webnovel

Awal dari keputusasaan

Jadi seperti itulah akhir dari kekacauan di Alam Orang Mati. Seperti yang sudah diprediksi, Zesshi diseret masuk ke laboratorium penelitian Demiurge dan harus menjalani penyiksaan sekali lagi.

Sementara di pihak Demiurge terselesaikan dengan baik, di sisi lain Asheel menemukan masalahnya sendiri.

Masalah yang sangat serius hingga mengubah hidupnya untuk beberapa dekade ke depan.

Berawal saat Asheel baru akan berhubungan seks dengan Shalltear. Naganya akan masuk ke bibir bawah Shalltear hanya dengan sedikit dorongan lagi, namun tiba-tiba Asheel mendecakkan lidahnya dan tubuhnya menghilang entah kemana.

Shalltear yang bingung segera naik ke lantai di mana Sera berada dan melaporkannya dengan malu. Itu masih di dalam area ruangannya saat Asheel menghilang, terlebih lagi mereka akan berhubungan seks.

Tidak diduga, Sera yang mendengar itupun mengerutkan kening, membuat Shalltear merasa takut dan khawatir.

"A-apakah ada yang salah dengan Asheel-sama?" Shalltear bertanya dengan takut.

Sera segera tersenyum ringan sambil menepuk bahunya. "Jangan khawatir, itu bukan salahmu. Lagipula, aku tahu dimana dia berada jadi itu bukan masalah besar sama sekali."

"B-begitu..." Shalltear dipaksa tenang walaupun tahu ada yang tidak beres. "Sera-sama, Anda selalu bisa mengandalkan kami kapan saja. Kami adalah alat bagi para Supreme Being. Kumohon, beri saya perintah untuk menebus kesalahan ini."

Sera memandang Shalltear sambil tersenyum tipis. "Baiklah, aku akan memanggil kalian jika dibutuhkan."

Shalltear lalu pergi dari kamar Sera dengan rasa bersalah. Sera tidak terlalu peduli dengan itu karena apa yang dia khawatirkan sama sekali bukan di ranah penduduk Nazarick bisa membantu.

"Masalah yang sangat serius sepertinya, tapi aku tidak tahu apa itu sejak kekhawatiran ini berasal dari kesadaran ilahiku sendiri. Hah, sudah berapa lama aku tidak merasakan perasaan seperti ini? Bahkan saat jalang itu menggoda Asheel, aku tidak merasa sekhawatir ini..."

Sesuatu yang tidak diketahui memang menakutkan, apalagi oleh seorang eksistensi yang lebih tinggi seperti Sera bahkan tidak diketahui.

"Meski membingungkan, tapi masih dapat disimpulkan. Perasaan itu hanya akan berasal dari takdir yang akan memengaruhi diriku. Ini benar-benar masalah serius..."

Sejak eksistensi setingkat Ophis saja sudah tidak terpengaruh oleh kekangan yang disebut takdir, tentu saja Sera dan Asheel yang berada di tingkat diatasnya juga sama.

Hanya saja, masalah yang akan datang bahkan mampu memengaruhi takdir yang mampu mengekang Sera, tentu saja ini adalah masalah yang tidak boleh disepelekan.

"Omong-omong, dimana Phina?"

...

Sementara itu, Phina sedang bermain dengan Ophis di suatu tempat yang sangat aneh.

Tempat ini seperti jurang dengan kegelapan tak berujung. Bahkan tidak ada udara atau oksigen di tempat ini, yang menandakan jika tempat ini bahkan lebih berbahaya dibandingkan Alam Orang Mati.

Celah Dimensi.

Seperti namanya, tempat ini sama sekali diluar dimensi manusia dan makhluk lainnya. Ini adalah tempat yang mengisi kekosongan dimensi yang tidak utuh sekaligus menjadi batas yang menempel dengan dimensi lain.

Yang ada di tempat ini hanyalah kegelapan. Bahkan makhluk sekelas Dewa tidak akan bisa bertahan di tempat ini tanpa sebuah artefak.

Di tempat ini, Ophis dan Phina masih baik-baik saja seperti mereka tidak merasakan efek apa-apa.

"Baka Red."

Ophis memanggil dengan mulut kecilnya.

Tiba-tiba, sebuah mata raksasa terbuka dalam kegelapan, mencoba menakuti Ophis dan Phina. Hanya saja, mereka berdua bahkan tidak gemetar sedikitpun.

Phina masih memandang segalanya dengan mata kebosanan. Tapi melihat makhluk yang dipanggil oleh Ophis, dia menjadi sedikit tertarik.

Alasan ketertarikannya bukan karena kekuatannya yang sangat kuat, jika memang begitu Phina bahkan bisa membunuh makhluk sekuat Ophis sebanyak ribuan kali tanpa menggerakkan satu jari pun.

