webnovel

CEO Jutek Dan Perisainya

Khafi Arjuna Naufal dan Zahira Zakiyah Nadira adalah individu yang terpisah, tetapi kehidupan keduanya terhubung kembali dengan cara luar biasa, yaitu takdir. Khafi adalah seorang CEO dengan lima saudara, dia anak ketiga, kepribadian yang jutek membuat banyak orang tidak suka dengannya, Khafi juga memiliki Jin dengan menjelma sebagai merpati, Jin itu memiliki kekuatan sihir yang hebat. Hingga membuat Khafi mengetahui segala masa lalunya yang belum tuntas dan menyakitkan. Rasa bersalah dari masalalunya membuat dia sangat ingin menuntaskan masalahnya di dunia masadepan. Dahulunya dia adalah seorang kesatria. Sementara di masa depan dia CEO ternama. Kekayaan yang dimilikinya membuat dia diincar oleh beberapa musuh dari masalalunya juga, dari seorang wanita yang menginginkannya, sampai dari CEO lain yang sering diacuhkan Khafi, mereka yang tidak terima mengirimi mantra sihir jahat kepada Khafi. Hingga keadaan yang tidak memungkinkan, seorang Alim meminta keluarganya mencarikan gadis yang berhati baik dan tulus serta penglihatan batin yang terbuka, yang akan menjadi perisai untuk Khafi. Keluarga Khafi hendak menikahkannya dengan Tiana, gadis yang disarankan seorang Alim. Namun, Tiana pura-pura sakit parah, dan meminta Zahira yang adik tirinya, untuk menggantikannya, agar keluarga Khafi memberi uang untuk pengobatan, nyatanya uang itu untuk kesenangan Tiana sendiri. Keluarga Khafi menerima pengantin pengganti dari Tiana, karena tahu kalau Zahira gadis yang sangat baik dan seorang Alim pun setuju. Namun, tidak dengan Khafi yang sangat membenci Zahira, karena pikiran Kahfi, Zahira menikahinya demi uang. Khafi pun acuh tak acuh dan setiap hari Zahira merasa terluka oleh prilaku Khafi kepadanya. Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Bagaimanakah, masalalu Khahfi yang masih terhubung di zaman moderent? Apakah Khafi bisa berubah? Apakah Zahira bisa bertahan dengan pernikahannya?

Ririnby · Fantasy
Not enough ratings
164 Chs

Tugas Penting

"Mungkin sudah tiba saatnya aku untuk meninggalkan dunia ini ..."

"Jangan bilang begitu Kanda Raja, saya kira penyakit Kanda Raja masih bisa disembuhkan ..."

"Saya akan tetap mengusahakan bagaimana mana caranya Kanda Raja bisa sembuh, saya akan menyuruh Senopati Bagaskara untuk mencari mayat sakti seperti isyarat yang kudapatkan lewat meditasi kemarin malam," tutur Permaisuri Dewisinta. 

"Terus masalah urusan negara bagaimana? Aku tidak ingin membebani rakyat dengan pajak atau upeti dalam hal apapun," titah Raja Damantara. 

"Iya Kanda Raja, kemarin saya juga sudah memerintahkan kepada Paman Patih Badrik untuk mengumpulkan para punggawa Kerajaan guna membahas masalah ini, dan nanti akan saya sampaikan kalau masalah pajak itu hanya akan dibebankan kepada semua para pejabat saja, mulai yang ada dilingkungan istana sampai ketingkat lurah yang ada di desa-desa dengan disesuaikan tingkatannya dan kondisi wilayah masing-masing," terang Ratu Dewisinta.

"Benar sekali ... saya sangat setuju dengan pendapatmu itu Dinda Ratu. Uhuks, uhuks, uhuks," tutur Raja Damantara dengan nafas tersengal-sengal karena menahan batuk. 

"Kalau begitu jangan nunggu-nunggu besok, sekarang saja segera kumpulkan para punggawa lakukan sidang darurat, aku tidak ingin di akhir hidupku masih membebani rakyat dengan pajak ."

"Baik Kanda Raja, akan saya kumpulkan sekarang para punggawa Kerajaan."

