webnovel

6 Merry Christmas.

Terlihat ada sebuah bingkisan sedang terletak di lantai. Apa isi bingkisan ini? Siapa sebenarnya pengirim bingkisan ini? Abigail mulai menyentuhnya. Ternyata isinya tidak terlalu berat. Abigail mengangkat bingkisan itu masuk ke dalam rumah. Ia meletakkannya di atas meja ruang tamu. Abigail mulai menarik pita yang terikat di atas bingkisannya. Setelah pitanya terlepas Abigail mulai menyentuh atas penutup bingkisan. Dia membukanya terlihat sebuah kertas tipis berwarna putih tertutup di atasnya. Ini terlihat seperti kertas tissue yang terdapat di dalam kotak sepatu Abigail tadi. Apa yang ada di balik kertas tissue ini?

_________________________

_____________________

___________________

_________________

______________

"Hey, apakah kalian sudah bersiap-siap?" Suara aunt Jane terdengar.

"Wow, kado Natal dari siapa ini?" Tanya putri aunt Jane saat memasuki ruang tamu.

"Jadi apa isi kado Natal tahun ini?" Aunt Jane bertanya saat sudah berada di samping ku.

Setiap tahun kami selalu mendapat kado Natal misterius. Lebih tepatnya kado Natal itu untuk Abigail. Karena setiap tahun si pengirim selalu mengirimkan isi yang berbeda dan semua isi dari kado itu hanya dapat digunakan oleh Abigail. Sampai saat ini kami masih belum bisa menemukan identitas si pengirim.

"Wah bagus sekali." Abigail menyandang tas ransel yang menjadi isi kado tersebut.

"Dan ini kado Natal dan ulang tahun dariku." Ucap putri aunt Jane sambil menyerahkan kepada Abigail dua buah kado.

Abigail menerimanya dan langsung menarik tangan si pemberi kado agar membuatnya sedikit menunduk, lalu menciumi pipinya.

"Thank you, aunty Katty yang paling cantik." Ucapnya kepada Katty.

Katty adalah putri dari aunt Jane yang sudah menjadi sahabatku sejak aunt Jane membawaku ke rumahnya. Bagiku mereka adalah keluarga ku.

"Ayo kita berangkat sekarang. Nanti kita bisa terlambat ke Gereja." Aunt Jane mengingatkan.

Aku segera mengunci pintu dari luar setelah kami semua telah berada di depan teras. Kami mulai melangkah berjalan menyusuri jalan. Kelihatannya ada mobil pickup yang akan masuk ke jalan ini. Jalanan ini memang cukup sempit, tapi masih bisa di lalui oleh satu mobil. Kami pun mulai mengambil jalan ke pinggir agar membiarkan mobil pickup lewat terlebih dahulu. Mobil itu berhenti di sebelah rumah kami. Sepertinya akan ada penghuni baru di samping rumah kami. Jadi, rumah yang baru kosong beberapa minggu ini berada tepat di sebelah kiri rumah kami. Sedangkan rumah aunt Jane terletak di sisi kanan rumah kami.

"Sepertinya dia adalah pemilik baru rumah itu." Suara Katty membuatku menoleh kepadanya.

"Kelihatannya dia akan menempatinya malam ini juga. Dilihat dari barang angkutannya yang banyak itu." Aunt Jane menimpali perkataan putrinya.

"Mungkin mereka adalah sepasangan pengantin baru" Ucapanku kepada mereka berdua.

Biasanya yang menempati rumah kecil seperti rumah kami hanyalah keluarga kecil. Apalagi rumah itu baru saja di jual beberapa minggu yang lalu. Pemilik sebelumnya adalah sepasang orang tua yang hanya tinggal berdua. Mereka pernah berbincang denganku. Mereka bercerita bahwa kedua anaknya sudah berkeluarga jadi mereka sudah punya kehidupan masing-masing di kota. Mungkin salah satu dari anak mereka membawa mereka untuk tinggal bersama.

"Ayo, cepat Emily!" Aunt Jane memanggil ku dari depan Gereja.

Ternyata Abigail dan Katty sudah mulai memasuki gedung itu. Aku segera mempercepat langkahku. Banyak orang yang sudah memenuhi ruangan ini. Terlihat seorang pria memimpin doa berdiri diatas mimbar. Kami pun mulai berdoa bersama.

************

********

*****

"Kalian pulang duluan saja. Aku ada perkumpulan dengan teman-temanku di rumah mereka." Ucap aunt Jane setelah kami berada di luar gedung.

Aunt Jane pergi bersama teman-temannya yang sudah menunggu di luar. Sekarang tinggal aku, Katty dan Abigail. Tidak lama seorang pemuda datang menghampiri kami bertiga. Katty mulai melirik kearah ku. Lalu dengan senyum Katty bertanya kepadaku.

"Kau tidak keberatan kalau aku meninggalkan kalian berdua disini, kan?" Tanya Katty sambil sesekali melihat Abigail.

"Tidak apa, pergilah!" Aku mendorongnya kepada pemuda tersebut yang aku ketahui adalah kekasihnya.

"Hi, Emily. Dan hi, Bie. Merry Christmas." Sapa kekasihnya kepada kami.

"Hi.Merry Christmas." Kataku pada kekasih Katty.

"Merry Christmas, uncle Ton." Itu suara Abigail.

"Kami pergi dulu yah." Pamit Katty pada kami.

