webnovel

Cinta Pertama Jingga

Hari itu, tanpa kesengajaan, Jingga terbangun di kamar hotel bersama seorang pria. Jantungnya berdegub kencang saat mengetahui Andra-lah yang bersamanya di kamar itu, pria yang ia cintai sejak kecil. Pernikahan menjadi jalan satu-satunya untuk membersihkan nama kedua keluarga yang terlibat di sana. Berat hati Andra nikahi Jingga meskipun di hatinya sudah bertahta gadis manis dan itu bukan Jingga. Apa mereka akan bertahan? Atau Jingga akan melepaskan Andra karena tak ada cinta untuknya dan nama keluarga mereka sudah membaik? Story by Pelantun_Senja.

Pelantun_Senja · Urban
Not enough ratings
389 Chs

Keputusan Dipercepat

Bukan satu tahun, satu bulan atau mungkin satu abad dalam bayangan Andra. Kali ini dia duduk terpaku tanpa bisa mengelak saat palu itu terketuk dan telah ditetapkan kapan pernikahan itu berlangsung.

Bukan atas dasar persetujuan Jingga saja, melainkan kondisi usaha yang tak kunjung membaik paska kejadian di hotel waktu itu, ditambah lagi banyak para wanita yang akhirnya muncul karena terkena dampak dari gombalan Andra.

Dia tidak main aman sama sekali, dengan alasan ingin mencari jodoh, dia dekati banyak wanita yang biasa ia temui di club untuk menjalani masa penjajakan.

Mereka tidak menuntut, justru mereka membuat komunitas para wanita yang tersakiti oleh Andra untuk mendukung Jingga mendapatkan keadilannya sebagai seorang wanita.

Belum lagi, masih baru dan hangat tadi, bahkan kemarin mata Jingga menangkapnya sendiri, ini bukan mata-mata keluarganya melainkan dari tim luar yang tidak lain pesaing perusahaan.

Mereka menangkap kehadiran wanita di unit Andra sebelum akhirnya tampak Jingga ke luar dengan mata basah di sana.

"Kamu tahu konsekuensinya buat usaha dan diri kamu sendiri?" tanya Faren, pemegang utama perusahaan itu.

"Tahu, Pap." Andra pakai saja panggilan akrab mereka pada tuan besar itu.

"Kita udah usaha buat kondisi ini membaik, kerja keras dari semua tim kamu hancurin lagi dalam sehari, Andra. Kebayang nggak sama mereka yang harus mondar-mandir, bungkam dan klarifikasi sana-sini buat kamu, bahkan Jingga mikirin keluarga kamu. Oke, nggak apa kalau kamu nggak mau nerima tuntutan mereka buat nikah sama Jingga, no problem!" ungkap Faren. "Tapi, satu kesempatan lagi buat kamu berfikir masalah keluarga kamu, Jingga nggak akan turun lagi, kamu pikirin sendiri."

Andra pandangi wajah Jingga yang tampak kaku di depan sana, gadis itu duduk di samping tuan besar rumah dan perusahaan itu dengan garis wajah yang tak bisa ia goyahkan.

Tubuhnya saja yang kecil, tapi jangan ragukan setiap langkah yang Jingga ambil, dia tidak akan serta merta menunduk dan menindas kalau sampai apa yang ia pertaruhkan tidak dihargai sama sekali.

Anggap saja Andra begitu takut keluarganya kelaparan kalau sampai ia putuskan berusaha sendiri tanpa bantuan dari pihak keluarga Jingga, bisa jadi juga ibunya hilang harapan akan menantu yang sangat dicintai akhir-akhir ini.

Namun, bisa apa dia kalau sampai detik ini hatinya hanya untuk Amel? Masa bodoh dengan para wanita sebelum Amel, toh ia bertemu juga tidak dalam kondisi sempurna, mereka sama-sama pecinta dunia malam. Tapi, masa depan Jingga tidak mungkin dirusaknya, Andra masih takut akan apa yang ia lakukan kembali menyakiti Jingga nanti.

"Jingga," panggilnya.

Jingga lantas menoleh, tidak ada yang bisa ia perbuat saat ini selain menunggu keputusan keluarga, Jingga tahu ayahnya tak akan rela dia menikah dengan pria nakal semacam Andra meskipun sampai detik ini ada rasa cinta di hatinya, masih utuh.

"Kakak mau bicara apa?" tanya Jingga karena tak kunjung ada kelanjutannya.

Andra ajak Jingga duduk di teras itu sebentar, pilihan yang sulit, antara masa depan keluarga dan Jingga, dia adalah manusia yang buruk, Andra akui dan merasa tidak pantas di sana.

