webnovel

LILY BLACK

Pria berusia sekitar 38 tahun berpenampilan menarik itu menyambut Mayang yang baru saja memasuki rumahnya.

"Kak Lily? Kenapa kakak ke sini?" tanya Mayang heran. Meski begitu Mayang tetap mendekat dan memeluk pria bertubuh kekar tersebut dengan hangat. Tidak ada perasaan segan, yang ada hanya kenyamanan seorang kakak bagi Mayang.

Sekilas melihat penampilannya saat ini, Lily Black seperti lelaki gagah dengan tubuh proporsional, siapa sangka, hatinya selembut wanita yang juga menyukai sesama lelaki. Mayang tertawa geli melihat penampilan kakaknya saat ini.

"Kenapa kau menertawakanku? Ada yang salah dengan penampilanku? Dasar adik tidak sopan! Lama tidak bertemu, kau malah makin kurang ajar pada kakakmu ini, menyebalkan!" Lily mendengus kesal dengan tingkah polanya bak seorang wanita mengambek. Dan itu semakin membuat Mayang tertawa.

"Kak, siapa yang tidak tertawa melihatmu seperti ini? Penampilanmu sangat macho untuk seorang lelaki, tapi kelakuanmu ini? Hadeh, perutku sampai sakit, hahahaha. Kenapa kau tidak berubah sama sekali, hah?" ucap Mayang sambil tertawa terbahak.

Bletak!

Pukulan lumayan keras mendarat di kepala Mayang hingga Mayang reflex memegangi kepalanya dengan mengeluh sakit. Sementara Ben dan Mark melebarkan matanya terkejut namun juga merasa lucu saat ada yang memukul kepala bos mereka, ketika bos mereka itu melakukan perbuatan konyol. Dan pemandangan unik itu hanya mereka temui saat Mayang atau Rose bersama dengan para saudara angkatnya.

"Kenapa kakak pukul kepalaku? Ini sakit tahu?" tanya Mayang yang masih meringis kesakitan.

"Hadiah kecil untuk adik kurang ajar sepertimu! Seriuslah sedikit! Aku ke sini untuk berkunjung, bukan untuk mematahkan tulangmu, Rose!" omel Lily pada adiknya.

"Ehem, baiklah. Aku serius sekarang. Apa yang ingin kakak katakan? Tapi sebelumnya biarkan aku tertawa, Kak. Aku sungguh merindukan Kak Lily, hahahaha!" ucap Mayang yang mulai serius namun itu tidak berlangsung lama, karena sekejap saja ia kembali tertawa.

"Kau bukan merindukanku, kau hanya rindu untuk mengejekku, kan? Dasar kurang ajar! Tapi jujur aku juga merindukan adik kecilku. Kau baik-baik saja, bukan?" omelan masih berlanjut dan setelahnya suasana harmonis saat Lily berkata lembut sambil memeluk Mayang dari samping.

Menerima perhatian dan kasih sayang seperti ini membuat mata Mayang berkaca-kaca.

"Kenapa Tuhan masih peduli denganku, Kak? Kakak datang saat aku membutuhkan sandaran," ucap Mayang yang langsung memeluk Lily dengan erat.

"Menangislah, Rose. Aku tahu kau terpukul saat ini. Menangislah, aku di sini untuk menjadi sandaranmu untuk menangis," ucap lembut sang Lily sambil mengusap lengan adiknya, "Aku juga tahu, arti Rick dalam hidupmu. Ikhlaskan, dia sudah tenang di atas sana, jadi kau juga harus bahagia, ya!" ucapan lembut Lily membuat Mayang yang mendengarkan langsung menangis. Berawal dari isakkan menjadi raungan.

Kehilangan Rick merupakan pukulan berat yang Mayang alami saat ini. Setelah merasakan sedihnya kehilangan anak, kini keluarga kecil yang terdiri dari para anak buahnya meninggalkannya dengan pengorbanan setelah menyelamatkannya. Tangisan itu mewakili betapa hancur dan sedihnya Mayang saat ini. Mark dan Ben memilih keluar dari kamar apartemen tersebut, meninggalkan mereka menikmati kebersamaan dan kesedihan. Tidak sanggup rasanya melihat bos yang mereka sayangi menangis pilu seperti itu.

***

Ke esokan hari di Heldana Corporations…

Duduk di kursi kepemimpinannya, Biantara sedang memeriksa laporan dari beberapa orang di hadapannya. Dan orang-orang tersebut merupakan pimpinan dari beberapa cabang perusahaan Heldana termasuk Wing Entertaimen.

Dan giliran perwakilan Sun Beauty melaporkan kinerja perusahaannya kali ini.

"Sun Beauty mencapai target penjualan dengan angka yang fantastis. Dan hal ini terjadi setelah peluncuran iklan sabun kecantikan Sun Beauty yang Wing Entertaimen garap," ucap perwakilan Sun Beauty yang juga merupakan anak cabang Heldana Corporations lainnya.

"Bagus, tapi aku baru memeriksanya sekilas dan belum melihat hasil akhir. Kata Ceo Wing, hasilnya sangat memuaskan, jadi aku tidak memeriksanya lagi. Tayangkan iklan itu sekarang, aku ingin melihatnya juga!" perintah Bian pada asistennya, Guntur.

Saat iklan kembali diputar, mata Bian langsung terpesona pada sosok gadis yang ada di iklan tersebut. Senyuman manis itu menyempurnakan wajah cantik alaminya. Perhatiannya yang tertuju pada Mayang langsung membawa angannya melambung, seolah-olah dialah tokoh pria dalam iklan tersebut. Sampai-sampai iklan berdurasi sekitar 3 menitan tersebut berakhir, dan Bian tidak juga mengalihkan pandangan kosongnya dari sana.

