webnovel

Cinta Sabrina

20+ Sabrina Anastasya Bramantio, gadis cantik berusia 23 tahun itu terpaksa harus menelan pil pahit secara bersamaan dalam hidupnya. Dia tidak pernah menyangka hidupnya akan hancur bagaikan pecahan kaca. Kehancurannya berawal dari kekasihnyanya Reyno Prasetiyo yang selama 3 tahun bersama, akhirnya malah menikahi adik tirinya, Cantika Zaipahusna. Hingga suatu hari, Reyno mengalami kecelakaan yang nyaris merenggut nyawa. Sialnya, Cantika menuduh Sabrina yang mencelakai Reyno, karena semua bukti-bukti mengarah padanya. Peristiwa itu terjadi begitu saja dan berhasil membawa Sabrina ke penjara atas dakwaan kelalaian. Siapa sangka, saat ia memulai kehidupan baru dengan menjadi asisten rumah tangga, di tempatnya bekerja dia menemukan sosok Azka Purnama Assegaf, putra dari majikannya. Wajah tampan dan sikap bijaksana yang dimiliki Azka, nyatanya berhasil menarik perhatian Sabrina. Pun sebaliknya. Azka juga perlahan mulai terkesan dengan sikap lugu Sabrina. Seiring berjalannya waktu, akhirnya mereka saling dekat dan mempunyai perasaan yang sama. Akan tetapi, hati Sabrina kembali dipatahkan, saat mengetahui bahwa Azka hendak dijodohkan dengan wanita pilihan orang tuanya. Sakit. Hatinya bak hancur berkeping-keping. Untuk yang kesekian kalinya Sabrina terjerembap ke dalam lubang lara. Bagaimana kelanjutan kisah Sabrina dan Azka? Akankah pada akhirnya perjodohan itu berjalan dengan mulus, hingga mereka bisa bersatu? Mampukah Sabrina membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah?

Miss_Pupu · Urban
Not enough ratings
292 Chs

Bab 29-Azka Mulai Berubah

"Sudah ayo kita pergi dari sini," ajak Sabrina sambil terus berjalan menggandeng tangan Azka menuju kendaraan roda empat.

Sabrina sudah tidak mau meladeni tingkah Cantika yang semakin kasar.

Entah dari mana datangnya, tiba-tiba Cantika berada di tempat dimana mobil Azka terparkir. Kejadian yang sontak membuat luka hati Sabrina kembali tergores.

"Kenapa kamu begitu lemah? Dihina seperti itu kamu malah diam, kemudian pergi begitu saja!" cerocos Azka yang masih geram terhadap hinaan Cantika pada Sabrina.

"Jadi wanita itu jangan terlalu lemah, semakin kamu lemah, semakin bebas orang-orang menyepelekan kamu!" imbuhnya setelah mereka masuk dan duduk di kursi mobil paling depan.

"Itu Adik saya!" balas Sabrina dengan bibir gemetar seolah tengah menahan emosi.

"Lalu, apakah pantas seorang adik begitu kasar terhadap kakaknya?" seru Azka yang masih saja terusulut emosi.

Sabrina menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, seketika pula bulir bening yang sejak tadi terbendung akhirnya tumpah ruah, luruh membasari pipinya.

"Haduh malah nangis, lembek banget sih!" sindir Azka seraya menggelengkan kepala.

Melihat Sabrina menangis begitu terseguk-seguk sepertinya Azka mulai iba. Dengan cepat ia membuka telapak tangan Sabrina yang sedari dari menutupi wajahnya kemudian mengusap pipinya yang basah dengan lembaran tisu.

"Sudah, sudah! jangan nangis terus! Saya paling enggak tega kalau melihat wanita menangis sampai terseguk-seguk begini," ucap Azka mencoba menenangkan perasaan Sabrina.

"Cantika adalah adik tiriku. Semenjak kejadian kecelakaan suaminya, Cantika selalu bersikap kasar padaku. Ia menyakini jika aku sengaja menghancurkan kebahagiaannya," lirih Sabrina setelah mulai tenang.

"Lho! Kenapa dia bisa berfikir seperti itu? Memangga kamu iri sama dia?" tanya Azka sambil menaikan sebelah alisnya.

"Aku tidak pernah iri, justru aku ikut bahagia dengan kebahagiaannya. Namun, semenjak ia tahu jika suaminya adalah mantan pacarku disitulah kebenciannya padaku bermula," jelas Sabrina.

"Jadi mantan pacar kamu suami adik tirimu? Kamu selingkuhannya?" tanya Azka antusias, rupanya ia semakin penasaran.

"Bukan! Adikku adalah selingkuhan mantan pacarku. Kemudian mereka menikah," ujar Sabrina seraya menundukan kepala.

Ternyata kisah pilunya tidak jauh berbeda dengan Azka. Mereka berdua sama-sama dikhianati oleh pasangan masing-masing.

Azka mulai prihatin terhadap Sabrina. Betapa ia begitu kuat menghadapi ujian yang bertubi-tubi menghampirinya.

Mereka berdua adalah sama-sama korban penghianatan.

"Terus kamu masih cinta sama suami adikmu?" sindir Azka.

"Enggak lah! Aku sudah move on dari dulu," sanggah Sabrina dengan senyum sinis di bibirnya.

"Lantas kenapa kamu menangis begitu terseguk-seguk?" Sambung Azka.

"Aku merindukan Ayahku. Cantika mengingatkanku tentang rumah, Ayah dan suasana di sana. Tapi-," belum juga menyelesaikan ucapannya, air mata Sabrina luruh begitu deras dan memotong pembicaraan.

