webnovel

Cinta di antara dua Mafia

Mengandung unsur 21+++ Carilah bacaan sesuai umur. Wanita cantik bernama Ellycia Calderon yang berjuang untuk sebuah pernikahan yang telah ternoda karena satu kesalahan. Kesalahan satu malam yang di lakukan oleh adik iparnya sendiri, telah banyak merubah hidup rumah tangga Ellice. Dia harus menanggung beban karena sudah mengkhianati suami dan menerima kehamilannya dengan adik iparnya sendiri. Segala pertimbangan telah Ellice pikirkan untuk mengutarakan kesalahannya ini pada suaminya. Tapi tetap saja lisannya itu tak sanggup untuk mengutarakannya. Malam ini Ellice dan Calvin berada di dalam satu kamar lagi. "Ellice please, bantu aku lagi. Maaf jika aku membuatmu terluka. Tapi jika aku tak melakukan ini maka aku akan mengalami impoten. Please..." ucap Calvin saat melepas bibirnya. "A-pa maksudmu? Impoten apa?" akhirnya Calvin menceritakan singkat apa yang di ucapkan Antony karena tubuhnya sudah tak kuat menahan lebih lama lagi. "Tapi aku tidak bisa Calvin. Aku istri kakakmu. Tidak seharusnya kita melakukan hal ini. Ini salah. Kau bahkan sudah melakukannya dua kali padaku." suaranya mulai parau dan berbenturan dengan hisapan cairan di hidung. "Please Ellice, bantu aku. Please aku sudah tak sanggup menahannya lagi." Ellice kian menangis dengan mata yang terpejam. Perlahan Calvin menuntun Ellice ke ranjang besarnya. "Maafkan aku Ellice. Sekali lagi maafkan aku. Ta-pi aku juga menginginkanmu." melepas sejenak kecupannya dan kembali mencium hingga keduanya sudah berada di atas ranjang. 'Sungguh kau luar biasa Ellice, maafkan aku jika aku menikmati moment ini denganmu. Kau sungguh membuat hatiku merindu dengan semua yang kau miliki.' ucap Calvin dalam hati dengan pinggulnya yang terus naik turun. "Maaf, Ellice. Maafkan aku." ucapan terus terulang dan membuat Ellice mulai hanyut dalam ucapan dan sentuhan itu. Ellice hanya diam. Mata indah miliknya yang menjawab bagaimana perasaannya saat ini. Hingga sengatan listrik yang pagi tadi ia rasakan kembali muncul. Tubuhnya mulai mengejang, menggelinjang hebat dengan getaran-getaran yang luar biasa mengalir di dalam darahnya. Cekraman di sprei semakin erat, dengan bibir ia gigit dan kepala sedikit menengadah ke atas. Ada senyum samar saat Calvin melihat di depan mata yang memang ingin dia lihat. Liukan tubuh Ellice yang bergetar dan wajah yang menahan nikmat saat berada di puncak. Tanpa terasa cairan itu kembali menghangatkan miliknya di dalam sana.

Frayanz_Star · Urban
Not enough ratings
45 Chs

24 Januari

Bug...

"Bagaimana rasanya? Kau menyukainya Calvin?" ucap Fernandes yang memukuli Calvin sampai Calvin duduk berlutut di hadapannya dengan darah yang sudah keluar dari mulutnya dan bercampur dengan air liurnya.

"Oh..ho... kau masih kuat berdiri ternyata. Pukulanku kurang keras rupanya."

Bug... bug...

"Apa masih kurang?"

Bug...

"Hhahaha, aku puas sekali hari ini. Ini adalah malam paling indah untukku. Kau akhirnya berlutut di hadapanku. Aku benar-benar menikmati malam ini. Jo, cepat berikan minuman itu padanya. Aku ingin dia menggila di sini. Kita akan menemaninya bersenang-senang. Setelah itu kita bisa membunuhnya dan Membuang mayatnya di depan Channing."

