Entah apa yang terjadi pada perasaan Bramantio di malam ini. Dimana mentari belum juga menampakkan sinarnya, entah kenapa ia merasa melewatkan malam ini dengan waktu yang begitu lama. Sudah tidak sabar rasanya dengan hari esok. Bramantio sudah tidak mau menunggu lama-lama lagi untuk segera bertemu dengan Reyno menantunya, guna menanyakan langsung tentang kebenaran Sabrina, meskipun penderitaan putrinya itu telah berlalu. Terlebih lagi ia tidak mengetahui tentang keberadaan Sabrina saat ini.
'Dimana kamu, Nak. Maafkan Ayah yang tak pernah menemuimu di penjara.' batin Bramantio yang tak pernah luput dari rasa bersalahnya terhadap Sabrina putrinya.
Semenjak Sabrina menginjakkan kakinya di sel jeruji besi, Bramantio hanya 2 kali saja menengok Sabrina. Selebihnya tak pernah terlihat lagi wajah gagahnya di hadapan putrinya. Sampai saat terakhir masa kurungan Sabrina. Sampai detik ini pun Bramantio tidak mengetahui dimana keberadaan Sabrina.
Rupanya sesuatu yang telah menahan Bramantio agar tidak menemui Sabrina ialah Mesya.
Kala itu, Mesya mengancam akan menggugat cerai Bramantio jika ia tetap nekad menemui Sabrina. Sampai dengan teganya Mesya menyodorkan pilihan pada Bramantio dengan pilihan yang sama sekali tak membuat hatinya lebih nyaman.
Pilihan yang di sodorkan istrinya adalah menuruti permintaan Mesya tak menemui Sabrina, atau jika melanggar rumah tangganya yang akan hancur. Itulah pilihan yang membuat hati Bramantio lebih pedih.
Kedua pilihan itu tak bisa membuat perasaannya lebih baik. Ketika Bramantio telah memutuskan pilihan yang teramat menyakitkan yakni memilih mempertahankan Mesya.
Penyesalan yang begitu besar membuat Bramantio menyangka jika Sabrina telah membencinya sehingga saat keluar dari penjara putrinya tak mau kembali ke kediamannya dan memilih pergi entah kemana.
[Ren, siang ini bisa bertemu Ayah? Kalo bisa, ayah tunggu di Djournal Coffee pukul 2 siang.] Pesan masuk di notifikasi layar ponsel Reyno yang tak sengaja terlihat serta terbaca oleh Cantika.
'Mau ngapain Ayah ngajak ketemu Reyno.' Batin Sabrina penuh selidik.
Tak lama kemudian Reyno keluar dari kamar mandi.
"Cepetan mandi, Yang. Keburu siang lho malu sama mamah," goda Reyno seraya mencubit hidung mancung Cantika.
Setelah Cantika memasuki kamar mandi hendak membersihkan badannya, seketika pula Reyno membuka layar ponselnya dan membaca pesan dari Bramantio serta bergegas membalasnya.
[Oh iya baik, Yah. Jam 2 saya sudah ada di Djournal Coffee.] Balas Reyno pada pesan Bramantio.
[Tolong jangan kasih tahu siapa-siapa ya! Hanya kita berdua saja. Ayah ingin bicara 4 mata.] Bramantio kembali mengirimkan pesan.
[Baik, Yah.] Balas Reyno.
Cantika yang penuh dengan rasa penasaran mencoba mencuri kesempatan agar bisa melihat ponsel Reyno.
"Yang! Aku minjem hp kamu dulu dong, sebentar aja. Hp aku lowbath mau nelp temen aku soalnya mau ketemuan hari ini," rengek Cantika seraya menadahkan kedua telapak tangannya setelah mereka duduk di kursi makan.
"Oh boleh ni." Tanpa pikir panjang Reyno menyodorkan ponsel miliknya pada Cantika.
Dengan melayangkan senyuman manis di bibir merahnya, Cantika meninggalkan ruang makan yang saat itu tengah sarapan bersama, sedikit menjauh dari Reyno. Gegas ia memijat ponsel suaminya dan melihat pesan di aplikasi berwarna hijau di layar ponsel Reyno.
Berapa terkejutnya Cantika ketika melihat pesan dari Ayahnya telah di hapus oleh Reyno. Cantika semakin penasaran dan tak mungkin tinggal diam.
"Udah nelponnya, Yang?" tanya Reyno sesaat setelah Cantika mengembalikan ponselnya.
"Enggak terhubung, Yang." Cantika mulai beralasan.