"Kenapa kamu tidak bisa menerima cintaku dengan mudahnya? Sebenarnya apa kekuranganku di matamu?" gumam Bian dengan sorot mata sayu dan wajah sendu, sambil bertopang dagu, yang masih lekat menatap layar putih besar di depan sana. Tidak sadar belasan pasang mata memperhatikan dirinya dengan tidak percaya.

"Ehem, Tuan Ceo!" Guntur memanggil Bian dengan berdehem. Dan sontak membuat Bian tersadar dari lamunan menyedihkannya. Tanpa rasa malu, karena tidak merasa bersalah telah melamun sesaat tadi, Bian kembali pada kesadarannya dan bertingkah dingin selayaknya kesan yang sedari dulu menempel pada dirinya.

Tidak peduli dengan setiap mata yang memandang aneh dengan perubahan sikapnya.

Masih di tengah pembahasan laporan, panggilan dari Trian menghentikan pertemuan sejenak, saat Guntur memberikan ponsel milik Bian.

"Apa laporannya?" tanya Bian singkat.

"Aku kirimkan vidionya lewat emailmu sekarang, kak!" jawab Trian dari sana dan setelah itu menutup panggilannya. Dengan segera Bian mengecek email yang baru saja masuk ke ponsel pintarnya.

Dalam kiriman tersebut, terdapat banyak data dan keterangan mengenai kasus berdarah yang terjadi pada malam itu. Dan dengan singkat, hasil pemeriksaan menyebutkan bahwa dipastikan telah terjadi perang antar mafia berdasarkan hasil pengecekan rekaman cctv di kapal tersebut.

Bian memutar video berdurasi singkat yang terlihat tidak jelas yang dikirimkan Trian padanya. Yang sebelumnya Trian ambil diam-diam dari rekaman yang ditunjukkan polisi militer di sana, dan Trian diam-diam merekam tampilan tersebut dengan ponselnya. Wajar bila hasil yang ditunjukkan tidaklah jelas.

Namun, Bian malah tersontak dan melebarkan matanya seketika saat melihat sosok wanita bersenjata api yang ada dalam video tersebut.

"Wanita itu?" ucap Bian pelan. Ia mengenali sosok wanita tersebut yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan wanita misterius yang berselisih jalan dengannya. Bian terkesiap dan pikirannya kacau. Berharap wanita itu bukanlah wanita pujaannya seperti yang benaknya pikirkan.

"Guntur, akhiri pertemuan! Aku ada urusan!" perintah Bian pada Guntur yang kebingungan saat Ceo-nya tersebut meninggalkan ruang rapat dengan mudahnya.

***

"Rose, bangunlah! Matahari sudah terik!" panggil Lily yang tengah sibuk di dapur mempersiapkan makanan untuk adiknya. Sementara Rose, masih merebahkan tubuhnya di tempat tidur dengan malas.

Menangis semalaman membuatnya kehilangan banyak energi dan membuatnya lemas. Menangis hebat seperti itu tidak pernah ia lakukan setelah dirinya menjadi seorang putri mafia. Yang ada hanya keringat dan darah yang mewarnai perjalanannya mencari jati diri.

"Rose, bangunlah! Isi perutmu dulu. Anak buahmu bahkan telah sarapan dan pergi. Kau malah belum bangun se-siang ini," ucap Lily lagi.

"Aku lelah, Kak Lily. Kakak makan sendirian saja. Aku ingin tidur saja hari ini," jawab Rose malas, namun sejurus kemudian selimut yang membalut tubuhnya terbuka dengan kasar.

"Kau kira aku datang ke sini hanya untuk jadi pengasuhmu, hah? Aku ingin liburan, Rose! Bawa aku berkeliling!" gerutu Lily pada Rose yang mulai tidak sabar melihat kemalasan adiknya itu, " Rose, antarkan aku jalan-jalan, or I'll kick your ass!" ancaman menakutkan terdengar di telinga Mayang yang langsung bangkit dan melompat dari ranjangnya.

Ia tahu kalau Lily tidak akan main-main saat sudah mengatakan kalau dirinya akan menendang bokong seseorang. Dan itu pasti sakit rasanya. Cukuplah Lion yang pernah merasakan Lily menendang bokongnya.

"Okay, aku bangun, Kak!" ucap Mayang ketakutan dan langsung berlari ke kamar mandi.

"Gadis pemalas! Kenapa kau tidak berubah? Haiiish!" gerutunya, "tapi itulah dirimu yang asli, Rose. Kau tidak berubah gila dan melupakan keceriaanmu sendiri setelah menjadi mafia seperti kami," guman Lily melihat kelakuan Mayang, dan kemudian berucap pelan, menyadari sisi konyol Mayang yang tidak menghilangkan kepribadiannya sendiri walau telah menjadi seorang pemimpin kelompok mafia.

Suara bel pintu berbunyi dan terdengar mengganggu pendengaran Lily. Ia bergegas membukakan pintu dan melihat siapa orang kurang kerjaan yang membunyikan bel pintu dengan sembarangan dan berulang.

"Ya Tuhan, mataku! Mataku… mataku!" ucap Lily terputus-putus dengan memijat dadanya, tepat di mana letak jantungnya berada. Karena saat ini ia terpesona dengan wajah menawan tamu yang ada di depan pintu tepat di hadapannya saat ini.

Next chapter