webnovel

Choice Lover

Meysa berusaha menerima perjodohan demi membalas budi pada orangtuanya. Menikah dengan duda beranak dua. Akan tetapi anak tiri tak menyukainya dan mantan istri selalu mengusik hidup mereka. Seiring berjalannya waktu, rasa suka dan sayang tumbuh di antara mereka berdua. Dan berencana dalam waktu dekat ini akan melangsungkan pernikahan. Segala cara di upaya sang mantan untuk menggagalkan pernikahan mereka. Mulai dari menghasut kedua anaknya agar membenci calon ibu sambung mereka. Lalu memfitnah Meysa saat bekerja di kantor suaminya dengan sebutan pelakor. Hingga menyuruh orang untuk mencelakakan penghulu, agar pernikahan mereka gagal. Akankan semua usaha sang mantan membuahkan hasil? Ikuti terus kisah cinta Meysa dan Harry hingga selesai. Untuk pembaca setia, jangan lupa tinggalkan like, komen serta ratenya ya. silakan mampir di ceritaku yang lainnya 1. The Wound in my heart 2. It's my dream

Novita_Adha · Urban
Not enough ratings
204 Chs

Pengajian

Bab 12.

Tak terasa semakin dekat hari bahagia itu. Siang ini adalah acara pengajian di rumahku. Mulai dari pagi semua keluarga besar telah berkumpul di rumah. Selesai salat jum,at akan di adakan acara pengajian tersebut. Selanjutnya di isi dengan tausiah dari Ustadz yang terkenal di daerah tempat tinggal ku. Keluarga besar sangat antusias menghadiri pengajian ini. Maklum lah karena aku anak pertama, baru ini juga mengadakan acara.

Kami sekeluarga memakai seragam putih-putih. Aku di rias  menggunakan jasa make-up ternama di kota ini. Bak seorang putri, riasan wajah terlihat soft dan natural, tanpa merubah wajah asli ku. Bener-bener takjub melihat hasilnya. Mama juga sangat cantik rias wajahnya. Tampak lebih muda, hingga Papa terus memuji. Terpancar rona bahagia di hati kedua orangtuaku.

Derrt ... derrt

Terdengar hapeku bergetar di atas tempat tidur. Setelah ku lihat ternyata Mas Harry sedang memanggil.

"Assalamualaikum, Mas," ucapku

"Wa,alaikum salam, Sayang. Hmm ... kangen nih," terdengar suara dari seberang telfon, Mas Harry sedang terkekeh.

"ada-ada aja deh, bentar lagi bakalan bosan lihat aku terus, karena udah hidup sama," tawaku.

"Gimana acara pengajiannya, jam berapa di mulai?" tanyanya lagi.

"Ini akan segera di mulai, sudah datang ibu-ibu pengajian, tinggal tunggu Ustadznya aja," jawabku.

"Oh iya, di sini juga segera di mulai. Sampai nanti ya Sayang, Mas tutup telfonnya. Assalamualaikum."

"Wa,alaikumsalam," jawabku mengakhiri pembicaraan.

Sedang kan ruang tamu, sengaja di dekorasi bernuansa putih, bertaburkan bunga melati di atas sisi kanan dan kiri dinding, bener-bener terasa sakral. Harum masakan pun sudah tercium dari dapur. Kali ini tamu pengajian dan ustadz akan di jamu makan, dengan cara di hidangkan. Sambil duduk bersimpuh di atas permadani, yang telah terbentang luas, panjang, hingga sampai ke teras rumah.

*******

Tepat pukul dua siang, acara pengajian pun di mulai. Lantunan ayat suci ALQur-an, serta solawat, di bawakan oleh ibu ketua pengajian. Terdengar lembut dan syahdu. Sekarang tiba giliran aku memimpin bacaan surah yasin. Mama ingin mendengar suaraku mengaji. Dengan ikhlas ku kabulkan permintaannya. Tak terasa sudut mata ini mulai menghangat, betapa haru rasa hati. Dengan khusuk para jamaah pengajian, saling bergantian membalas bacaan ku.

Selesai membacakan Al-Qur'an dan yasin. Saatnya mendengarkan tausiah dari Ustadz pavorite sejuta umat. Beliau menjelaskan, ibadah terlama sepanjang umur adalah, ibadah pernikahan. Surga seorang wanita sebelum menikah, ada pada orangtuanya. Begitu menikah, surga itu berpindah kepada suaminya. Bila bepergian harus seizin suami. Berhias hanya untuk suami. Dan tugas seorang suami adalah membimbing istrinya menuju jalan ke surga. Harus mampu menjadi imam keluarga.

Aku tertegun mendengarkan semua tausiah ini. Mampukah aku menjadi istri yang baik, batinku. Sedangkan baik atau buruknya seorang istri, tergantung perilaku suaminya. Tak hentinya aku berdoa di hati terdalam, semoga pilihan orangtuaku ini yang terbaik. Tak terasa hampir masuk waktu Asar, acara di tutup dengan bacaan doa.

Kemudian aku melakukan sungkeman kepada kedua orangtua untuk mohon izin untuk menikah. Tangis haru tak terbendung lagi, hampir seluruh jamaah pengajian, ikut hanyut terbawa suasana. Orangtuaku berpesan, harus sabar dan ikhlas nantinya, menjalani bahtera rumah tangga.

