Aura pagi sedang menghampiri, sejuk dan asri. Embun yang basah memberikan sejuta makna bagi pagi cerah seperti ini. Vierra memulai hari dengan mandi serta berendam di bathub. Dia memulai mengganti topik fikiran dengan keinginan menyegarkan akalnya dengan berlari pagi.
Usai dengan gelutan dikamar mandi, Vierra sekarang sudah berpakaian dengan mengenakan kaos olahraga dan memakai sepatu. Dia keluar kamar dan menuruni tangga.
Rumah ini adalah rumah baru yang sudah ia tinggali hanya sehari saat satu tahun yang lalu sebelum terbang ke Jerman. Gadis itu berada diruang tengah rumahnya, ternyata abangnya sudah menunggunya disana untuk lari pagi bersama. Mereka keluar perkarangan mengelilingi komplek dengan berlari kecil sambil berbincang seadanya.
"Bang?!..." panggil Vierra yang hanya dijawab deheman oleh sang kakak yang ada disebelahnya.
"Lo tu?… mmm gak mau apa cari yang pasti-pasti aja. Apa lo masih dengan cewek-cewek yang sama?" tanya Vierra. Mendengar ucapan adiknya itu, larian sang kaka langsung terhenti.
Bukankah seorang adik akan jenuh melihat kakaknya hanya bermain dengan beberapa wanita tanpa setia dengan satu wanita. Itu yang Vierra fikirkan sekarang.
Bukankah patah hati abangnya hanya luka lama yang sudah mati, tapi Vierra benar-benar tidak mengerti dengan sifat kakanya itu sekarang. Vierra sengaja mengetahui kepedihan abangnya dahulu, mengenang wanita tanpa tau caranya berhenti, berharap tanpa tau rasanya sudah tersakiti dan percaya tanpa tau ia sudah terkhianati.
Vierra sangat menyayangi abangnya walaupun tidak menunjukkannya dengan kasih sayang berlimpah. Hanya saja dia tidak ingin berpura-pura menghibur Sena dengan kepeduliannya. Vierra sangat tahu kalau itu akan membuat abangnya berhenti percaya diri.
Satu cara yang biasa Vierra lakukan tanpa mengasihani kakanya adalah dengan membuatnya ada dalam setiap duka Sena tanpa bersembunyi dan pergi.
"Wait wait! maksud kamu?" Jawab sena bingung.
"Ya…. Maksudnya, lo gak mau apa nyari pendamping buat diri lo. Nikah gitu. Inget umur!" ini kali pertama Vierra mengungkapkan kepeduliannya lagi tentang asmara abangnya walaupun ia tahu akan mendapat sanggahan yang membawanya pada rasa keingintahuan yang sia-sia.
"Gini ya Ra, nyari yang pasti tu susah banget. Abang pengennya satu untuk selamanya, jadi ya harus sabar kalau mau dapat yang pasti." Sanggahnya menjelaskan. Vierra merasa jengah sekarang.
Jelas ungkapan Sena hanya menanggapi pertanyaan adiknya dengan sebuah peryataan alasan yang hanya membuat Vierra jengah sendiri.
"Ck, terserah. Tapi, lo pernah jatuh cinta sama salah satu kecengan lo, kan?" tanyanya lagi.
"Bisa dibilang abang sedang mencari yang pasti, dek. jadi doa'in abang ya adekku. Hehe" seloroh Sena terkekeh karna permintaan do'a pada Vierra sambil memegang pucuk kepala Vierra.
"Ihhhh…. Bye! Gue duluan!" lekas-lekas Vierra berlalu sambil berlari meninggalkan abangnya yang masih berdiam diri, cengo.
"Yee… malah ninggalin," gumamnya . "Tungguin abang Ra!..." Teriak Sena dengan suara bariton memanggil sang adik yang berlari kencang. Tanpa menunggu lagi, selanjutnya kakinya berlari mengejar Vierra cepat.
