webnovel

Part 1

Kanza membalik tubuhnya, buru-buru berjalan menuju toilet. "Untung selalu bawa pembalut di tas. Huahh..." Gumamnya lega pada diri sendiri setelah keluar dari bilik toilet.

Gadis itu pun berjalan menuju wastafel sembari menenteng jas hitam cowok yang di tabraknya tadi di loby. Ia meletakkan benda tersebut di salah satu sisi wastafel. Setelahnya memutar keran dan mulai mencuci tangan.

Selesai dengan aktifitasnya, di liriknya jas tersebut dengan tatapan bertanya-tanya. Perlahan tangannya tergerak untuk meraihnya. Dan dengan perlahan juga ia mulai mendekatkan benda tersebut ke hidungnya, mengendus aroma parfum yang menguar dari jas itu sebentar. Awalnya wajahnya terlihat ragu, detik berikutnya ia malah mengendus sedikit lebih dalam.

Sudut bibirnya tanpa sadar terangkat membentuk senyuman. Tapi ia segera menyadarkan dirinya sendiri dan membuka matanya yang sempat terpejam.

"Ih... Apaan sih gue, udah gila, yach. Enggak... enggak... Ini enggak bener. Gue enggak boleh terpesona sama cowok manapun. Bagaimanapun juga, semua cowok itu sama aja. Brengsek! Huh!" Lagi-lagi Kanza bergumam pada dirinya sendiri sambil menatap ke arah cermin. Wajahnya terlihat masam. Tapi bayangan cowok itu malah seolah ada di depan sana, sedang tersenyum menggoda, membuat Kanza mendelik tak percaya, namun sedetik kemudian kembali menghilang dan membuat Kanza tampak linglung. "Astaga... apa-apaan ini?" Kanza tak mengerti dengan dirinya sendiri.

Saat gadis itu mengumpati dirinya sendiri layaknya orang gila, tiba- tiba beberapa gadis dengan pakaian kerja memasuki areal toilet, sontak Kanza merasa horor, takut jika mereka memergoki tingkah anehnya.

Kan enggak lucu!

Tanpa ingin berbasa-basi, Kanza menenteng jas di tangannya dan melangkah keluar toilet dengan tergesa.

Ceklek...

Kanza membuka pintu sebuah ruangan kerja yang tak lain adalah milik sahabatnya--Fira. Memunculkan kepalanya ke dalam ruangan dan mulai mengedarkan matanya ke segala arah, tampak Fira yang sudah berdiri di depan meja kerjanya dan sedang menatap ke arahnya dengan memasang muka masam.

"Hehe... Sorry telat." Kanza memasang cengir kuda. Lalu perlahan masuk ke dalam ruangan dengan wajah tanpa dosa.

Fira yang masih ada di tempatnya belum juga mengubah ekspresinya. Ia masih memasang muka masam dan bibir cemberut.

"Ya... Maapin napa sih, tadi gue bangun kesiangan. Udah gitu gue lagi dapet. Tadi gue ke toilet dulu ganti pembalut, jadi lama, deh." Jelas Kanza dengan memasang wajah innocent-nya yang khas. Lalu menoel dagu sahabatnya itu agar mau tersenyum dan memaafkannya.

Fira menghela napas berat seraya memutar bola matanya malas, kenapa sahabatnya itu seolah tidak memiliki perasaan bersalah, dengan tangan yang masih terlipat di dada, ia berkata, "Lo tahu kan? Kalo waktu itu--"

"Waktu itu adalah uang." Potong Kanza sebelum Fira sempat melanjutkan kalimatnya. "Udah tempe gue. Pasti lo mau ngomong gitu, kan? Yaelah santai dikit napa, Bu bos! Yang penting kan gue udah usahain dateng. Ya... Enggak?" Goda Kanza lagi dengan menyenggol pundak gadis yang ada di sampingnya itu pelan. "Cie... Cie, bu Bos. Kalau mau ketawa, ketawa aja lah, enggak usah di tahan-tahan gitu kali." Dan akhirnya senyum Fira terbit juga, Kanza memang suka sekali bertingkah konyol, sedangkan Fira tidak akan pernah bisa lama-lama marah padanya.

