Semakin hari perasaan Sabrina semakin resah ia mulai gelisah. Namun, ia mencoba menepis kegelisahannya dengan menyibukan diri mengerjakan semua kerjaan rumah.
"Sabrina!" terdengar suara Bu Yeni memanggilnya dari pintu utama di ruang tamu.
"Iya bu," gegas Ia menghampirinya.
"Ini tolong berikan pada Azka," Bu Yeni menyodorkan sebuah paket yang berbentuk kotak kecil di bungkus rapih, terlihat jelas dari tulisannya jika itu adalah paket dari online shop.
"Oh iya, Buk. Tapi, apa Tuan Azka sudah pulang?" tanya Sabrina seraya menerima paket yang di berikan Bu Yeni.
"Sudah! Dia ada di kamarnya barusan sudah pulang." Bu Yeni kemudian berjalan ke arah depan rumah menyambut mobil Pak Yuzril yang baru saja tiba di luar pagar.
Dengan perasaan tegang Sabrina mencoba melangkahkan kakinya menaiki anak tangga dengan kaki bergetar. Entah kenapa ia merasa takut menemui Tuan Azka. Seketika langkahnya terhenti di tengah-tengah anak tangga. Ia mencoba menetralkan perasaan serta mengatur nafasnya agar lebih seimbang.
Sesampainya di depan kamar Azka, rupanya Azka lupa untuk menutup pintunya dan membiarkan penutup kamarnya terbuka begitu lebar.
"Permisi, Tuan!" Sabrina memanggil Azka, akan tetapi tidak ada suara balasan dari dalam. "Permisi, Tuan. Ini ada paket untuk Tuan," lanjutnya seraya melangkahkan kakinya sedikit demi sedikit melewati pintu yang sudah terbuka dari awal.
"Ya sebentar!" sahut Azka dari arah kamar mandi. Rupanya Azka tengah membersihkan badannya di kamar mandi. Kemudian ia keluar dan terkejut ketika melihat Sabrina tengah berada di dalam kamarnya persis di dekat pintu. Karena Sabrina hanya berani berdiri di dekat pintu yang sedari awal sudah terbuka lebar.
Seketika mata Sabrina membelalak tajam melihat sesuatu yang tidak pantas di saksikan. Gegas ia membalikan badannya membelakangi Azka.
"Maaf, Tuan. Ini paketnya saya taruh di meja!" Dengan tubuh gemetar ia menaruh paket Azka di meja kecil yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Gegas ia berlari keluar kamar dan meninggalkan Azka yang hampir telanjang.
Sesaat setelah Sabrina pergi, Azka baru menyadari jika ia lupa belum memakai handuk dan hanya memakai celana dalam saja.
"Oh My God. pantesan dia lari terbirit-birit." Azka tersadar ketika ia melihat tubuh bagian bawah terbuka begitu lebar.
"Lagian apaan sih itu cewe, maen masuk-masuk aja ketuk dulu kek," celoteh Azka seraya menutup pintu dan mengambil paketnya.
Ternyata itu adalah paket hadiah yang akan di berikan pada Steeven. Pertunangan Steeven tinggal menghitung hari begitupun dengan perjanjian antara Azka dan Sabrina.
Setelah Sabrina berlari secepat kilat dan sampai di ruang kamarnya, ia begitu terlihat gugup, tangannya gemetar serta suhu tubuhnya tiba-tiba berubah menjadi panas dingin.
"Ya, Tuhanku!"
Nafas Sabrina berhembus begitu kencang sampai ia susah untuk mengaturnya. Bayangan Azka yang berdiri di depan matanya tanpa sehelai pakaian dan hanya memakai celana dalam dengan postur tubuh tinggi berisi atletis bak pemain basket membuat perasaan Sabrina menjadi tidak karuan.
Ia terus mencoba menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, namun bayangan itu tidak juga menghilang. Terlebih dengan jelasnya ia tak sengaja melihat bentuk isi celana dalam Azka begitu tegap bagaikan angka satu.
"Mimpi aga gue semalam," gumamnya seraya menepuk-nepuk keningnya dengan kasar.
"Hey hey! Kamu kenapa?" tanya Nazwa yang tiba-tiba masuk ke ruang kamar dengan heran melihat wajah Sabrina yang begitu memerah.
"Engga apa-apa, Naz," jawab Sabrina tersenyum tipis.
"Kalo aku perhatiin ya, belakangan ini sikap kamu kok jadi aneh sih, Rin!" Nazwa mulai curiga dengan tingkah laku Sabrina.