Ditengah lariannya Vierra terhenti, matanya seperti menelisik seseorang. Seseorang yang tengah berada dibibir danau dengan pohon beringin disekelilingnya. Lekat-lekat ia melihat pemuda itu. Seorang laki-laki dengan perawakan tinggi dan mempunyai kulit hitam manis. Ulasan senyum kecil tanpa ia sadari sedang terpatri diwajahnya sebab pemandangan yang membuatnya tersentuh.
Tidak sadar, satu detakan didada membuatnya terlonjak kaget. Ia sedikit terperangah dengan mata dan mulut yang melebar. Sekonyong-konyong, ia menempelkan telapak tangannya pada dadanya. Sungguh, ia tidak percaya dengan apa yang ia rasakan sekarang. Satu detakan hebat itu mencekik dirinya sekaligus membuatnya perasaanya seolah melayang.
Dia melihat laki-laki itu sedang memperhatikan sayap burung merpati yang ada digenggamannya. Dia melihat bahwa burung itu memiliki masalah pada sayap sebelahnya, sepertinya sayapnya sedikit terkoyak. Oleh sebab itu, laki- laki itu mengambil sapu tangan dari kantong celananya untuk membungkus sayap burung dara tersebut.
Senyuman Vierra masih bertahan diwajahnya sampai akhirnya tiba-tiba dia menurunkan kedua sudut bibirnya karna kedatangan seorang wanita yang menghampirinya. Tiba-tiba abangnya datang dengan nafas yang terengah-engah.
"Ra! la… lari kamu kenceng ba.. banget.." ucap sena dengan nafas terengah. Tetapi orang yang diajak bicara tidak merespon. "Ra! Ra… ARA!" sarkasnya teriak diakhir yang membuat Vierra langsung sadar karna keterkejutan.
"Ck ! ihhhh…. Ngagetin aja!." Ucapnya ketus.
"Kamu dari tadi bengong gitu, abang kirain kamu kesambet pohon beringin yang disitu," tunjuk Sena pada pohon beringin lebat yang berada tidak jauh dari tempatnya.
"Heh, udah ah, ganggu! Gue pergi!!" Decaknya sambil berlari meninggalkan Sena.
"Yah… apa yang tu anak liat sampai kesambet bengong gitu?!..." duga Sena membatin sambil melirik tempat tersebut kekanan dan kekiri. "Ck!! Gak ada apa-apa… RA!... tungguin Abang!..." panggilnya teriak.
***
Vierra sekarang sudah membersihkan diri dari keadaan bau keringat setelah berlari, dia sedang santai duduk diruang tengah sambil menonton tv sampai ayahnya datang dan mengambil tempat duduk disamping Vierra.
"Kamu nonton apa?" tanya sang Ayah membuka perbincangan.
"Nggk, cuma cari channel yang bagus." Jawabnya santai sambil mengutak-atik remot yang di pencetnya.
"Mmmm... kamu selama dijerman ada pacar?".
"Gk... gk ada. Tunggu...." Vierra langsung melirik wajah ayahnya seperti meminta penjelasan. "Papa kenapa nanya soal itu, tumben banget," Imbuhnya. Tatapan selidik membuatnya penasaran.
"Yah.. karna Papa cuma ingin tau saja bagaimana pergaulan kamu disana." Ungkapnya lembut.
"Tenang aja Pa! kalau soal itu Ara bisa atur." jawabnya meyakinkan dan diakhiri dengan senyum lebar pada Papanya.
"Tapi, kalau kamu dijodohkan apa kamu setuju?" Ucap sang ayah sambil mengusap surai rambut anaknya. Ucapan itu seketika membuat Ara terlonjak kaget.
"Papa mau jodohin Ara?" Ucapnya menilik tajam ayahnya.
"Emm... kalau kamu mau kenapa enggk." Kata sang ayah menenangkan putrinya.
"Wah wah... Papa ngikutin budaya Siti Nurbaya nih.. jadul banget"
"Yahh... Papa rasa itu buka ide yang buruk. Maka dari itu Papa tinggal disini"
"Jangan ngaco deh, Pa, emangnya papah tinggal disini karna apa?" Tanyanya bingung
"Karna, calon kamu ya ada disini..." kata Pak Husein lugas.