Keduanya susah bersahabat cukup lama, sejak mereka sama-sama masuk ke SMA yang sama, dan awet sampai sekarang yang sudah berusia sekitar 24 tahun.

Mata Fira terlihat berpikir. Dari raut wajahnya ia seperti menemukan sebuah ide. "Nah... Kan Lo tahu nih kalo waktu adalah uang buat gue?"

"Ya terus?" Kanza menatapnya menyelidik. Seperti ada hal yang mencurigakan, meskipun ia tahu Fira tidak akan bisa marah padanya, tapi gadis itu kadang sulit juga untuk di tebak.

"Lo tahu kan jadwal gue padat banget? Jadi--" Fira menjeda kalimatnya, Sengaja ingin membuat Kanza makin penasaran.

"Udahlah to the point aja! Buruan... Dan sebenernya kenapa juga Lo ngajak gue ketemuan disini? Gue masih enak-enak tidur juga. Padahal VC aja kan bisa." Protes Kanza, sekarang gantian dirinya yang memasang wajah cemberut. Ia paling tidak suka di buat penasaran.

"Nah cakep... Pertanyaan bagus. Karena lo udah telat dateng kesini dan membuat jadwal gue sedikit berantakan. Dan kenapa gue ngajak ketemuan disini? Karena gue ada kerjaan buat lo. Dan karena seperti yang udah gue bilang tadi. lo udah buang-buang waktu beharga gue karena harus nungguin lo. Mau enggak mau lo harus setuju sama rencana gue ini!" Ucap Fira antusias. Gadis itu mengulum senyum misterius, membuat Kanza makin curiga. Dan Fira pasti akan selalu berhasil membuatnya menuruti permintaannya, dan tidak lain kali ini juga.

"Heuuhh... Apa-apaan ini? Gue Cuma telat 15 menit, ini namanya pemerasan sepihak. Tempe enggak sih lo." Protes Kanza lagi, bibirnya manyun dan membuat Fira gantian menertawakannya.

"Kan emang itu tujuan gue." Ujarnya tanpa ingin menghentikan derai tawanya, ternyata dugaan Kanza benar dan tidak pernah meleset. "Gimana? Pinter kan gue? Kalo enggak pinter. Mana mungkin kan gue jadi bos?" Pujinya pada diri sendiri bermaksud bercanda.

"Iya deh iya... Yang, bos." Kanza mencebikkan bibir bawahnya. "Apalah daya diriku ini yang seorang bawahan alias kacung." Lanjutnya mengejek diri sendiri yang membuat Fira tak tahan untuk kembali tertawa.

"Bukan gue yang ngomong, ya?" Katanya masih dengan tawa yang tak kunjung mereda.

"Seneng... Sekarang seneng, tadi cemberut aja. Huh...!" Ejek Kanza pura-pura tak terima. "Udah puas kan ngetawain gue-nya. Sekarang buruan bilang, ada kerjaan apa buat gue!" Kini wajahnya berubah serius.

Fira mencoba menghentikan gelak tawanya yang tersisa. Lalu berjalan memutar menuju meja kerjanya. "Duduk dulu, lah! Capek berdiri mulu." Menarik kursi singgasananya dan duduk, di ikuti dengan Kanza yang melakukan hal yang sama, ia menarik kursi yang ada di hadapannya dan duduk dengan tenang di sana.

"Jadi gini. Gue mau lo bikin artikel tentang menahlukkan playboy dalam 10 hari. Dan harus bedasarkan, R.I.S.E.T!" Fira menekan kata di akhir kalimatnya, seolah-olah ingin menekankan jika itu adalah hal yang wajib.

