webnovel

Klan Dragonblood Warrior, bagian 2

Editor: Wave Literature

"Klan Dragonblood Warrior?" Linley merasa seisi kepalanya seperti bercampur aduk.

Linley mengira bahwa klannya tidaklah lebih dari sekedar klan kuno yang telah jatuh terpuruk. Bagaimana bisa klannya punya hubungan dengan sang Dragonblood Warrior yang legendaris?"

"Kau tak percaya padaku?" sekilas terlihat sedikit kesombongan di wajah Hogg. "Naik dan perhatikanlah baik-baik batu-batu prasasti itu. Seharusnya kau sudah bisa membacanya. Dibalik tiap-tiap prasasti itu terdapat sejarah dari leluhur kita. Tiga prasasti yang berada paling atas adalah prasasti para Dragonblood Warrior!"

Hogg menggendong Linley sambil berkata, "Kemari."

Hogg membawa Linley ke tempat dimana prasasti itu berada. Dengan mengangkatnya Hogg berkata, "Perhatikan baik-baik kata-kata yang terdapat dalam prasasti itu."

Linley membuka matanya lebar-lebar dan mulai membaca.

Kata-kata yang terdapat dalam prasasti itu terukir dengan sangat jelas. Kata-kata yang berumur lebih dari lima ribu tahun itu menceritakan sebuah kisah yang amat mengejutkan!

"Baruch, Dragonblood Warrior pertama di benua Yulan. Pada tahun 4560 menurut kalender Yulan, diluar dinding kota Linnan, Baruch melawan seekor Black Dragon dan Titanic Frost Wyrm. Pada akhirnya, ia mengalahkan kedua monster tersebut, yang membuat ketenaranya semakin memuncak. Pada tahun 4579, di garis pantai di lautan utara, Baruch melawan Nine-Headed Serpent Emperor. Pada hari itu juga, sebuah ombak besar menghancurkan kota sekitar, tapi setelah sehari semalam melawan monster itu, Baruch akhirnya dapat mengalahkan monster itu… Akhirnya, Baruch mendirikan klan Baruch, dan menjadi pemimpin pertama di klan Baruch!"

"Ryan [Rui'en] Baruch, Dragonblood Warrior kedua dari benua Yulan. Pada tahun 4690, di Mountain Range of Magical Beast , dia mengalahkan Saint-level Golden Dragon, dan diapun terkenal dengan sebutan Golden Dragonrider Saint! Pada tahun 4697…"

"Hazard [Ha'ze'de] Baruch, Dragonblood Warrior ketiga selanjutnya. Lahir pada tahun 5360, dan di perang pertamanya, dia bertarung sengit melawan Saint-level Bloody-eyed Maned Lion di Mountain Range of the Setting Sun. Dia mengalahkan singa itu, dan membuat singa itu kabur, dan menjadikan nama Hazard terkenal di seluruh penjuru dunia…"

Satu demi satu nama orang-orang yang mengagumkan disebut, satu demi satu cerita hebat dikisahkan, membuat Linley semakin bersemangat.

"Klanku, adalah klan Dragonblood Warrior?" Linley dengan penuh semangat.

Disamping Linley, Hogg berkata dengan nada rendah, "Ketiga generasi pertama dari keluarga Baruch merupakan Dragonblood Warrior. Setelah menjadi Dragonblood Warrior, kehidupan seseorang akan berubah secara derastis. Dragonblood Warrior generasi kedua tidak menikah ataupun mempunyai anak hingga ia berumur tujuh ratus tahun."

"Setelah itu?" Kata Linley penasaran. "Ayah, bagaimana bisa klan kita tak mempunyai Dragonblood Warrior lagi?"

Hogg mengangguk. "Untuk menjadi seorang Dragonblood Warrior, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah seberapa kental darah Dragonblood Warrior yang mengalir di tubuh kita. Semakin kental darah kita semakin bagus. Namun selang beberapa generasi selanjutnya, kepadatan darah Dragonblood Warrior semakin menipis. Tetapi… Hal ini tidak pasti. Karena seiring berjalannya waktu, terkadang entah darimana datangnya, seorang keturunan Dragonblood Warrior mempunyai kekentalan darah yang cukup tinggi akan terlahir."

"Setelah Hazard Baruch, muncullah generasi keempat dari Dragonblood Warrior, sekitar ribuan tahun setelahnya. Lalu, setelah seribu lima ratus tahun, atau sepuluh generasi selanjutnya, Dragonblood Warrior kelima muncul dari klan kita. Tapi, ribuan tahun sejak saat itu hingga sekarang, tak ada satupun Dragonblood Warrior muncul di klan kita."