"Baik tuan. Cepat bawakan obat itu padaku." ucap Jo kaki tangan Fernandes, yang sudah siap berdiri di samping Calvin.

Fernandes. Dia adalah musuh bebuyutan keluarga Alcantara. Keluarganya telah membunuh kedua orang tua Calvin dan Channing Alcantara. Saat itu mereka masih kecil. Sehingga, Calvin dan kakaknya Channing tak bisa membalaskan dendamnya.

"Cepat minum brengsek!!" Jo mencekoki Calvin dengan satu gelas minuman beralkohol dan ada beberapa obat yang telah di racik dan di campur dalam minuman itu.

Jo memegang mulut Calvin agar terbuka dan meminumkannya secara paksa. Meski airnya tak semuanya masuk, tetapi yang masuk juga banyak.

Bug... Bug... Bug...

"Kalian pikir akan dengan mudah mengalahkanku? Kalian bukan sedang bermain dengan anak kecil. Tapi aku, Calvin Alcantara. Jika kalian bisa membuatku seperti ini, aku juga bisa membuat kalian babak belur!"

Saat Jo memberikannya minuman, dia memukul keras wajah Jo dengan kepalanya, hingga hidungnya mengeluarkan darah dan gelas yang di pegang pecah. Setelah itu dia memukul Fernandes dengan cepat hingga membuat luka memar di wajahnya. Dan sebelum anak buah yang lain berhasil menembakkan pistolnya pada Calvin, Calvin langsung mengambil pistol Fernandes yang di letakkan di sofa sebelah dia duduk, dan dia todongkan di kepala Fernandes.

"Jika kalian tak ingin bos kalian mati, lebih baik buang pistol kalian semua. Cepat!"

"Boss.." mereka semua saling memandang dan juga melihat pada Fernandes.

"Aku bilang cepat!!" ucap Calvin yang semakin menekan pistolnya di kepala Fernandes.

"Cepat buang bodoh! Apa kalian ingin aku mati? Hah?" teriak Fernandes karena Calvin baru saja menarik pelatuknya dan siap kapan saja untuk menembak.

Mereka pun meletakkan semua pistolnya ke lantai dan mereka semua mengangkat tangan mereka ke atas. Sedangkan Calvin berjalan mundur sampai dekat pintu kamar vvip yang Fernandes sewa di dalam club itu.

Calvin juga masih membawa Fernandes dengannya, sampai tepat di depan pintu dia mendorong keras Fernandes hingga tersungkur dan menutup pintu itu serta menguncinya dari luar. Kemudian dia berlari ke arah mobilnya.

"Pintunya di kunci boss!"

"Brengsek!!" umpat Fernandes pada anak buahnya yang berusaha mendobrak pintu dari dalam dan berusaha memghubungi pihak club lewat panggilan intercom di sana.

Andai saja dia tadi bisa membunuh Fernandes akan jauh lebih baik. Sayangnya, pistol yang dia ambil tadi hanya tersisa dua peluru. Karena itu dia tak mungkin membuat dirinya dalam masalah. Yang penting dia keluar dulu dari mereka semua.

Dengan cepat dia menghidupkan mobilnya, tubuhnya perlahan mulai bereaksi. Panas dan pandangannya mulai kabur. Tapi dia masih berusaha untuk melajukan mobilnya.

Tapi karena tak kuat lagi, dia menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dia mencoba mencari ponselnya dan ingin menghubungi Mario asistennya. Namun karena penglihatannya mulai kabur. Dia tak bisa menemukan ponselnya yang baru saja ternyata saat dia merabanya.

Kring... kring...

"Itu ponselku," Calvin mengambil ponselnya yang berbunyi, cahayanya yang terang dapat membuat Calvin mengambil ponselnya yang ternyata jatuh di bawah dekat kopling.

"Iya halo? Mario? Apa ini kau? Kau di mana?" tanya Clavin yang langsung mengangkat teleponnya.

"Calvin, kau kenapa? Kenapa belum pulang? Kakakmu mencarimu, tapi sekarang dia sudah tidur. Kau di mana sekarang Calvin?"

