webnovel

8 Merah.

Bie mengangguk sambil mengunyah sarapannya. Mulai sekarang Bie sudah tidak ku titipkan lagi kepada aunt Jane. Karena mulai sekarang aku sudah kembali bekerja sampai sore hari saja. Saat aku sudah mengunci pintu aku mendengar ada suara. Aku mencari asal suara, sepertinya suara itu berasal dari penghuni baru sebelah rumah ku. Sekilas aku melihat ada benda bewarna hitam di balik kaca depan jendela rumah itu.

_________________________

_____________________

___________________

_________________

______________

Karena penasaran maka aku mulai berjalan mendekati rumah itu. Pandangan ku masih belum terlepas pada jendela kaca itu. Saat aku sudah memijak teras rumah ini, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak ku.

"Hey, apa yang sedang kau lakukan di rumah orang?" Suara aunt Jane mengagetkan ku.

Aku membalikkan tubuhku. Ternyata aunt Jane sudah berdiri dihadapanku. Kenapa aku tidak mendengarkan suara langkah kakinya?

"Aunt Jane kau membuat ku terkejut." Ucapku sambil megusap dadaku guna menetralkan detak jantungku.

"Lebih baik aku yang mengejutkan mu daripada si pemilik rumah yang menegur karena sudah lancang memasuki rumahnya." Aunt Jane memarahi ku sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang.

"Aku tidak berniat memasuki rumah ini. Tadi aku mendengar ada suara dari arah sini dan saat ku lihat, ada benda hitam yang mengantung di dalam jendela kaca itu." Jelas ku pada aunt Jane sambil menunjuk ke arah jendela rumah ini.

Saat aku menoleh pada jendela itu, sudah tidak ada apa-apa di sana. Jendela kaca itu sudah tertutup rapat dengan tirai warna putih. Aneh, sepertinya tadi tidak ada sehelai kain pun di sisi jendela itu.

"Kau ini selalu saja mencampuri urusan orang lain. Kalaupun benar seperti yang kau bilang, tentu saja itu karena rumah ini sudah berpenghuni. Mungkin sang tuan rumah sedang menata perabotannya, jadi bunyi yang kau dengar mungkin dari barang-barangnya." Aunt Jane menarik ku sambil berbicara.

Setelah sampai di teras rumahku, aku langsung pamit pada aunt Jane.

"Ya benar. Kalau begitu aku berangkat kerja dulu. Tolong sesekali awasi Bie yah, aunt Jane." Ucapku sambil berjalan melambaikan tangan padanya.

Aunt Jane tersenyum mengangguk sambil membalas lambaian tanganku. Aku masih bingung dengan kejadian tadi. Jelas-jelas benda hitam itu berada pada dasar jendela. Tapi kenapa tiba-tiba jendela itu sudah tertutup rapat dengan tirai yang sama sekali tidak aku lihat. Ah, mungkin benar apa yang di katakan oleh Aunt Jane. Bisa saja pemilik rumah itu tadi sedang mencoba memasang tirai, maka dari itu mungkin dia menjauhkan benda berwarna hitam itu dari dasar jendela.

                  ***********

                       ******

                          ***

"Kalau begitu aku pulang duluan ya." Pamit ku kepada Eva.

"Yah. Hati-hati di jalan." Eva membalas ucapan ku sambil merapikan baju yang di kembalikan oleh pelanggan.

Aku selalu pulang lebih dahulu di bandingkan Eva dan Mary. Saat aku pernah mengajak mereka untuk pulang bersama Eva selalu menolak dengan alasan menunggu staf yang bergantian sift datang. Padahal waktu itu Katty sudah berada di dalam butik. Sedangkan Mary menanggapi ajakan ku dengan, "Sudahlah cepat pergi dari sini bukankah Nyonya Emily sudah ada yang menunggu dirumah." Sejak saat itu aku agak menjaga jarak dari Mary. Aku hanya ingin bekerja dengan tenang disini bukan untuk mencari musuh. Maka dari itu setiap kali Mary menyindir diriku, aku hanya cukup menulikan  telingaku, walaupun di belakangnya sesekali aku mengumpat dirinya bila omongannya sudah cukup keterlaluan. Aku mulai memasuki lift yang sudah terbuka. Lalu menekan tombol menuju lantai dasar mall ini. Ada tiga orang yang sudah berada di dalam lift. Ada seorang wanita dan dua orang lelaki.

Mungkin dua orang dari mereka adalah pasangan kekasih. Saat pintu lift terbuka aku mulai melangkah keluar.

"Mom." Panggil seseorang lalu memeluk perutku.

"Hai, sayang. Kenapa kau tidak menunggu Mom di rumah saja." Tanya ku pada gadis kecil yang masih melingkarkan tangannya di perutku.

"Bie bilang kau akan mengajaknya keluar. Makanya aku membawanya kemari." Jelas Katty padaku.

Bie mulai mendongakkan kepalanya menatapku sambil tersenyum lebar. Aku mulai mengerutkan kening, kapan aku bilang akan mengajaknya untuk keluar?

"Okay, kalian berdua selamat bersenang-senang. Bye." Katty melambaikan tangannya sambil berjalan menuju lift.