Setelah Katty pergi aku dan Abigail mampir ke stand penjual minuman. Bobba Berry Slush menjadi pilihan Abigail, sedangkan aku memilih Bobba dengan varian Thai Tea. Kami memilih tempat duduk yang berada pojok. Seketika seorang pria menarik kursi lain lalu mulai bergabung dengan kami.

"Bolehkan aku bergabung dengan kalian?" Tanyanya.

"Uncle, Christ?" Abigail memekik seolah-olah terkejut dengan kehadirannya.

Aneh, kenapa Abigail bersikap seperti itu? Aku memandang wajah pria ini. Ternyata dia adalah pria yang di mall itu. Kenapa dia bisa ada disini?

"Hi, Abigail. Merry Christmas." Ucap pria yang sudah mulai duduk dan meletakkan minumannya di atas meja.

"Merry Christmas, uncle Christ." Ucap putriku.

"Apakah kalian baru pulang dari Gereja?" Tanya si pria kepada putriku.

"Ya. Uncle Christ juga dari Gereja?" Abigail dan pria ini berbicara seolah tidak menghiraukan ku.

"Setelah ini kalian akan kemana?" Tanya pria yang bernama Christ ini pada putriku.

"Kami akan langsung pulang ke rumah." Jawabku sambil menyedot minuman ku.

"Mom, bagaimana kalau kita mampir dulu ke toko buku? Ada buku komik baru yang mau Bie beli. Bolehkan, mom?" Abigail bertanya kepadaku.

"Baiklah. Bagaimana kalau aku antar kalian kesana? Sudah lama juga aku tidak ke toko buku." Tawar pria ini kepada kami.

"Okay. Kalau begitu Bie pamit ke toilet dulu, mom." Tanpa menunggu jawaban dari ku Abigail berjalan menuju toilet umum.

Pria ini terdiam setelah kepergian Abigail. Hari ini dia mengenakan kaos oblong bewarna putih. Kaos itu melekat pas di tubuhnya sehingga memperlihatkan sedikit otot-otot pada dada dan lengannya. Sepertinya pria ini rajin berolah raga. Dia menyedot minumannya lalu menatapku. Aku merasa salah tingkah saat ketahuan kalau aku sedang memandanginya.

"Tuan, bagaimana kau bisa mengenal putri ku?" Tanyaku untuk memecahkan keheningan.

Lagipula Abigail tidak memberitahukan ku tentang awal pertemuan mereka. Selama pulang dari mall, Abigail tidak menceritakan apapun tentang pria ini.

"Panggil aku Crist." Ucapnya

Lalu dia mulai menjawab pertanyaan ku. "Aku mengenal Abigail secara tidak sengaja. Sama seperti awal pertemuan kita. Apakah kalian ibu dan anak memiliki hobi menabrak orang?" Tanya Christ masih menatapku.

"Benarkah?" Ucapku singkat. Sebelum aku melanjutkan kalimat ku Christ berbicara lagi.

"Dan dia menjatuhkan cake dan itu mengotori sepatuku. Tapi malah dia yang menangis. Oleh karena itu aku menemaninya untuk membeli cake yang baru." Jelas Christ kepada ku.

Seketika pemikiran ku tentang Christ sedikit berubah. Ternyata dia memilki sisi yang baik. Pantas saja cake yang kami makan terlalu enak. Harganya pasti sangat mahal, Abigail tidak mungkin bisa membeli cake yang seindah dan seenak itu menggunakan uang tabungannya. Mungkin aku harus berterima kasih dan meminta maaf padanya.

"Mungkin aku bisa menggantikan uang mu yang digunakan untuk membeli cake itu. Bolehkan aku mengetahui harganya?" Tanyaku sambil merogoh tas untuk mengeluarkan dompetku.

"Tidak perlu. Abigail sudah menggantinya." Christ berbicara sambil melipat kedua tangannya di dada.

Tanganku berhenti seketika. Apa maksudnya? Bagaimana Abigail bisa menggantikan uang yang dia gunakan untuk membeli cake itu? Sepertinya harga cake itu cukup mahal. Darimana Abigail bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Sedangkan untuk membeli cake yang sudah jatuh saja pasti dari uang sakunya yang ditabung, itupun pasti sudah habis.

"Berapa yang Abigail bayar? Aku akan melunasi sisanya." Saat sudah menemukan dompetku aku bertanya.

"Abigail tidak membayarnya dengan uang. Tapi dia membayarnya dengan waktunya. Jadi kalau aku sedang bosan Abigail berjanji akan menemaniku." Ucap Christ tersenyum dengan tangan yang masih terlipat dadanya.

Apa maksud lelaki ini, menemaninya?Sepertinya aku sudah salah menilainya. Apakah pria ini seorang pedofil? Aku harus menjauhkan Abigail darinya. Sejak awal dia memang pria yang tidak benar. Aku segera mengemasi barang-barang kami. Aku menyandang tasku kembali setelah memasukkan dompetku kembali. Lalu aku membawa tas Abigail yang ia letakkan diatas kursi. Tidak lupa aku membawa minuman Abigail. Minuman ku sudah habis jadi aku meninggalkannya. Tanpa berkata aku bergegas berjalan menuju toilet untuk mencari putriku.

"Hei, kau mau pergi kemana." Tanyanya padaku.

Tanpa berniat untuk menjawab pertanyaannya aku terus berjalan. Kenapa dia masih mengikutiku? Aku harus membawa pergi Abigail. Seketika, aku mendapatkan cara agar dia berhenti mengikuti kami.

*ToBeContinued*