"Ellice? Apa di sana ada Mario? Jika ada Mario di sana, segera lacak ponselku. Cari aku cepat. Dan satu lagi jangan memberitahukan hal ini pada kakak!"

"Calvin, kau kenapa? Calvin? Halo? Ada apa dengannya? Tapi ponselnya masih terhubung." ucap Ellice yang bingung sambil menatap layar ponselnya yang masih terhubung dengan Calvin.

"Mario di mana? Aku harus mencarinya." Ellice segera menghubungi Mario.

Sementara Calvin sudah menjatuhkan ponselnya. Tubuhnya bereaksi berlebihan. Rasa panas itu sudah menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan juga ada rasa membakar di dalam tubuhnya yang ingin cepat-cepat tersalurkan.

"Egh!! Sialan kau Fernandes! Aku akan membalasmu! Aarrggghh!!" Calvin menyetel joknya agar lebih nyaman untuknya tiduran dan sedikit memundurkannya agar lebih bebas dia bergerak di dalam sana.

Hingga, hampir satu jam berlalu, Calvin bahkan sudah menghabiskan dua botol air untuk minum dan menyiram tubuhnya. Pakaiannya juga sudah dia lepas semua, dia sudah polos di dalam mobilnya.

Karena tak kuat menahan itu, Calvin sampai bermain sendiri dengan tangannya pada keperkasaannya agar bisa terlampiaskan. Sumpah, Calvin sudah sangat tak sanggup menahan rasa di dalam tubuhnya ini.

Bahkan dia sudah membenturkan kepalanya di jendela hingga berdarah karena rasa membakar itu sudah menggerogoti tubuhnya.

Tok... tok...

"Mario?" Calvin langsung membuka kunci pintu mobil dan membuka pintu di seberang dia duduk.

"Calvin kau kenapa? Aaakkhhhkk!!"

Bukan Mario yang datang, tapi Ellice. Saat Ellice masuk ke dalam mobil dia langsung menghidupkan lampu mobil karena Calvin sengaja tak menghidupkannya. Namun yang Ellice lihat, justru Calvin yang sudah polos dengan miliknya yang berdiri dan cairan di sekitar keperkasaan milik Calvin sudah tercecer di sana.

"Calvin kau kenapa? Apa yang kau lakukan di dalam mobil ini? Apa kau baru saja bermain dengan wanita?" Ellice bicara masih dengan menutup matanya dengan kedua tangannya. Dia juga tak lupa mematikan lampu mobil Calvin kembali.

"Egh! Kenapa kau yang datang kemari Ellice? Kemana Mario? Kau lebih baik keluar dan pulanglah Ellice. Aku mohon. Dan hubungi Mario. Cepat!" mohon Calvin yang sudah sangat menahan hasratnya, karena tubuhnya semakin bergejolak saat Calvin melihat tubuh Ellice.

"Tapi Mario sedang ada pekerjaan kata Nelson. Karena itu dia tak bisa di hubungi. Aku juga menanyakan keberadaanmu pada Nelson. Tapi, ada apa denganmu? Kenapa kau sampai seperti ini?"

"Aku sudah di berikan obat oleh anak buah Fernandes. Dan sekarang aku hanya eggh..ehmm...!! Keluarlah Ellice. Kau hubungi saja Nelson kemari kalau Mario tidak ada. Atau hubungi Etan. Cepat keluarlah! Aku tak ingin ssshh..egghh.. kel-luarlah!"

Calvin semakin meracau. Tubuhnya semakin panas dan menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar sentuhan. Mendengar suara Ellice yang begitu lembut, justru membuat Calvin semakin berapi-api.

"Iya aku akan keluar. Aku akan...Akhhk! Calvin Iya aku akan keluar. Lepaskan dulu." ucap Ellice yang mulai gelisah karena Calvin sudah memegang tangannya kuat.

"Ellice, apa kau bisa membantuku? Aku sudah tak sanggup menahannya lebih lama lagi."