Alasan ketertarikannya adalah karena makhluk yang dipanggil 'Baka Red' itu memiliki takdir khusus yang terhubung dengan Ayahnya.

Takdir itu bukan suatu konsep aturan kekuatan apapun, karena bahkan makhluk tertinggi pun tidak akan bisa merasakannya. Namun disini, Phina bisa mengetahuinya dengan sekilas.

"Membosankan." Ophis mengucapkan sepatah kata lagi.

Segera, mata naga raksasa bubar menjadi serpihan kecil sebelum sesosok humanoid keluar dari kegelapan.

Itu adalah seorang wanita muda dengan rambut merah tua yang diikat twintail. Matanya berapi-api memancarkan semangat berbahaya. Tubuhnya yang kecil seperti fanservice dalam kebanyakan game itu terlihat sangat rapuh.

Dia memiliki sosok yang mempesona. Terlebih, tingkat kekuatannya benar-benar berada di luar dunia ini.

"Hmph, panggil aku Yukane! Aku sudah diberi nama oleh pria itu!"

Apa yang disebut oleh makhluk di dunia ini sebagai Great Red sang Apocalypse Dragon itu mendengus dengan sombong.

Ophis Ouroboros, sebagai sang Infinite Dragon hanya memandangnya dengan tatapan meremehkan, membuat Yukane kesal.

Namun, tatapan Yukane saat ini sedang memindai Ophis dari atas ke bawah seolah sedang mengonfirmasi sesuatu.

"Kau ... menyelam ke arus waktu yang lebih cepat dari dunia ini?" Yukane bertanya dengan skeptis.

Ophis hanya mengangguk. "Aku kembali untuk mengalahkanmu."

"Kau masih tidak akan bisa mengalahkanku...." Perkataannya melambat saat pandangannya menyapu melihat Phina. "Sial, kau sangat curang! Jangan membawa putri orang itu kesini!"

"Inilah perbedaan kemampuan di antara kita." Ophis membual sombong sambil membusungkan dadanya yang rata.

Yukane tahu tentang Phina sejak awal karena seseorang memberitahu kepadanya. Oleh karena itulah dia langsung tahu saat pertama kali melihat Phina sebagai putri Asheel.

Sementara itu, Phina masih memasang ekspresi membosankan. Bahkan di matanya, Yukane seperti makhluk biasa pada umumnya. Bukan karena dia arogan, namun memang seperti itulah cara Phina memandang dunia.

Namun, tiba-tiba dia merasa jantungnya berkontraksi dengan luar biasa, membuat wajah lumpuhnya berubah menjadi sedikit muram.

"???" Ophis memiringkan kepalanya, menatapnya dengan bingung.

Yukane juga sama.

Di sisi lain, Phina memaksakan dirinya tetap tenang dengan memasang ekspresinya yang biasa. Namun itu tidak bertahan lama.

Urat ungu mulai menjalar dari jantungnya ke seluruh tubuhnya secara perlahan. Itu terlihat sangat menakutkan saat gadis sekecil itu mengalami siksaan yang sangat mengerikan.

Penampilannya benar-benar menakutkan saat ini. Seluruh tubuhnya tampak akan pecah berkeping-keping kapan saja, seolah tubuh sekecil itu tidak akan bisa menahan ledakan kekuatan yang sangat luar biasa.

Ini bukan terobosan, melainkan bencana.

Ophis dan Yukane yang awalnya tenang mulai panik. Kekuatannya bahkan tidak akan bisa menyentuh ujung rambut Phina, bagaimana mereka bisa membantu dalam masalah yang sangat serius ini?

Phina masih berusaha menekan kekacauan dalam dirinya dengan tubuhnya sendiri yang mengakibatkan inti Origin-nya yang tidak lengkap miliknya menjadi retak. Jika dia tidak sengaja mengeluarkan energinya sedikit saja, sudah dapat dipastikan jika dimensi ini akan lenyap seketika.

Sejak awal dia tidak peduli dengan dimensi ini, tapi sejak Ayah dan Ibunya berada di sini bersama orang-orang yang dia kenal, dia tidak akan membiarkan dimensi ini hancur.

Saat ini, kulitnya mulai terkelupas dan mata merahnya mengeluarkan darah yang mengalir deras. Karenanya, darah mulai mengotori rambut dan pakaiannya dengan warna merah. Tidak lama, cahaya putih mematikan mulai bersinar di balik retakan tubuhnya seolah ledakan dahsyat akan terjadi dengan dia sebagai pusatnya.

Ophis dan Yukane merasakan kiamat akan terjadi beberapa detik lagi dan mereka akan mati.

Tapi sebelum itu terjadi, sebuah tangan putih seperti giok turun dan menstabilkan semua energi kacau yang akan meledak. Tidak, lebih tepatnya kekuatan itu memaksa semua energi yang kacau kembali ke ketiadaan.