Jangan mengambil keputusan di saat hati sedang kacau. Berpikirlah dengan hati yang tenang. Sebisa mungkin masalah rumahtangga di selesaikan sendiri. Jangan selalu melibatkan keluarga besar. Sungguh nasihat yang luar biasa untuk bekalku esok, menjalani pernikahan. Setelah sungkeman ke orangtua, aku Lalu menyalami seluruh keluarga yang hadir, serta ibu-ibu pengajian. Khusus tamu lelaki, aku hanya menangkupkan tangan ke dada, untuk mohon maaf dan restu untuk pernikahanku.

*******

Selesai salat Asar berjamaah, tamu pengajian pun di persilakan untuk menyantap hidangan yang telah di sediakan. Acara pengajian ini terasa begitu kekeluargaan. Makannya di hidangkan, duduk bersama, bersimpuh di sepanjang ruang tamu hingga ke teras. Kata Mama ini salah satu adat Minang. Karena mereka dulu menikah, menjamu tamu seperti ini. Sedangkan kan jaman kini, kebanyakan kalau tamu   itu datang dan makan, duduknya di atas kursi. Namanya juga jaman milenial, semua serba praktis.

Setelah acara makan bersama selesai, jamaah pengajian pun izin untuk mengundurkan diri. Tak lupa kita pun foto bersama, dengan seluruh jamaah beserta Ustadznya. Mereka semua memberi selamat serta nasihat kepadaku, mendoakan pernikahanku nantinya, sakinah, mawaddah dan warohmah, Aaamiiin.

Setelah ku perhatikan, ada satu saudara dari Papa, yaitu kakaknya. Dari awal datang tadi pagi, hingga kini wajahnya cemberut saja. Semua isi kamar pengantin ku di tanya berapa harganya. Padahal beliau orang berada, punya beberapa rumah dan mobil juga. Tapi kelihatannya seperti julid gitu. Terlihat olehnya isi kamar ku sama persis dengan punya anak perempuannya yang telah menikah. 

Mereka datang sekeluarga, memakai baju yang  biasa saja, demikian juga dengan anaknya. Sepertinya anggap sepele acara yang kami buat ini. Padahal sering ku lihat, setiap pergi undangan atau pengajian, bajunya itu selalu mewah dan cetar.

Kini pandangan kakak Ayah itu, beralih ke seragam keluarga yang kami kena kan. Ia seperti tersaingi, kemarin waktu anaknya pesta, kami tak ada kepo urusin acara mereka. Kemarin pengajian di pernikahan anaknya, acaranya biasa saja, tak ada sesuatu yang sakral. Mungkin itu juga yang membuat beda dengan acara ku ini. 

Sesuai inginnya Mama, walau baru acara pengajian, harus ada tertib acaranya. Tidak boleh sembarangan, karena Mas Harry itu orang terpandang. Barang dan uang hantaran pernikahan yang di berikan nya itu besar dan mewah. Jadi kita wajib menyesuaikan diri, seperti itu pesan Mama padaku. 

Selama ini keluarga kami di anggap banyak hutang oleh saudara Ayah. Padahal kalau hutang pun, Ayah tetap bayar hingga lunas, walau pun dengan cara menyicilnya. Ternyata Mama pun ikut memperhatikan sikap kakak iparnya itu. Aku dan Mama pun saling berpandangan, tanda sudah faham dengan sifatnya. 

*******

Kini hanya saudara dan keluarga yang berada di rumahku. Mereka tak menyangka, kalau aku bisa dapat jodoh secepat ini. Walau pun duda beranak dua, tetapi tampang nya mirip artis, tampak lebih muda dari umur sebenarnya, biasa lah orang berduit, semuanya bisa di atur. Begitu lah komentar mereka, terus tajir dan kaya lagi. Itu yang terpenting ucap sepupuku sambil tertawa dan mengacungkan jempolnya.

Aku dan orangtua hanya mampu mengucapkan syukur yang tiada terkira, semua yang terjadi atas izin Allah. Karena doa ku selalu ingin membanggakan orangtua, mengangkat harga diri keluarga juga. Agar tak di pandang rendah oleh saudara dan orang lain. Sedang duduk bersama di ruang tamu, aku mendengar bisik-bisik antara kakak Ayah dan anak gadisnya.

"Memang dapet yang tajir sih, tapi sayangnya duda. Apa sudah habis stok yang lajang di kota ini kali ya?" ucapnya sambil terkekeh.

"Hush ... Ibu, jaga bicara! Itu Meysa melihat ke arah kita," bisik sepupuku di telinga ibunya.

Si ibu pun salah tingkah, tertunduk, pura-pura membongkar, mencari sesuatu dari dalam tas nya. Lalu ku dekati kakak Ayah ini yang ku panggil Uwak, sambil berkata.

"Ada masalah Uwak?" tanyaku sambil memandang wajahnya.

"Oh, ehh, gak ada. Yuk kita pulang! Ajaknya sambil menarik tangan sepupuku. Ia pun beranjak dari duduknya, dan berpamitan sambil menyalami kedua orangtuaku.

"Semoga cepat nyusul ya! Segera dapet jodoh yang tajir," sindirku saat bersalaman dengan sepupu, dan Uwakku yang kepo itu.

Bersambung....