webnovel

bab 2

Waktu aninda sampai diruang kelasnya X-8, jam pertama sudah dimulai. Aninda mengintip dari jendela. Bu Purwanti guru bahasa inggris sedang menulis materi pelajaran di papan tulis. Aninda mengetuk pintu, kemudian masuk dengan senyum konyolnya pada Bu Purwanti. "Okay, come here please" ujar Bu Purwanti dengan aksen London. 

"Apa bu?" Tanya aninda dengan wajah blo'on. Seisi kelas tertawa melihat ekspresi aninda. "Oh my God! You don't know what I mean?!" lagi-lagi aninda melongo mendengar perkataan Bu Purwanti. Seisi kelas kembali tertawa. Wajah aninda memanas sehingga memerah. " oke, kamu ke bangkumu saja. Ibu kasihan sama kamu" kata Bu Purwanti akhirnya.

Aninda menggaruk rambutnya yang sebenarnya tidak gatal, kemudian nyengir sambil melenggang menuju bangkunya. "dahi kamu kenapa?" bisik yasmin, teman sebangku sekaligus teman terlamanya.

"tadi kecelakaan di perempatan depan sekolah, keserempet motor terus jadi gini deh. Sepedaku juga ancur yas" celoteh aninda yang tak menyadari Bu Purwanti dan teman sekelas sedang memperhatikannya bercerita. "Aninda! What are you talking about with Miss Yasmin?" Bu Purwanti berseru geram. "Haa? Apa bu?" aninda memasang wajah blo'onnya lagi. Yasmin menyikut aninda sambil membisikan arti kalimat yang bu purwanti ucapkan. "Oh, no! Oh, yes!" jawab aninda keras-keras. Seisi kelas tertawa, bu purwanti hanya menggeleng pelan sambil mengelus dada. 

Saat istirahat, yasmin mengajak aninda duduk dikoridor kelas sambil menonton latihan basket para senior. Sebulan lagi ada kejuaraan basket SMA tingkat nasional sehingga bisa dipastikan lapangan basket tidak akan pernah sepi. Dipinggir lapangan para anggota cheerleader juga berlatih dengan gerakan yang menurut aninda brutal dan tidak beretika. "anin, nomor punggung sepuluh lumayan ya?" celoteh yasmin girang. Sejak awal yasmin memasang wajah tertarik dengan cowok itu. "yaela, rupanya ngajak nonton gara-gara ada idolanya ya non?" sindir aninda.

"hehehe… nggak juga sih. Dia baik lho nin, terus belum punya cewek. Namanya satriya." Kata yasmin bersemangat mempromosikan pujaan hatinya. Sejak tadi aninda memperhatikan pemain bernomor punggung tujuh. "nin, kok bengong?" teriak yasmin. "yas, yang nyerempet aku tuh yang nomor tujuh!" teriak aninda histeris seolah berhasil memecahkan kasus rumit setingkat Detektif Conan. "haa?! Yang benar nin?" Tanya yasmin tak percaya. Cepat-cepat aninda merogoh saku kemejanya yang berlogo OSIS, kemudian menarik kartu nama yang diberikan pemilik motor sporty yang menyerempetnya tadi pagi. "Namanya Vigo K. Sastrodjoyo kan?" ujar aninda lebih yakin. " kamu benar nin. Beruntung banget kamu ditabrak Vigo!" seru yasmin takjub. "beruntung dari hongkong! Dia mesti tanggung jawab masalah sepedaku! Ntar temenin aku temuin dia ya yas" kata aninda geram. "beres bos!" jawab yasmin bersemangat.

Tapi janji tinggallah janji. Saat bel pulang bordering yasmin lebih memilih mengingkari janji penyebabnya satriya sudah menunggu dirinya dikoridor kelas. Tentu saja yasmin itu senang bukan main. Buru-buru ia menghampiri satriya kemudian memutuskan pulang bersama pujaan hatinya. Aninda hanya bisa melambaikan tangan pada yasmin dengan pasrah. Alhasil dirinya menunggu angkon dihalte depan sekolah seorang diri. Ia gelisah karena awan hitam diatas sana sudah berjubel banyaknya. Kalau tidak cepat-cepat, bisa-bisa hujan keburu mengguyurnya. "hei, mau kemana nin?" terdengar suara seorang cowok dari samping aninda. "eh, mau keblok M ke perumahan dharmawangsa" jawab aninda kaku. Sebenarnya dia tak mengenali cowok tampan yang menyapanya itu. " pasti kamu lupa aku ya?" ledek cowok itu. Aninda hanya tersenyum miris mendapati dirinya yang mungkin terlihat bodoh. " aku ricko, temen SD-mu" tambah cowok itu. Sontak mata aninda membesar, seterang nyala lampu seratus watt.

"Ohh…Ricko! Ya ampun, kok beda ya? Padahal dulu ricko ingusan terus badan kamu pendek" cerocos aninda polos. Ricko nyengir mendengar cara teman masa kecilnya mengingat dirinya.

"iya, ricko yang selalu kamu bantu kalau dikeroyok umar cs" ujar ricko kalem. Mereka bersalaman. "aku gak nyangka sekarang kamu jadi gagah gini, padahal dulu kalau berantem kalah melulu" "iya nin, malu dong kalau sampai kalah sama aninda chandraningsih yang sekarang dandannya jadi cewek gini" 

"Ihh, ini juga tuntutan. Disekolah cewek nggak boleh pake celana panjang tau!" " iya tau. Kamu jadi keliatan cantik lho nin" kata-kata terakhir ricko membuat pipi aninda panas dan memerah.

Aninda tersenyum malu sambil memalingkan wajah konyolnya. "hei, itu bus ke blok M! duluan ya rick" teriak aninda sambil berlari kearah pintu bus tanpa bersalaman dengan ricko. Ricko hanya menggeleng sambil tersenyum, kemudian tangannya membalas lambaian aninda yang sekarang menjauh bersama bus itu.

Ricko masih saja tersenyum walaupun bus yang membawa aninda telah lenyap dari pandangan. Ia masih ingat betul, dulu aninda selalu membelanya bila ia dikeroyok umar cs. Aninda selalu membantunya mengerjakan PR, aninda berbaik hati menghiburnya, memberi tawa, dan banyak kenangan manis semasa SD. Sekarang, saat bertemu kembali dengan aninda dalam sosok lain entah kenapa ia begitu merindukan saat-saat bersama aninda dulu.