Lalu Permaisuri Dewisinta pun beranjak pergi meninggalkan kamar Raja, sedangkan ketiga Permaisuri yang lain diminta untuk terus menemani Sang Raja. 

Setelah keluar dari istana utama Ratu Dewisinta pun langsung memanggil Patih Badrik. 

"Paman Patih Badrik, tolong segera kumpulkan para punggawa Kerajaan supaya berkumpul di Balai Paseban Agung, ada titah Raja yang harus segera disampaikan."

"Baik Paduka Ratu ... akan hamba laksanakan sekarang," jawab Sang Patih dengan menghaturkan sembah hormatnya. 

Kemudian Patih Badrik pun segera memukul kentongan Kerajaan sebagai penanda untuk berkumpulnya para punggawa Kerajaan. 

Ketika Sang Patih memukul kentongan Kerajaan maka akan langsung diteruskan dengan kentongan yang ada ditiap-tiap Pos keamanan istana yang tersebar di beberapa titik, sehingga tidak butuh waktu lama para punggawa Kerajaan pun telah berkumpul memenuhi Balai Paseban Agung. 

Dan ketika dirasa telah berkumpul semua maka Sang Patih pun segera memberi tahu ke Ratu Dewisinta. 

"Ratu ... semua para punggawa telah hadir di Balai Paseban Agung."

"Baiklah Paman Patih saya akan segera datang dan acara sidang akan segera dimulai."

"Baik paduka, salam hormat saya ..." atur Sang Patih sambil kembali dengan melangkah mundur. 

Sang Patih Badrik pun kembali duduk ke tempatnya dan suasana Balai Paseban nampak riuh dengan suara percakapan dari para punggawa, dan sesaat kemudian terdengar suara Gong ditabuh. 

Duong ... duong ... duong ...!

"Yang Mulia Ratu Dewisinta akan segera memasuki ruang Paseban, dimohon semua yang hadir untuk memberi hormat kepada Paduka Ratu," ujar pegawai Kerajaan yang bertugas sebagai pemandu sidang. 

"Salam hormat kami wahai Sang Ratu ... semoga salam sejahtera selalu menyertaimu," seru para punggawa Kerajaan dengan kompak. 

"Duduklah ..." tutur Sang Ratu Dewisinta sambil mengangkat telapak tangannya sebagai tanda menerima salam dari punggawanya itu. 

"Para punggawa Kerajaan Mulyajaya yang saya mulyakan ... seperti yang kalian ketahui, bahwa saat ini Paduka Raja Damamtara masih belum sembuh dari penyakit yang dideritanya selama ini, namun begitu sebagai seorang Raja beliau tetap memikirkan kesejahteraan bagi rakyatnya, dalam hal ini Prabu Damantara akan memberi kebijakan terkait masalah perpajakan. Bahwa untuk pemungutan pajak bagi rakyat sekarang dihapus atau ditiadakan."

Mendengar isi pidato Sang Ratu nampak para punggawa yang hadir terlihat manggut-manggut setuju. 

"Namun kebijakan ini tidak berlaku bagi para punggawa Kerajaan di semua tingkatan, mulai dari yang tinggal dilingkungan istana sampai yang ada di daerah dalam hal ini adalah pegawai setingkat lurah, dan tentunya kisaran besarnya nilai pajak yang dibebankan harus disesuaikan dengan gaji yang diterimanya dari istana, sampai disini kira-kira apakah titah Raja ini langsung bisa diterima atau ada usulan lain ...?" 

Nampak para punggawa yang hadir langsung menjawab meski tidak kompak. 

"Langsung diterima wahai Paduka Ratu ..." 

Disaat kebanyakan para punggawa Kerajaan menyetujui titah sang Prabu, tiba-tiba terdengar suara salah satu punggawa Kerajaan yang memberi instruksi. 

"Maaf saya belum bisa menerima Paduka Ratu ..." ujar Bodiono salah seorang punggawa sambil mengacungkan tangannya, dan sontak saja punggawa tersebut langsung jadi perhatian dari para punggawa yang lain. 

"Hal apa yang membuat kamu belum bisa menerima?" tanya Ratu Dewisinta dengan bijaknya. 