Hogg menggelengkan kepala sambil menghembuskan nafas. "Dragonblood Warrior generasi kelima hanya singgah selama sekitar dua ratus tahun sebelum dia menghilang. Ribuan tahun sejak saat itu, klan kita sudah benar-benar terpuruk."

Tentu saja bahkan keluarga bangsawan terkemuka pun dapat hancur setelah ribuan tahun.

"Tetapi masih ada harapan untuk klan kita. Mungkin di masa mendatang, salah satu keturunan kita memiliki kemampuan untuk menjadi Dragonblood Warrior. Jika mereka memenuhi persyaratan, kemudian diikuti dengan berpuluh-puluh tahun berlatih, mereka bisa menjadi Dragonblood Warrior sejati. Dan pada saat itu, klan Baruch akan mendapatkan kembali masa kejayaannya seperti dahulu kala, saat dimana kita dikenal dengan klan Dragonblood Warrior!" Kata Hogg dengan mata yang bersinar. "Linley, umurmu enam tahun setengah sekarang. Seharusnya pada usiamu ini, ujian untuk mengetahui kemampuan menjadi Dragonblood Warrior sangatlah tepat. Hari ini, ayah akan mengujimu."

Linley terpesona. "Menguji kepadatan darah yang mengalir di nadiku? Mengujiku?" Linley memahami maksud dari ayahnya untuk melakukan ujian. Ujian ini adalah untuk mengetahui apakah aku pantas menjadi Dragonblood Warrior atau tidak.

"Linley, tunggu disini. ayah akan mempersiapkan alat untuk mengujimu." Kata Hogg dengan penuh antusias sambil pergi menuju ruangan pribadi di dekat aula itu.

"Dragonblood Warrior? Akankah aku menjadi Dragonblood Warrior?" Kata Linley dengan gelisah.

Pikiran Linley saat ini tak karuan. Penuh dengan perasaan semangat dan takut. Ia takut jika darahnya tak cukup padat untuk menjadi seorang Dragonblood Warrior.

"Jika aku gagal, tentu aku akan mengecewakan Ayah." Pikir Linley. Dibesarkan oleh ayahnya, tentunya ia tak ingin mengecewakan ayahnya. Namun, kepadatan darah adalah takdir yang tak bisa dipilih oleh Linley.

Selang setelah beberapa waktu, Hogg kembali dengan membawa jarum sepanjang dua puluh sentimeter yang sangat tipis.

"Dragonblood Needle?" Pikir Linley sambil melihat jarum tipis dan panjang itu ditangan ayahnya.

"Baiklah Linley. Jarum ini tak akan menimbulkan rasa sakit ketika ditusukkan. Sekarang, ulurkan tanganmu." Kata Hogg sambil tersenyum dan Linley mengangguk. Sambil menarik nafas dalam-dalam, Linley mengulurkan tangan kanannya kedepan. Tangannya gemetaran menunjukkan bahwa Linley benar-benar gugup.

Tak hanya Linley. Bahkan Hogg pun juga benar-benar gugup.

"Tahanlah." Sambil memegang Dragonblood needle, Hogg menusukkannya ke jari manis Linley, dan dengan mudahnya menusuk kulit Linley. Linley merasakan sedikit nyeri pada tangannya, dan jarum itu berubah warna menjadi merah darah.

Dengan tangan gemetar, Hogg mengangkat jarum itu dan melihatnya dengan seksama.

Linley mengangkat kepalanya, melihat sang ayah dengan rasa penuh kegelisahan. "Apakah kepadatan darahku memenuhi persyaratan? Kenapa ayah memperhatikan jarum itu sangat lama?" Linley mulai berprasangka buruk…

"Huft…" dengan hembusan nafasnya, Hogg meletakkan jarum itu disebelahnya.

Mendengar ayahnya menghelakan nafas, Linley yang saat itu sangat gelisah mengetahui bahwa kepadatan dalam darahnya tak mencukupi untuk menjadi seorang Dragonblood Warrior. Air mata mulai membasahi pipinya.

"Linley, kenapa kau menangis? Jangan menangis." Hogg langsung memeluk Linley. Melihat Linley menangis, Hogg merasa sangat terpukul. Lagipula Linley hanyalah seorang anak kecil berumur enam tahun setengah.

"Aku tak akan menangis, aku tak akan menangis." Isak Linley, dan memaksa dirinya sendiri untuk menahan tangisnya. "Ayah, maafkan aku telah membuatmu kecewa."

Mendengar kata-kata Linley, Hogg merasa iba pada Linley. Hogg tak bisa menahan diri untuk memeluknya. "Linley, jangan khawatir, ayah sebenarnya tak berharap terlalu banyak. Setelah ribuan tahun dan puluhan generasi, belum ada yang menjadi Dragonblood Warrior hingga saat ini. Tidak masalah jika kau gagal, ayah tak menyalahkanmu."