"Wah Papa ngaco... masa gara-gara perjodohan sampai Papa beli rumah disini," Ucapnya tidak percaya
"Bukan cuma itu alasannya, rumah itu Papa jual karena akan dibangun hotel disana dan itu juga berarti bahwa kamu bisa mencoba kenal sama dia" ucap Pak Husein.
"Ok.. ok.. tapi kalau aku gk suka gimana.. hayo?".
"Ara kan harus sekolah juga, Pah? Emang mau liat Ara cepet nikah? Ara aja pengen lama-lama duduk sama kalian disini."
"Mmm... nggak apa! Kamu tinggal milih sendiri apa yang hati kamu inginkan. Papa ngerti, Papa juga nggak mau kamu nikah muda, Papa Cuma ingin liat kamu sama laki-laki yang baik yang bisa jaga kamu, biar Papa nggak khawatir" Tuturnya yang hanya dibalas senyuman dengan anggukan keras oleh anaknya.
"Hm, Ara nggak perlu dikhawatirin kali, Pah, Ara kan udah gede, di Jerman pun Ara bisa mnadiri, kok, itu mudah bagi Ara, Pah." Jelas Vierra.
"Kan disana ada Gio."
"Iya, sih, tapi kan Ara juga bisa jalan-jalan sendiri, mandiri lah gitu, Ara nggak usah di jodohin, Pah, nggak enak tau."
"Terserah kamu saja, nanti liat dulu orangnya seperti apa, OK. Papah yakin kamu pasti suka, anaknya baik dan rupawan, kamu pasti suka."
Heh... Vierra menghela nafasnya dan pasrah mendengar ucapan sang ayah.
"Terserah Papa, deh, tapi kalau Ara nggak suka, jangan paksain Ara ya, Pah?"
"Iya, Papa ngerti."
Vierra dengan senang memeluk sang Ayah erat. Namun tiba-tiba, Sena datang membuat Vierra menyembulkan senyum nakal.
"Oya Pa!, kenapa gk bang Sena aja yang dijodohin, biar ada kepastian!..." Ucapnya membesarkan nada suaranya ketika melihat abangnya datang.
Sena yang mendengar celaan sang adik dengan cepat Sena langsung mengambil tempat duduk dan melihat Vierra bingung.
"Kamu ngomongin jodoh, jodoh apa?!" sergah Sena meminta penjelasan.
"Ya jodohin lo lah Bang, biar serius sama satu cewek." Ucapnya menyudutkan.
"Kamu nggk ngerti sih, abang tu nyari yang cocok sama abang," jawabnya membela diri.
"Kalau lo masih nyari terus dan gk memberi mereka kepastian, mereka akan kabur Bang. Coba lo nyari satu aja yang buat lo sedikit pasti dengan perasaan lo sama dia. Gue percaya pasti lo akan mendapat yang lo mau." Penuturan menegaskan dari Vierra.
Rasanya ucapan sedari dulu ia ingin ucapkan sudah berdalih manjadikan nya lebih percaya dengan keadaan baik seperti ini. Dia masih belum tau tentang kenangan abangnya yang sudah lebih dari 3 tahun terkubur. Ia merasa dengan sikap abangnya yang lebih stabil dari sebelumnya membuatnya tidak segan lagi menanyakan prihal jodoh kepadanya.
"Wah wah... kamu beralih jadi guru cinta sekarang, Ra?... emang pernah jatuh cinta kamu? tumben pintar gitu! Hahahha" Ketawa Sena membuat Vierra berdecak kesal.
"Ck! Males ngomong sama, lo.. ihh," ketus Vierra dengan lengosan marah. Melihat raut wajah Vierra, Sena masih tertawa kecil membuat Vierra semakin kesal.