"Masa sih, Naz? Cuma perasaan kamu doang kali, aku biasa-biasa aja," jawab Sabrina gugup.
Nazwa hanya mengkerutkan keningnya dan berlalu begitu saja keluar kamar meninggalkan Sabrina.
Kegelisahan Sabrina semakin bertambah ketika mendengar suara getaran dari dalam lemari dan benar saja tebakannya, di layar gawainya terlihat ada panggilan masuk dari Tuan Azka, tidak mau membuat Azka semakin geram gegas ia menggeser tombol berwarna hijau di layar ponselnya.
"Hallo, Tuan!" sapa Sabrina dengan gugup.
"Hey ngapain kamu tiba-tiba masuk kamar saya? Ketuk pintu dulu kek main nyelonong aja masuk kamar orang! Sengaja kamu ya pengen lihat body saya!" murka Azka pada Sabrina.
"Maaf, Tuan. Tadi pintunya sudah terbuka lebar, saya panggil tapi tidak ada jawaban makanya saya mencoba berjalan lebih ke dalam agar dapat didengar oleh Tuan," sanggah Sabrina dengan bahasanya yang begitu lembut.
"Pintu kamar Saya selalu tertutup Sabrina!" sergah Azka.
"Saya bersumpah, Tuan. Saya tidak berbohong." Sabrina terus membela diri meyakinkan Azka.
Azka menutup telponnya sepihak. Ia mengambil leptop dari lacinya dan mengecek cctv satu jam yang lalu. Terlihat jelas di dalam video yang ia lihat di leptop jika pintunya memang sudah terbuka begitu lebar sebelum Sabrina masuk ke dalam kamarnya.
Azka baru menyadari memang ia sendiri yang telah lupa menutup pintu. Akan tetapi, ia enggan untuk mengakui kesalahannya pada Sabrina. Gegas ia mengambil gawainya hendak mengirimkan pesan di aplikasi hijaunya pada Sabrina.
[Jangan lupa untuk besok. Kamu tenang saja, saya yang akan membuat alasan pada mamah saya. Kamu cukup diam dan nurut.] Pesan yang di kirim Azka.
Namun, pesan itu masih ceklis satu dan berwarna abu-abu. Rupanya, Sabrina belum membuka pesan darinya.
Gegas Azka keluar kamar dan mencari Sabrina untuk mengecek keberadaannya. Rupanya Sabrina tengah berada di dapur dan mencuci piring. Kebetulan sekali terlihat Bu Yeni tengah duduk santai di dekat kolam seraya membaca majalah kesukaannya.
"Mah aku mau minta izin," ucap Azka yang seketika menghampiri Bu Yeni.
"Izin apa sayang?" tanya Bu Yeni pada anak tunggalnya itu.
"Besok Steeven tunangan sama pacarnya," ucap Azka seraya duduk di samping Bu Yeni.
"Ya terus kamu mau tunangan juga sama Paula?" tanya Bu Yeni yang membuat Azka tersentak.
"Ya enggak lah, Mah," sanggah Azka.
"Ya terus?" Bu Yeni melanjutkan pertanyaannya.
"Steeven bilang Art dia pulang kampung, terus enggak ada yang bantu-bantu di rumahnya. Aku berinisiatip mau bawa Sabrina buat bantuin mamahnya Steeven. Paling minjem satu hari doang, Mah. Pasti malamnya di pulangin lagi entar bareng sama aku pulangnya," celoteh Azka yang mulai menyiasati rencananya.
"Oh ya sudah kamu anterin saja besok ke rumah Steeven. Kalo cuma sehari mamah sih enggak apa-apa. Tapi bilang sama Steeven, uang tip buat Sabrina jangan sampai lupa. Kan kasihan dia bantu-bantu keluar tenaga," jawab Bu Yeni yang membuat hati Azka semakin semringan karena berhasil membujuk mamahnya walaupun dengan berbohong.
"Oke, Mah!" ujar Azka dengan semangat.
"Eh iya, kamu tanya Sabrinanya mau apa enggak dia," saran Bu Yeni.
"Mau katanya, Mah. Kemarin sudah aku tanya," jawab Azka.
"Oh iya udah kalo gitu." Bu Yeni kembali melanjutkan membaca majalah kesukaanya di sore hari dengan cuaca yang cukup cerah.
Azka kembali ke kamarnya.
'Yes akhirnya berhasil,' batin Azka seraya merebahkan tubuhnya di atas kasur dan hendak menyusun rencana selanjutnya.