'Ya Tuhan. Ternyata ujiannya begitu berat, aku sampe hati telah menuduhnya yang bukan-bukan,' batin Azka yang menyesali perlakuan sebelumnya pada Sabrina.

Dengan spontan Azka merangkul tubuh Sabrina dan menyenderkan kepala wanita yang tengah duduk di sampingnya itu tepat di dadanya, telapak tangannya mengusap lembut punggung Sabrina guna menguatkan. Azka dan Sabrina terbawa suasana haru sampai tak menyadari jika mereka tengah berdekatan dan saling berpelukan begitu erat.

"Sorry saya enggak sengaja!" Seketika Azka melepaskan pelukannya saat menyadari jika ia telah khilap.

"Maaf, Tuan. Saya tidak menyadarinya." Sabrina yang mulai sadar setelah beberapa detik perasaanya kembali tenang.

Mereka berdua saling melepaskan pelukan yang beberapa detik telah dilalui tanpa sadar.

"Sudah jangan sedih lagi ya, nanti mamah saya curiga," ujar Azka dengan nada bicara yang lembut, sangat jauh berbeda dengan sebelumnya.

Sabrina mengangguk pelan dan mendongak ke arah Azka seakan tidak percaya jika sikap tuannya telah berubah begitu drastis.

Azka mulai melajukan kendaraan roda empatnya untuk kembali ke kediamannya. Di tengah-tengah perjalanan ia mengingat sesuatu dan menepikan mobilnya.

"Oh iya, kamu harus mengganti pakaianmu sebelum sampai rumah!" ujar Azka yang baru saja menyadari hal itu.

"Gantinya dimana, Tuan?" tanya Sabrina.

Bola mata Azka membelalak memutar dari arah kanan ke kiri, mencari tempat yang masih buka dengan waktu menjelang dini hari.

Ia melajukan mobilnya dengan perlahan seraya melihat-lihat tempat yang masih buka kemudian menepikan mobilnya di depan klub malam.

"Gimana ini, tempat yang masih buka hanya klub malam. Kamu mau ganti baju di sana?" tanya Azka sedikit ragu.

"Apa! Ganti baju di klub, Tuan?" Sabrina meragukan ini.

"Terus gimana dong?" Azka kebingungan.

Mana mungkin mereka harus masuk berdua ke dalam klub malam yang di penuhi orang-orang penikmat suasana malam.

"Enggak tahu, Tuan," timpal Sabrina yang tak mampu berpikir. "Tapi jika masuk ke dalam sana, saya takut bertemu orang yang di kenal dan semakin berpikir negativ tentang saya," imbuhnya.

"Ya sudah, kamu ganti baju di mobil saja. Saya akan tunggu kamu di luar!" Azka dengan cepat melepas safety belt hendak keluar dari mobil.

"Tunggu, Tuan!" Teriak Sabrina menggagalkan Azka keluar.

"Apa lagi? Cepetan ganti," titah Azka.

"Apa tidak akan terlihat dari luar?" rengek Sabrina mulai manja.

"Ganti Bajunya di kursi belakang saja, enggak usah kuatir saya enggak akan lihat kok tenang aja!" lanjut Azka seraya keluar dari mobil kemudian menutup rapat pintunya. "Cepetan jangan lama-lama," imbuhnya.

Sabrina berpindah tempat duduk ke kursi belakang hendak mengganti pakaiannya. Ia mulai membuka midi dressnya, setelah itu dia mencari pakaiannya ternyata tidak di temukan di kursi depan maupun belakang, ia baru saja mengingat satu hal.

"Tuan, pakaian ganti saya di bagasi mobil!" teriak Sabrina dari dalam sambil mengetuk kaca mobil.

"Ya ampun, kenapa sampai lupa sih!" sahut Azka tanpa membalikan badannya. "Sebentar saya ambilkan," imbuhnya.

"Tapi, Tuan. Jangan melihat ke dalam, janji ya!" teriak Sabrina memastikan.

"Ya!" sahut Azka yang melangkahkan kakinya ke belakang mobil kemudian membuka bagasi untuk mengambil pakaian Sabrina.

"Jangan melihat, Tuan!" rengek Sabrina ketakutan.

"Iya, berisik!" jawab Azka dengan secepat kilat mengambil Pakaian Sabrina tanpa sedikitpun melihat ke arah depan. Ia kemudian menutup kembali bagasi mobilnya dan memberikan pakaian itu dengan posisi badan membelakangi pintu.

"Buka pintunya!" teriak Azka seraya mengetuk kaca mobil.

Sabrina membuka sedikit pintu mobil, kemudian Azka menyodorkan pakaiannya dengan tubuh membelakanginya.

Azka begitu sopan dan sangat menghormati wanita. Ia tak pernah mau mengotori harga diriya.

"Sudah belum!" teriak Azka yang sudah beberapa menit menunggu.

"Iya sudah, Tuan," sahut Sabrina dari dalam.

"Kalau mau memadu kasih di dalam aja kali, ngapain di mobil. Udah enggak jaman," ejek wanita penghibur yang tak sengaja lewat di depan mobil Azka. Ia tertawa begitu geli mengira jika Azka telah melakukan hubungan dengan Sabrina. Kemudian wanita penghibur itu berjalan menjauhi mobil Azka.

"Heh jangan asal ya kalau ngomong!" sahut Azka yang terkejut mendengar perkataan wanita penghibur yang entah dari mana datangnya.