"Masalah pajak hanya dibebankan kepada pejabat negara saya setuju-setuju saja, namun bagaimana dengan rakyat yang di situ tergolong kaya, dan bahkan kekayaannya melebihi pejabat negara, karena saya juga tau kalau di negeri Karmajaya ini banyak sekali para saudagar-saudagar kaya, demikian usulan saya mohon Paduka Ratu bisa mempertimbangkan," ujar punggawa yang bernama Budiono itu. 

"Bagus usulan dan sekaligus pertanyaan kamu ... untuk masalah para saudagar nanti akan diberi peraturan pajak sendiri dan nanti saya akan memerintahkan kepada semua pejabat setingkat adipati untuk mendata semua saudagar yang berniaga diwilayahnya termasuk para saudagar yang berasal dari negeri asing. Demikianlah kiranya titah Paduka Raja Damantara, apakah sudah bisa diterima?"

"Bisa Paduka Ratu ..." jawab para punggawa Kerajaan dengan kompak. 

"Baiklah kalau begitu sidang kali ini saya tutup, dan saya mengucapkan terimakasih dan selamat bekerja mengabdi untuk negeri Mulyajaya," tutup Ratu Dewisinta. 

Duong ... duong ... duong ...!

"Paduka Ratu dipersilahkan untuk meninggalkan Paseban Agung..." suara petugas pengatur waktu sidang mengumumkan. 

Dan setelah memimpin sidang dengan para punggawa Kerajaan, Ratu Dewisinta nampak memanggil Senopati Bagaskara untuk menghadapnya. 

"Senopati Bagaskara ..."

"Hamba paduka Ratu ..."

"Kamu saya tunggu di Puri Kedua ada tugas khusus buat Senopati Bagaskara."

"Sendiko Gusti Ratu ..."

Dengan diiringi para prajurit pengawal dan empat dayang-dayang, Ratu Dewisinta pun langsung bergegas menuju ke Puri kedua tempat yang biasa digunakan Sang Ratu menerima tamu khususnya. 

Dan setelah berada di dalam Puri Sang Ratu pun meminta para prajurit dan Dayang untuk menjaga di luar Puri. 

"Kalian semua menunggu dan berjaga diluar, dan kamu dayang Laksmi tetap disini mendampingiku."

"Baik Gusti Ratu ..." jawab dayang Laksmi sambil menghaturkan sembah sungkem nya. 

Dan tidak lama kemudian Senopati Bagaskara pun datang dengan mengetuk pintu Puri. 

Tok, tok, tok ...!

"Silahkan masuk Senopati ..."

"Terimakasih Gusti Ratu ..." 

"Silahkan duduk ..." dan setelah menghaturkan salam hormatnya Senopati Bagaskara pun langsung duduk dilantai Puri yang beralaskan permadani indah buatan timur tengah itu. 

"Ada hal apa Gusti Ratu ...? Apakah kiranya ada titah khusus buat saya?"

"Betul sekali Senopati, saya memang akan memberi tugas khusus buat kamu," ujar sang Ratu. 

"Kiranya tugas khusus apakah yang hendak paduka titah kan kepada hamba?"

"Saya akan memerintahkan kepada Senopati untuk mencari berita tentang keberadaan mayat seorang pertapa sakti yang telah meninggal belum lama ini."

"Kemanakah saya harus mencarinya tuan Ratu?"

"Itulah yang aku juga belum tahu, karena aku sendiri hanya mendapatkan berita itu dari semedi yang aku lakukan tiga hari yang lalu, namun dari isyarat yang aku dapatkan keberadaan mayat itu ada di dalam sebuah Goa yang diberi pagar gaib, jadi tugas kamu sekarang mencari sampai ketemu keberadaan Goa itu, terserah kamu mau cari sendiri atau membawa rombongan prajurit ..."

"Baik Gusti Ratu ... akan hamba laksanakan titah Gusti, dan hamba akan mencarinya sendiri."

"Baiklah kalau begitu segera berangkat, dan cari sampai ketemu lalu bawa ke istana mayat tersebut, kalau kamu bisa berhasil melakukan tugas ini akan ada hadiah besar yang aku berikan kepadamu ..."

Bersambung ...