"Gu-gue sebelumnya minta maaf buat kejadian kemarin, gue salah dan gue sadar itu. Jingga, lo tahu gue nakal, lo juga tahu kalau gue cinta banget sama Amel, dia dari puluhan wanita yang berhasil ngebuat aku bertekuk lutut dan nggak mudah ngelepasin dia," ujar Andra. "Gue cuman nggak yakin bisa jadi orang yang baik bareng lo, sedang lo nggak pernah tahu dunia malak itu gimana. Gue takut nyakitin hati lo kalau kita nikah, gue nggak mau lo lihat gue pulang mabuk terus kadang gue kelepasan bareng cewek, gue belum bisa ngelepas itu," imbuhnya.

"Kakak bilang kalau Amel bisa buat kamu bertekuk lutut dan mau berubah, coba mana buktinya? Bahkan, disaat kamu bilang cinta sama Amel, di rumah kamu banyak foto dia, kamu masih bisa tidur sama cewek lain. Mana bukti cinta kamu? Nggak ada, kan? Itu nggak cinta, tapi kebetulan aja sama terus kamu ngerasa nyaman karena nggak diatur, bebas, ngawur!" balas Jingga, ia tunjuk tegas kening Andra.

Jingga putar posisi duduknya hingga mereka saling berhadapan. Tak lupa Jingga angkat dagu Andra agar mata mereka saling menabrak dan paham.

"Aku tahu nggak mudah buat Kakak suka sama aku dan mundur dari dunia itu, tapi cukup mudah buat aku bangkitin semangat ibunya Kakak dengan deketin dan adanya hubungan kita. Anggep aja Jingga egois, mikirin cintanya Jingga sendiri, nggak apa ... Jingga terima, kalau emang dari sisi sana Kak Andra lebih bisa jangkau Jingga, nggak perlu muluk-muluk mikir Jingga itu cewek baik sampe mikir ibunya Kakak, sebatas mana yang kamu bisa, oke?"

Andra mengangguk, bisa ia tarik kesimpulan di mana dirinya lah yang terlalu takut hingga semua hal yang seharusnya mudah menjadu rumit, termasuk niatnya berubah bersama Amel, ada ketakutan di sana kala Amel terganggu dengan larangannya, jadi sampai detik ini mereka masih sama-sama berjalan di sisi yang gelap.

***

"Jadi, tidak jadi ditarik surat pengajuan nikahnya ya ... Tapi, kalian menikah minggu depan, ada slot kosong di sana dan keluarga sudah siap datang ke sini."

Keputusan akan pernikahan itu akhirnya terketuk resmi juga, baik Jingga maupun Andra sama-sama merasa berat karena rumah tangga tak semudah pelafalannya.

Tapi, malam itu Andra sepakat bergandengan tangan dengan Jingga, tangan kecil itu yang nantinya akan menjadi penopang dan perisainya dari segala ketamakan akan dunia yang kelam dan melilitnya.

Walau cinta belum ada dan masih terbelit di hati wanita lain, Andra mencobanya melangkah sekali lagi.

Bila dengan Amel tidak membuatnya berhenti, semoga dengan Jingga ia bisa berhenti meskipun perlahan.

"Yang mau jadi penganten, udah luluran belum lo, Ndra?" Syai tepuk bahu temannya itu.

"Luluran apaan? Boro-boro, urusin klarifikasi aja pegel gue. Lo jangan teledor, bisa kenak media lo!"

"Eh, gue nggak kayak lo, gila! Lo terlalu tahu, Ndra. Tapi, nggak apa lo dapet Jingga, kan ... kali aja dia bisa bikin lo tobat, ahahahahah."

"Nggak masalahnya itu, gue nggak kebayang kalau ketemu Amel lagi nanti, dia kan gitu kalau ngambek pergi, entar balik. Gue harus gimana?" Andra tak sampai hati menghancurkan puing yang sedang diperbaiki bersama kali ini, entah itu perusahaan atau keluarga atau mungkin hati Jingga.

"Huuh, berat sih. Kalau saran gue, udah lo kan nikah, ya sama bini lo aja lah. Maksud gue sama Jingga aja, gimana caranya suka sama dia, gimana caranya lo lampiasin aja sama dia, entar kebiasa sendiri!"

"Kasihan dong jadi pelampiasan!" Andra jitak kepala temannya itu.

"Maksud gue, ehem ... jadi, kayak orang ceramah nih gue. Misal lo lihat cewek cakep di luar, terus lo pengen, pulang aja, gulat sama Jingga. Terus lihat minuman, lo pengen, pulang aja ajak Jingga bikin es. Kalau sama Amel juga gitu, lo deg-degan nih, pulang aja atau hubungin Jingga, semua libatin dia deh!" jelas Syai. "Entar lama-lama lo kebiasa, lagian ini semua buat nyokap lo, kan? Semangat dong lo dikasih jodoh baik, gue belum dapet malah, hilangin deh otak ribet lo itu, mikir nggak bener aja lo!"

"Emang lo bakal berubah juga?"

"Yaiyalah, lo mau gue mati kayak di film azab apa, gila lo!" balas Syai berkacak pinggang.