Tangan itu seperti penyelamat yang turun dari surga, menyelamatkan jutaan populasi manusia tanpa pamrih secara tidak langsung.

Seperti lubang hitam yang menelan segala sesuatu, energi kacau yang akan meledak lenyap hingga tak tersisa.

Sera berdiri di kehampaan dengan ekspresi yang sangat serius. "Dia terlambat!"

Dia bahkan tidak memperhatikan Ophis dan Yukane yang kehilangan kesadaran saat dia menangkap Phina yang pingsan di tangannya.

"Jika aku terlambat sedikit saja, aku pasti sudah menjadi gila." Sera tidak tahu apa lagi yang akan terjadi jika saja Phina lenyap dari keberadaan hanya karena keteledorannya.

Phina adalah putrinya!

Sebagai seorang Ibu, dia gagal melindungi putrinya! Dia bahkan tidak tahu masalah apa yang sedang terjadi pada putrinya hingga muncul kejadian tak terduga seperti itu.

Dia hanya tahu jika jantung Phina sedang bermasalah. Kurangnya informasi dan sikapnya yang terlalu santai mengakibatkan kejadian tak diinginkan seperti ini. Hanya penyesalan yang akan menghantuinya seumur hidup bahkan jika Phina masih selamat.

Untung saja Asheel memberi tahu lokasi Phina dan bahaya yang akan terjadi. Dia langsung datang ke tempat ini tanpa pikir panjang.

"Ini adalah salahku..." Sera menaruh tubuh Phina dengan hati-hati, takut sentuhannya akan melukainya. Dia melihat ke tubuh Phina yang pecah-pecah dan berdarah, dan perlahan matanya mulai basah karena air mata.

"Seharusnya aku menyadari ini ... aku telah gagal sebagai seorang Ibu ... Maafkan aku, Phina, Asheel..."

Pikiran Sera sangat kacau saat melihat keadaan Phina. Kulitnya yang mulai pecah dan terkelupas, darahnya ada dimana-mana, hingga jantungnya yang hancur dan membusuk. Tubuhnya seperti cangkang kosong dengan api jiwa kecil sedang bersemayan di tubuhnya.

Seharusnya Sera dan Asheel telah mengetahui ini. Dengan bagaimana kondisi jantung Phina yang bereaksi secara aneh sejak mereka melintasi Kekosongan Awal untuk kembali ke dimensi ini.

Sejak saat itu, pasangan itu hanya membiarkan Phina bermain dengan Ophis sesuka mereka. Phina hanya akan pulang pada malam hari dan tidur.

Bahkan belum ada satu minggu sejak mereka tiba di dunia ini. Kepulangannya hanya menyebabkan bencana bagi keluarga kecil itu.

Saat ini, Sera hanya bisa menyalahkan diri sendiri sambil menangis.

"Hentikan, kenyataan tidak akan berubah hanya karena kau menangis."

Sera mendongak dengan wajah penuh air mata melihat seseorang yang telah datang. "Asheel, ini salahku...."

Asheel yang membawa Ophis dan Yukane di punggungnya langsung menunduk setelah mendengar Sera menyalahkan dirinya sendiri. "Tidak, ini salah kita berdua."

Mereka tersiksa oleh rasa bersalah yang tak ada habisnya.

"Inilah yang manusia sebut sebagai penyesalan hanya ada di akhir. Meski menyakitkan, aku belum boleh menangis." Asheel menyuarakan kesedihannya.

Sepasang Dewa Tertinggi sedang bertingkah seperti manusia yang sangat menyedihkan.

Apakah Dewa bahkan memiliki emosi untuk mereka ekspresikan?

Tidak!

Tapi mereka menangis saat ini atas kejadian yang hampir saja membuat salah satu anggota keluarga mereka meninggal. Apalagi itu karena kesalahan mereka sendiri.

Pasangan itu tidak akan bisa memaafkan diri mereka sendiri.

Seseorang memang tidak akan bisa berubah semudah itu, namun seseorang bisa berubah dalam sekejap saat ada peristiwa besar dalam hidupnya.

Inilah yang sedang dialami oleh pasangan itu. Mereka berjanji akan melindungi anggota keluarga mereka lebih baik lagi! Walaupun harus menggunakan metode terkejam sekalipun!

Ya, ini adalah metode terkejam untuk menyelamatkan Phina.

Asheel telah merubah ekspresinya menjadi acuh tak acuh. Tiba-tiba, tangannya membentuk tombak dan menikam jantungnya sendiri.

Darah mengalir keluar dan membasahi tangannya. Setelah menarik tangannya, terlihat jika Asheel sedang menggenggam sesuatu.

Mata Sera membelalak melihat apa yang dilakukannya, "Kau....!"

"Hanya ini yang bisa kupikirkan untuk menyelamatkan Phina."