"Memangnya mom berjanji akan mengajakmu keluar kemana, sayang?" Tanyaku pada putriku saat dia sudah mulai melepaskan pelukannya.

"Sebentar, mom." Bie terlihat sedang melihat ke sekeliling mall seperti, sedang mencari seseorang.

"Kalian sudah menunggu lama?" Terdengar suara bariton bertanya dari sisi kananku.

"Uncle, Christ!" Pekik Bie.

"Ayo kita pergi sekarang." Ajak Christ pastinya hanya kepada putriku.

"Let's go!" Sorak Bie kegirangan.

Sudah lama aku tidak melihatnya senang seperti itu. Bie selalu menunjukkan sikap dewasanya terhadapku. Tapi di hadapan pria ini, Bie menunjukkan tingkah laku gadis kecil seusianya. Apakah selama ini aku belum bisa menjadi ibu yang baik?

"Aku ikut." Sela ku pada mereka.

"Bagaimana bisa kau ikut dengan kami dengan seragam seperti itu? Bagaimana kalau, kau pulang dulu untuk mengganti pakaianmu." Tolak Christ padaku.

Sepertinya dia masih menaruh dendam atas kejadian yang aku lalukan padanya tempo hari. Atau dia bermaksud untuk menyuruhku pulang saja, agar dia bisa pergi dengan Bie tanpa aku. Sebelum dia benar-benar membalas dengan menyiramkan minuman padaku, aku harus mencari solusi.

"Baiklah, Bie kau sudah berjanji pada mom. Tunggu disini, mom akan segera kembali." Dan setelah di jawab anggukan oleh putriku, aku berjalan menuju sebuah toko.

Lebih baik aku meninggalkan mereka di sini sebentar daripada aku harus pulang ke rumah itu akan memakan banyak waktu. Aku memasuki sebuah toko pakaian.

"Selamat datang. Silahkan di lihat dresnya nona." Sambutan dari pelayan toko kepadaku.

"Maaf, apakah anda bisa menunjukkan kepadaku letak pakaian yang casual." Aku bertanya kepada pelayan toko yang lainnya.

Gadis tadi hanya bertugas di dekat pintu masuk. Sepertinya gadis yang bersamaku sekarang adalah pelayan yang melayani para konsumen.

"Mari ikuti saya, nona." Ucapnya tersenyum seraya berjalan memasuki ke dalam toko.

Ternyata dia membawaku ke bagian tempat yang menyediakan dress dengan casual style. Tanpa repot memilih style, pilihan ku jatuh pada pakaian yang cukup murah. Setelah selesai membayar, aku meminta izin pada pemilik toko agar aku dapat memakai langsung pakaian ini di ruang ganti. Aku mengucapkan terima kasih pada pemilik toko.

Aku berjalan keluar dari toko sambil menenteng tas ku dan paper bag yang berisikan seragam kerjaku. Aku melihat putriku dan pria itu masih berdiri di tempat tadi. Hari ini dia tidak memakai kaos tapi dia mengenakan kemeja bewarna merah maroon. Entah kenapa, semua pakaian yang ia kenakan selalu pas di tubuhnya. Dia terlihat seperti seorang model. Lagi-lagi aku terpesona dengan postur tubuhnya. Apakah pekerjaannya adalah sebagai fitness trainer?

"Maaf, karena sudah membuat kalian menunggu." Kataku saat sudah berhadapan dengan mereka.

Bie merespon dengan menggandeng tanganku. Sedangkan pria ini hanya menatapku tanpa berkedip. Apa ada yang salah dengan pakaian ku? Aku mulai meneliti dress yang aku kenakan. Dress ini masih terlihat sopan. Panjangnya masih di bawah pahaku lebih tepatnya sedikit diatas lutut.  Potongannya atas dress ini juga masih batas wajar dengan rendah sampai di bawah leher bahkan tidak terlalu menunjukkan tulang selangka ku. Hanya saja dress ini tidak memiliki lengan. Oh, apakah karena aku memilih warna yang salah. Kebetulan dress ini menggantung pada bagian paling depan. Dia tidak akan berfikir bahwa aku sengaja memakai dress yang bewarna merah untuk menggodanya, kan? Sial, kenapa aku tidak memikirkan ini. Pada dasarnya, warna merah memang akan terlihat sangat mencolok di kulit ku yang putih ini. Untuk itu, terkadang aku menjauhi warna merah. Aku tidak ingin menjadi pusat perhatian bila aku sedang berjalan-jalan bersama Bie. Dan dengan bodohnya, aku kenapa harus memilih dress tanpa lengan?

"Kenapa? Anda tidak suka dengan pakaian yang ku kenakan sekarang? Bukan salah ku kalau aku terlihat cantik, karna pada dasarnya aku memang sudah cantik." Aku mengatakan kalimat itu dengan asal agar dia berhenti menatapku.

Wanita manapun kalau ditatap secara intens pasti akan merasa gugup, kan? Dan berhasil! Setelah aku mengatakan kalimat itu dia berhenti menatapku. Tapi yang paling menyebalkan adalah kalimat yang dia lontarkan untuk ku dari bibirnya itu.

*ToBeContinued*