Tak perlu menunggu lama untuk menjelang siang, terlihat Reyno tengah bersiap-siap hendak pergi.
"Kamu mau kemana, Yang?" selidik Cantika ketika melihat Reyno sudah bersiap-siap, ia berpura-pura seakan tidak mengetahui pesan whatsup dari Ayahnya.
"Mau ketemu rekan kerja, sudah lama tidak bertemu. Ada yang hendak aku bicarakan," alasan Reyno membuat Cantika semakin curiga.
"Oh oke. Aku juga izin mau ketemu temen aku ya," ucap Cantika dengan nada manja.
"Mau aku anterin dulu enggak?" Reyno menawarkan diri.
"Enggak usah, Yang. Aku mau bawa mobil sendiri aja ya soalnya takut lama," jawab Cantika dengan alasan yang cukup masuk akal.
"Oke kamu hati-hati ya bawa mobilnya, aku pergi dulu sebentar," ucap Reyno seraya mengusap lembut pipi kiri Cantika.
"Kamu juga hati-hati, Yang." Cantika mencium pipi Reyno.
Gegas Reyno keluar rumah dan mulai melajukan mobilnya membelah jalan raya menuju Djournal Coffee tempat bertemu Bramantio mertuanya.
Reyno dan Bramantio saling sapa satu sama lain setelah bertemu dan duduk berdua di kursi tempat mereka menentukan pertemuan seraya memesan minuman.
"Sebenarnya apa yang hendak Ayah bicarakan?" Reyno mulai membuka percakapan.
"Iya, Ren. Sebelumnya Ayah minta maaf harus berbicara ini sama kamu. Tidak ada maksud apa-apa melainkan hanya ingin penjelasan agar tidak terus menjadi teka-teki," ungkap Bramantio pada Reyno.
"Bicara saja, Ayah. Jangan sungkan," jawab Reyno sambil menyeruput kopi.
"Apa yang sebenarnya terjadi sesaat sebelum kecelakaan kamu 3 tahun lalu? Apa benar kamu melihat dengan kedua mata kamu jika Sabrina pelakunya?" tanya Bramantio dengan nada sedu penuh selidik.
"Apa?" Reyno terperanjat mendengar ungkapan Bramantio.
"Maafkan, Ayah. Baru sekarang Ayah berani bicara tentang Sabrina," lirih Bramantio.
Rupanya Reyno sama sekali tidak mengetahui mengenai fitnah kezi yang di layangkan pada Sabrina.
Cantika dan Mesya mengatur semua keluarga agar tidak ada yang memberitahukan kasus Sabrina pada Reyno dengan alasan demi kesehatan Reyno.
"Ayah berani bicara dan menanyakan hal ini sama kamu karena melihat kondisi kamu sudah membaik," imbuhnya.
"Jadi, apa yang sebenarnya sudah terjadi semasa aku lumpuh, Yah?" tanya Reyno semakin penasaran.
"Sabrina di penjara selama 3 tahun dengan tuduhan telah mencelakai kamu," tutur Bramantio dengan bola mata berkaca-kaca hendak mengeluarkan air bening akan tetapi ia mencoba membendungnya.
"Apa! Ya Tuhan." Seketika Reyno terkejut mendengar penuturan Ayah mertuanya. Ia tidak pernah menyangka jika Sabrina telah melewati penderitaan yang begitu berat karena ulahnya.
"Kenapa masalah sebesar ini harus di sembunyikan dari aku, Yah?" Imbuhnya.
"Cantika meminta kita semua menyembunyikan hal ini dari kamu, dengan tujuan baik. Agar kamu tidak setres dan kondisi badanmu cepat membaik," jelas Bramantio.
Padahal salah satu saksi kunci kasus Sabrina adalah Reyno.
"Jadi apa Sabrina memang benar pelakunya?" Bramantio kembali melanjutkan pertanyaannya.
Namun, belum juga Reyno menjawab pertanyaan Bramantio, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki berlari mendekat ke arah mereka berdua dan memanggil Reyno.
"Yang!" Cantika berlari ke arah tempat duduk Reyno. Rupanya wanita bertubuh semampai ini telah mengikuti Reyno sejak awal berangkat dari rumah dan sedari awal telah mendengar percakapan mereka berdua dari jarak yang tak terlalu jauh. Kecurigaannya kali ini benar jika ada yang di sembunyikan dari dua pria kesayangannya itu.
Cantika mencoba memotong pembicaraan Bramantio dan Reyno, agar suaminya tak menjawab apa-apa sebelum ia mengetahui terlebih dahulu cerita sebenarnya.