tapi itu tak mungkin terjadi.

      Sementara itu, Gabriel di dalam kamar suit itu sibuk dengan perasaan khawatir apakah Nina tengah sakit?, tapi tadi ketika istirahat makan siang ia nampak baik-baik saja. Jadi apa yang terjadi padanya?. Fikiran itu mengusik Gabriel, bahkan ketika malam sudah datang.

Gabriel membuka matanya dan ia tersadar dari tidurnya. Sebenarnya ia ketiduran di sofa dalam suit di lantai sembilan yang asal ia masuki itu ketika memikirkan Nina. Ketika bangun, Gabriel langsung dihadapkan dengan telpon dari Robin yang menanyakan keberadaannya yang tiba-tiba menghilang, padahal ia seharusnya menghadiri rapat sore tadi dengan kliennya. Tak hanya itu, Gabriel juga langsung disibukan dengan beberapa email laporan yang harus baca dengan teliti dan ia tanda tangani.

Fikiran Gabriel menjadi riuh. Ia langsung menyuru Robin untuk datang ke suit di lantai sembilan dengan membawa laptop dan segala berkas yang ada untuk dia urus. Gabriel rasanya tak memiliki kekuatan untuk melangkah lagi. Ia juga baru sadar jika ia belum makan sejak siang tadi padahal otaknya terus bekerja sehingga tubuhnya kini menjadi sangat lemas.

"Kenapa anda disini tuan muda Gabriel?. Apakah suit khusus presidential itu sudah membuat anda bosan?" Tanya Robin begitu ia selesai menyerahkan berkas-berkas dan laptop milik Gabriel. Nampaknya Robin sedikit emosi karena ia harus menangani rapat sore tadi seorang diri tanpa kepastian kehadiran Gabriel yang tiba-tiba menghilang.

"Ya. Aku bosan dan lelah" gumam Gabriel sembari membaca sebuah dokumen.

"Baiklah. Sepertinya aku harus berganti mode dari asisten menjadi sahabatmu. Jadi, Kau memiliki masalah apa sehingga membuatmu tiba-tiba menghilang sejak siang tadi?" Tanya Robin dengan santai. Gabriel pun sudah terbiasa dengan Robin yang berganti mode dari asistennya menjadi sahabatnya itu. Robin akan selalu berganti mode jika ia melihat sahabatnya itu benar-benar terlihat lelah atau sedang memiliki masalah pribadi di luar masalah bisnisnya.

"Ayo cerita, EL" lanjut Robin sembari mengambil dokumen di tangan Gabriel dengan isyarat jika ia harus menceritakan masalah pribadinya dulu setelah itu baru mengerjakan lagi pekerjaannya. Bagaimanapun, Gabriel tidak boleh membiarkan masalah pribadinya tercampur dengan urusan bisnisnya yang menghubungkan banyak orang, terutama para investor yang profesional. Dan sebagai asisten Gabriel. Robin harus selalu memastikan kedua hal itu tak tercampur.

"Sepertinya aku jatuh cinta, Rob" gumam Gabriel. Ia tak dapat melepaskan wajah Nina dari ingatannya dan selalu mengkhawatirkan perempuan itu.

Robin berhenti membaca berkas di tangannya dan melirik sahabatnya yang tengah bersandar di sofa dengan mata terpejam seolah ia tengah melihat sesuatu di balik matanya.

"Aku tidak bisa berhenti memikirkannya" gumam Gabriel tanpa diminta.

"Perempuan mana yang membuatmu jatuh cinta?" Tanya Robin dengan teliti. Ia sangat yakin jika Gabriel selama ini adalah sahabatnya yang sulit ditaklukan oleh perempuan manapun. Secantik dan sekaya apapun perempuan itu, Gabriel tak pernah tertarik pada mereka semua. Tapi sekarang sahabatnya mengatakan jika ia jatuh cinta. Jadi Robin penasaran, siapa perempuan yang bisa menaklukan es batu keras ini?.

"Dia ... sosok wanita yang sulit kugapai" gumam Gabriel karena memikirkan Nina yang sudah memiliki suami. Tidak mungkin ia menjadi pengacau rumah tangganya kan?. Meski ia sangat tertarik dan menyukai Nina yang kini sudah menjajah hati dan fikirannya.