Vierra pergi dengan sebalnya kehalaman belakang, duduk dikolam sambil mengepakkan kakinya kedalam air. Sesekali dia teringat dengan pemuda yang dia temui dipinggir sungai, tapi entah rasanya dia kecewa kalau saja laki-laki itu mempunyai dambaannya sendiri, rasanya mendekatinya akan sangat sulit. "heh" desahan lemah vierra kembali terdengar.
Vierra selalu saja bergelut dengan akalnya membuat nyeri kepala sesekali menghampiri. Dia mencoba berharap dalam hatinya kalau laki-laki itulah yang akan dijodohkannya. Hal itu akan sangat menyenangkan bagi Vierra. Seketika raut wajah Vierra mengeluarkan senyum malu-malunya saat memikirkan dia akan dijodohkan dengan pria itu. Rasanya dia akan terbang. Ketika perasaannya membuncah, dia tidak bisa mengendalikan dirinya. Tetapi untuk perasaan sedihnya, dia paling pintar menutupi.
Setelah berkhayal lama dengan perasaannya, malam pun datang diiringi bintang kelap-kelip. Sungguh indah suasana yang dibuat tuhan untuk semesta ini. Sekarang Vierra sedang bercanda ria dengan ponselnya dikamarnya. Sesekali dia tertawa melihat sesuatu yang ada ditelepon pintarnya itu. Tetapi, dengan sekejap ketukan pintu dari luar kamarnya membuatnya terhenti dari aktivitasnya sekarang.
TOK TOK...
"Vierra...!!?" panggil Mamanya dari balik pintu.
Saat mendengar namanya terpanggil, Vierra lansung keluar dengan memakai kaos oblong.
"Kenapa Ma?..." tanya Vierra.
"Ra, kamu ganti baju yang rapi, terus turun kebawah, ya. Mama tunggu. Cepetan ya." Ucap Ibu Nona cepat dan langsung berlalu tanpa menunggu jawaban dari vierra.
"Ma...!" panggil Vierra tapi tidak direspon oleh sang mama.
"Mama apaan si, emang ada apaan?" Gumamnya membatin.
Vierra tidak memikirkan apapun lagi selain mengikuti perintah mamanya tersebut. Dia mengambil baju biasa tapi terlihat cantik saat dipakainya. Dia sedikit memoleskan lipstik dibibirnya yang terlihat pucat.
Saat sudah selesai dengan riasan dan dressnya, barulah ia keluar perlahan berjalan menuju tangga untuk kebawah. Dia berjalan santai sampai pada anak tangga terakhir, akhirnya dia melihat diruang makan terdapat beberapa orang tengah makan sambil berbincang ria.
Vierra membuyarkan lamunan nya dengan menggantikan dugaannya bahwa ini tidak seperti yang dikatakan ayahnya tadi siang. Kalau pun benar dia harus tau dan melihat dengan seksama siapa yang akan dijodohkan dengannya.
Vierra sekarang sudah berada pada anak tangga terakhir dan berjalan mendekati meja makan. Dia mengambil langkah dengan anggun, perlahan mendekati kedua orang tuanya.
"Vierra?" sapa Ayahnya yang hanya dibalas senyuman olehnya.
"Kesini!" Imbuh pak Husein sekali lagi dengan menyuruh gadis itu duduk disamping nya.
Terlihat diruang makan keluarga Vierra dan seorang pemuda dengan ayahnya. Vierra masih belum sadar dengan situasi saat ini dan hanya melihat Papa-nya, sampai perkenalan keluarga itupun terjadi.
"Perkenalkan ini anakku, Vierra, yang baru pulang dari Jerman" ucapnya memperkenalkan kedua Vierra. Sena menampilakan senyum hangat dan Vierra hanya mengangguk dengan senyuman manis diwajah tirusnya.
"Vierra, kenalkan ini Om Putra dan ini anaknya Hasta." Ucap Ayahnya memperkenalkan dua orang tamunya itu. Dia hanya melihat teman Ayahnya itu dan tersenyum. Namun, ketika sang Ayah memperkenalkan anak temannya, barulah mata Vierra sedikit mengerjap tidak percaya melihat wajah pemuda itu.