Bola mata Kanza sontak melebar seperti ingin keluar dari tempatnya. Detik berikutnya ia terbatuk hebat karena tersedak air liurnya sendiri. "Uhuk... uhuk... What?! Udah gila, ya!" Serunya di sela-sela nafasnya yang masih tersengal.

Fira buru-buru mengulurkan segelas air putih yang sudah tersedia di atas meja. Kanza menerimanya dan segera meneguknya hingga tandas. Perkataan dari Fira benar-benar membuatnya syok, ia tidak mengerti dengan ide gila dari sahabatnya itu, apa mungkin sahabatnya itu baru saja kejedot pintu gerbang Dufan dan akhirnya jadi punya pikiran aneh-aneh seperti sekarang ini.

"Lo enggak lagi ngigo, kan? Atau isi kepala lo lagi geser, Fir?" Tanya Kanza setelah tersedaknya mulai mereda.

"Sembarangan aja kalo ngomong. Enak aja isi kepala gue di bilang geser!" Sungut Fira pura-pura tak terima, dan kini gantian Kanza yang terkekeh geli melihat ekspresi Fira.

"Lagian lo aneh-aneh aja, masa gue tiba-tiba di suruh bikin artikel kayak gitu. Kan aneh." Kanza menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

"Katanya lo suka tantangan. Ya anggap aja ini tantangan tersendiri buat lo."

"Ya... Tapi kan enggak gitu juga kali." Protes Kanza dengan mimik muka keberatan.

Fira mengulum senyum simpul. Wanita ini terlihat tak pernah kehabisan akal. "Bayarannya gede, loh? Gimana?" Matanya menatap Kanza dengan sorot mata mengiming-imingi. Tak salah jika ia jadi bos karena ia terlihat layaknya seorang negosiator handal.

Kanza balas menatap sahabatnya itu dengan tatapan horor. "Eh... Enggak... Enggak, ah. Gue enggak mau. Lagian mana bisa gue bikin seusai riset. Gila aja lo!" Protesnya lagi. Baginya ini masih tidak masuk akal. Iya kalau berhasil, kalau gagal gimana? Meskipun dirinya suka dengan tantangan seperti yang di katakan Fira, tapi kali ini Kanza merasa tidak tertarik, entahlah, ia tidak ingin tantangan yang berhubungan dengan hati.

"Yakin, nih? Padahal gue mau kasih honornya itu sekitar 15 juta, loh!" Fira berkata sembari memalingkan muka seolah tak peduli. Tapi ekor matanya melirik ke arah Kanza dan berharap gadis itu akan termakan omongannya kali ini.

Mata Kanza seketika membulat lebar. "Hah... 20 juta? Lumayan sih, Gue bisa jalan-jalan kemana aja yang gue mau, dan bisa beli barang-barang yang gue mau juga."

Fira menghembuskan napas lelah, "bukan 20, juga kali, gue bilang 15 juta! Lo jangan pura-pura Bolot, deh!"

Kanza sontak tertawa geli mendengar ralatan dari Fira. Dia selalu bisa membalikkan keadaan. "Padahal gue maunya 20 juta, gimana dong?"

"Enggak apa-apa sih? Kalo Lo nolak... Gue bisa kok nyuruh penulis yang la--" Kalimat Fira terpotong.

"Oke deal... Gue mau!" Sahut Kanza cepat. Kanza tahu ia tak kan bisa menang dari Fira, "Tapi tambahin kek, jadi 20 juta, soalnya ini kan susah?" Rayu Kanza dan berharap Fira berubah pikiran.

Lagi-lagi Fira mendesah lelah, "emang dasar, ya. Kalau soal duit aja, gercep banget. Kerja dulu, nanti gue pikirin lagi soal tambahannya."

Fira tahu sahabatnya itu memang agak naif dan suka sekali dengan uang. "Oke, selanjutnya kita urus kontraknya. Dan gue sendiri yang nentuin targetnya." Fira tersenyum penuh arti.

Bersambung