webnovel

Cinta Sabrina

20+ Sabrina Anastasya Bramantio, gadis cantik berusia 23 tahun itu terpaksa harus menelan pil pahit secara bersamaan dalam hidupnya. Dia tidak pernah menyangka hidupnya akan hancur bagaikan pecahan kaca. Kehancurannya berawal dari kekasihnyanya Reyno Prasetiyo yang selama 3 tahun bersama, akhirnya malah menikahi adik tirinya, Cantika Zaipahusna. Hingga suatu hari, Reyno mengalami kecelakaan yang nyaris merenggut nyawa. Sialnya, Cantika menuduh Sabrina yang mencelakai Reyno, karena semua bukti-bukti mengarah padanya. Peristiwa itu terjadi begitu saja dan berhasil membawa Sabrina ke penjara atas dakwaan kelalaian. Siapa sangka, saat ia memulai kehidupan baru dengan menjadi asisten rumah tangga, di tempatnya bekerja dia menemukan sosok Azka Purnama Assegaf, putra dari majikannya. Wajah tampan dan sikap bijaksana yang dimiliki Azka, nyatanya berhasil menarik perhatian Sabrina. Pun sebaliknya. Azka juga perlahan mulai terkesan dengan sikap lugu Sabrina. Seiring berjalannya waktu, akhirnya mereka saling dekat dan mempunyai perasaan yang sama. Akan tetapi, hati Sabrina kembali dipatahkan, saat mengetahui bahwa Azka hendak dijodohkan dengan wanita pilihan orang tuanya. Sakit. Hatinya bak hancur berkeping-keping. Untuk yang kesekian kalinya Sabrina terjerembap ke dalam lubang lara. Bagaimana kelanjutan kisah Sabrina dan Azka? Akankah pada akhirnya perjodohan itu berjalan dengan mulus, hingga mereka bisa bersatu? Mampukah Sabrina membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah?

Miss_Pupu · Urban
Not enough ratings
292 Chs

Bab 152-Dendam yang kian membara

Setelah mengucapkan bela sungkawanya, Dokter yang bertugas kemudian berjalan pergi melaksanakan tugas yang lainnya yang sudah menunggu.

Bak disambar petir, seketika tubuh Samudra terasa remuk sampai ke tulang. Wajahnya mematung, tatapannya kosong, hembusan nafasnya terasa cepat dan tak beraturan.

"Tidak!"

Samudra mencoba menepisnya. Ia kemudian mengumpulkan tenaga untuk berlari ke permbaringan ibunya seraya berteriak. "mamah!"

Dipeluknya tubuh Sindi yang kali ini tampak tak seperti biasanya, kelopak matanya menutup rapat, tubuhnya kaku, wanita paruh baya itu sudah tak lagi menanggapi ucapan Samudra.

"Mah! Bangun, Mah! Jangan tinggalkan aku, aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Bangun, Mah! Bangun!"

Bulir bening yang sedari tadi terbendung di kelopak matanya, akhirnya luruh tanpa bisa dikendalilan lagi. Lelaki berdarah dingin itu akhirnya menangis sejadi-jadinya tanpa bisa lagi menahan diri.

"Mah!" teriak Samudra sekencang-kencangnya.