Merasakan kehangatan sang ayah, dada Linley yang tadinya sesak perlahan mulai meregang.

Saat ini, Wharton yang berumur dua tahun itu sudah tertidur pulas.

"Linley, saat ini keluarga Baruch hanya ayah, kau, dan adikmu. Ayah tak memiliki harapan yang sangat berlebih. Ayah tak pernah bermimpi untuk menjadi Dragonblood Warrior." Hogg menertawakan dirinya sendiri. Bagaimana bisa seseorang menjadi seorang Dragonblood Warrior dengan mudah?

Linley mengangkat kepalanya dan melihat kearah ayahnya.

Linley jarang melihat ayahnya berbicara dengan nada demikian. Biasanya, ayahnya sangatlah keras dan serius.

Sambil melihat ke prasasti yang tertata itu, mata Hogg penuh dengan kesedihan. "Harapan ayah sebenarnya adalah mengembalikan pusaka para leluhur yang dulunya telah diturunkan secara turun menurun."

"Pusaka para leluhur? Apa itu? Mengapa aku tak pernah mendengar hal itu?" Tanya Linley.

Hogg mengatakan dengan bangga, "Benda pusaka milik leluhur kita – Pedang ini "Slaughterer". Pedang ini adalah pedang pertama yang digunakan oleh pemimpin pertama klan Baruch, dan juga Dragonblood Warrior pertama di benua Yulan. Sayangnya… keturunannya ada yang tak berbakti. Enam ratus tahun yang lalu, karena kemiskinan, seorang keturunan yang mengagungkan kemewahan menjual pedang ini demi sejumlah uang."

Mendengar perkataan ayahnya, perasaan Linley dipenuhi dengan kemarahan yang teramat sangat hingga badannya pun bergetar.

Sambil menggelengkan kepalanya, Hogg melanjutkan, "Setelah itu, tiap generasi mencoba untuk mendapatkan kembali pedang pusaka itu, akan tetapi, setelah enam ratus tahun mencobanya, tak satupun dari kita yang berhasil. Ketika terjual, pedang ini dibeli dengan harga 180,000 keping emas. 180,000 keping emas! Kita tak mungkin bisa mendapatkan uang sebanyak itu, toh jikalau mungkin, belum tentu orang itu mau menjual pedang ini pada kita."

Klan legendaris Dragonblood Warrior menjual benda pusakanya sendiri.

Sebuah penghinaan yang teramat sangat!

Sebuah penghinaan kepada klan Dragonblood Warrior!

Tiap generasinya, mereka berusaha untuk mendapatkan kembali pedang pusaka itu, namun selang enam ratus tahun mencoba, tak satupun ada yang berhasil.

Sebagai pemimpin klan saat ini, Hogg juga berkeinginan sama, namun sayangnya keuangan di klan itu berada dalam keadaan kritis.180,000 keping emas? Bahkan jika mereka menjual rumah itu dan seluruh isinya, tentu tak cukup untuk mendapatkan 180,000 keping emas.

Benda pusaka para leluhur telah hilang. Penghinaan ini membebani hati Hogg. Ia merasa sangat malu dan tak berdaya untuk menghadap para leluhurnya.

Melihat wajah ayahnya, Linley berusaha menenangkannya, "Jangan sedih ayah! Aku janji suatu hari nanti, aku akan menemukan pedang pusaka itu dan membawanya kembali kesini."

"Kamu?" kata Hogg dengan tawa kecil sambil mengelus kepala Linley.

Dalam hatinya Hogg bergumam, "Linley, kamu tahu kata-kata yang barusan kamu ucapkan adalah kata-kata yang pernah ayah ucapkan dulu kepada kakekmu." Usaha selama enam ratus tahun saja tak berbuah apapun. Bagaimana bisa hal ini begitu mudahnya diselesaikan? Lagipula, orang yang membeli pedang pusaka itu pastilah bukan sembarang orang.

Bagaimana mungkin mereka mau menjual benda berharga itu?

Bahkan jika mereka berniat untuk menjualnya, berapa banyak uang yang harus dikeluarkan padahal keuangan di klan Baruch sudah sangat menipis?

"Ayah, kau tak percaya padaku?" Tanya Linley pada ayahnya sambil mengangkat kepalanya.

"Ayah percaya, ayah percaya," Kata Hogg dengan tawa.

Ayah dan anak semakin erat. Hanya tiga orang dari klan Dragonblood Warrior yang tersisa di jaman ini. Entah kapan klan yang telah terpuruk ini bisa mendapatkan kembali kejayaannya di masa lalu. Saat ini, Linley yang bersandar di dada ayahnya, mengepalkan tanganya dengan kuat tanda keteguhan hatinya.